Kepingan 1 - Perkenalan

584 12 2
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh....

Namaku, Rito Ahmad. Kalian bisa memanggilku Rito.

Umur, 18 tahun. Lahir pada tanggal 21 September 2001

Tempat tinggalku (apartemen maksudnya) ada di Jakarta.

Aku hidup dengan kedua orangtuaku sebagai anak tunggal.

Siswa di SMA Nusa Bangsa, kelas 12, jurusan IPS.

Seorang otaku penggemar anime.

Dan, inilah kisahku.

***

Ayahku, adalah seorang guru di sekolah alam. Karena dulu mengikuti UKG, beliau pernah mendapat nilai tertinggi. Karena nilainya, beliau dapet sertifikat dari Mendikbud saat itu. Oleh Mendikbud, beliau dipindah ke Jakarta untuk mengajar sebuah SMA. Ibuku, merupakan seorang dosen dalam jurusan Psikologi. Saat ini, beliau juga pindah karena ayahku. Dengan demikian dia dipindahtugaskan oleh rektor untuk mengajar di universitas yang lain.

Kami hanyalah keluarga kecil. Awalnya, kami semua tinggal di Semarang. Lalu pindah ke Jakarta. Sempat pusing waktu mencari tempat tinggal di sini. Untungnya, rekan ayahku menyarankan agar keluargaku membeli apartemen. Dibandingkan dengan membangun rumah yang makan waktu, apartemen cukup mengurus surat dan pemilihan kamar serta biaya yang diperlukan.

Mengapa kami memilih apartemen ini? Jawabannya sederhana. Lokasi yang strategis. Kami sekeluarga bisa mencapai tempat kerja atau sekolah dalam hitungan menit, bukan jam. Tempat ibadah, mulai dari langgar yang sederhana hingga masjid yang mewah bahkan gereja besar pun juga terjangkau oleh keluarga besar kami (keluarga kami sering diminta bantuannya untuk mengantarkan Clara dan keluarganya beribadah di sana). Hal ini tentunya sangat dibutuhkan oleh seluruh keluarga. Untunglah pemilik apartemen menyadari hal ini dan membuka kawasan seluas 100 hektar. Beliau ternyata berjiwa wirausaha, bisa dimaklumi melalui caranya mendirikan apartemen ini.

Kami sekeluarga memilih untuk tinggal di lantai 8. Saat aku mengunjungi apartemen untuk yang pertama kalinya, aku baru tahu kalau ada saudaraku yang tinggal di sana juga. Namanya Clara. Aku mengenalinya karena dia pernah berkunjung ke rumahku saat Lebaran. Dia tinggal di lantai 10. Agamanya Katolik, tapi memiliki hubungan darah dengan aku dari pihak ayah.

Yang lebih mengejutkan lagi, ternyata dia juga satu sekolah! Waktu itu aku memang belum tahu saat pendaftaran sekolah. Baru tahunya saat Clara cerita kepadaku di kamar, dia cerita bahwa dirinya juga mendaftar di sana dan memilih jurusan IPA. Pada akhirnya, jalan cerita berakhir dengan mulus. Kami berdua diterima di sekolah tersebut dan selalu berangkat bersama tiap harinya. Orang-orang sering salah sangka, padahal kami berdua hanyalah saudara.

***

Sudah 3 tahun aku sekolah di SMA Nusa Bangsa. Saat-saat seperti ini, bagi siswa kelas 12, merupakan masa yang paling parah. Antara belajar dengan memikirkan masa depan nantinya akan menjadi apa, itulah yang harus kami hadapi. Walaupun secara pribadi aku lebih memilih untuk menyatakan kebanyakan acara di tahun ini. Harusnya fokus terhadap ujian, kami malah diberi berbagai acara yang katanya sebagai bekal persiapan saat kuliah nanti.

Semester satu saja sudah mengejar semua materi kelas 12, apalagi nanti semester dua yang isinya pemadatan materi kelas 10 dan 11 serta berbagai ujian sebagai uji kelayakan dan kepintaran apakah kami mampu untuk memasuki jenjang yang lebih tinggi yaitu universitas.

Lucunya, sekolah ini unik. Ada beberapa hal yang bisa membuat kita heran. Sebagai contoh, aturan yang ada di sini, bagi beberapa siswa udah keterlaluan. Pas upacara bendera hari Senin contohnya, kita harus dateng jam 6.30 AM. Padahal, kalau nggak ada upacara, jam masuknya adalah 7.00 AM. Buat petugas piket kelas yang hari itu harus membersihkan kelas, maka harus datang 15 menit sebelum jam masuk.

Pulangnya jam 3.30 PM. Jam pelajaran tambahan, yang katanya akan dilaksanakan di semester dua, akan diadakan mulai jam 6.00 AM. Sangat mustahil bagiku untuk mencapai sekolah dari apartemen hanya dengan menggunakan TransJakarta melalui jalan semacet itu saat jam kerja. Normalnya, aku membutuhkan waktu hingga 15 menit. Bahkan 20 menit jika terjadi kemacetan. Belum lagi jika ada masalah seperti kendaraan mogok, atau bis yang kehabisan bensin di tengah jalan. Itulah situasi terburuknya.

Kalau masalah pakaian, sih, tidak begitu diungkit pihak sekolah. Toh semua murid sudah diajari tentang berpakaian yang rapi dan sopan. Tapi, masih saja ada siswa yang pakaiannya dikeluarkan, atau rada ketat. Di hari Senin ada kewajiban menggunakan jas almamater saat upacara. Padahal kalian tahu kan, kalau Indonesia itu negara tropis. Kota padat seperti Jakarta saja sudah panasnya bukan main. Apalagi di musim kemarau seperti ini. Cukup aneh juga karena hujan tak kunjung-kunjung turun.

Oh, satu lagi yang cukup penting. Masalah poin! Poin di sini maksudnya adalah akumulasi dari berbagai pelanggaran yang kalian lakukan berdasarkan aturan yang udah ada. Sebagai contoh, merokok. Itu termasuk pelanggaran menengah, kisaran poin antara 25-50. Atau pelanggaran ringan seperti berkelahi.

Yang terparah adalah pacaran dan hamil di luar nikah. Resikonya hanya satu, dikeluarkan dari sekolah. Tapi ya itu, masih saja ada siswa yang bandel dan pacaran diam-diam di lingkungan sekolah. Jujur saja, aku kurang setuju dengan peraturan siswi yang hamil dikeluarkan dari sekolah. Katanya, sekolah itu tempat mendidik siswa. Bukan memoles yang baik dan membuang yang buruk. Semua manusia itu sama, selalu belajar dan berproses seiring waktu.

***

Senin, 05 November 2019.

Hari ini pemerintah mulai menerapkan kurikulum baru, Kurikulum 2015. Padahal, saat menggunakan Kurikulum 2013, banyak siswa yang demo, terutama terhadap soal-soal HOTS yang katanya sulit dan tidak masuk akal. Contohnya, menghitung kandungan natrium dalam satu ton bola salju (soal UN jurusan IPA).

Pembentukan kurikulum baru ini sebenarnya ditentang banyak orang, hanya Ketua Mendikbud (udah di-reshuffle) saat itu bersikeras terhadap sistem baru di pendidikan Indonesia. "Demi kemajuan moral dan perilaku penerus bangsa kita," katanya dalam sebuah acara talkshow di televisi.

Dalam jangka waktu seminggu setelah penerbitan aturan baru itu, banyak media massa yang memuat ulasan mengenai sistem pendidikan yang baru ini. Kebanyakan pro-pemerintah, sisanya tetap mengikuti aturan umum dalam jurnalistik, cover both side, keberimbangan pendapat dari kedua belah pihak. Walaupun demikan, ada juga media massa yang memuat protes dari pelajar saat terjadi demo tersebut.

Entah apa pasalnya, koran tersebut kemudian tidak terbit lagi. Rupanya rezim pemerintahan saat ini cukup kuat sehingga mereka membungkam semua pendapata atau kritik yang dinilai mencoreng citra baik pemerintah.

Gara-gara pemerintah pula, hanya karena wilayah tempat tinggal, seseorang bisa masuk ke sekolah bagus walaupun nilainya miris. Hal itu berbeda saat aku masuk ke sini. Aku berhasil diterima setelah melalui persaingan yang ketat. Nilaiku waktu itu cukup bagus, sehingga bisa bersaing dengan ratusan pendaftar lainnya.

Catat dengan baik, aku bisa masuk karena NILAI. Sedangkan menurut aturan pemerintah, siswa bisa diterima karena WILAYAH-nya yang berdekatan dengan sekolah. Hal ini menimbulkan kecemburuan sosial di mana siswa yang nilainya tinggi bahkan tidak bisa masuk sekolah favorit, sedangkan siswa yang nilainya di bawah rata-rata bahkan bisa masuk sekolah top dalam seluruh negeri.

Konon, ada siswa yang stres karena nilai tinggi tapi tidak diterima di sekolah favorit. Akhirnya dia memilih bunuh diri. Lagi-lagi, ketika mendengar berita semacam ini, respon pemerintah hanyalah, "Kami akan meninjau ulang aturan zonasi yang baru ini dan mendiskusikannya dengan pihak terkait." Omong kosong. Pemerintah itu kebanyakan aturan dan regulasi. Akibatnya mereka terlalu sibuk untuk mengurusi masalah internal dibandingkan mengurus rakyatnya.

Revolusi PendidikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang