~DARI tangga Kalandra menjumpai Sasi namun, gadis itu berlalu melewatinya. Cepat-cepat dia melangkah turun, seketika langkahnya kembali berhenti ketika Dinan dan beberapa orang yang turut dibelakang gadis itu melewatinya.
Dinan dengan wajah menunduk merapatkan jaketnya, sementara didepan sana Sasi sudah tidak terlihat.
"Ah, Kalan!" Huba berhenti dengan napas tidak teratur. "Sasi sama Dinan abis berantem tuh!"
Kalandra mengerutkan kening. "Kenapa?"
"Perkara kuah bakso."
Huba mendengus ketika Kalandra masih menatapnya sama. "Itu... Dinan tumpahin kuah bakso ke rok Sasi, trus Sasi bales. Eh Dinan pingsan, baru aja siuman. Trus mereka mau ke BK."
"Gak saling pukul kan?" Huba menggeleng, percayalah, Kalandra diam-diam menghela napas lega.
Dari belakang Kalandra mengikuti Huba, sedang dia sendiri bertanya-tanya dalam hati kenapa Dinan dan Sasi sampai saling sebenci itu.
Karena dirinya?
Kalandra menggeleng, mana mungkin.
Di depan pintu ruang BK, ada Noyana, Shalsa dan juga Vivi. Mereka mengambil jarak yang cukup lebar, segera keduanya menghampiri. "Kalian gak masuk?"
"Sasi aja sama Dinan."
"Lu bertiga kan juga berantem."
"Heh! Gue kagak ya." Sahut Vivi tiba-tiba.
"Gak berantem kalo bukan temen lu yang mulai!"
Noyana kembali naik pitam mendengar ucapan Shalsa. "Mulut lo monyet!"
"Lo tuh yang monyet--"
"Kucing garong lo! Sini lo maju!" Huba teramat kewalahan menahan Noyana, cowok itu memeluk perut Noyana dengan satu tangan sementara mereka masih beradu mulut.
"Bilang tuh sama si Dinan, ada apa-apa jangan di dramain! Pasaran banget pake nyiram-nyiram kuah bakso! Sekalian ngajak gelud lah!"
"Lo semua juga budeg, udah dibilang gak sengaja malah nambah ribut!"
"Shal, udah woi!" Bisik Vivi, dengan gaya yang sama persis seperti Huba. Vivi mengkode Kalandra agar cowok itu ikut melerai.
"Gak sengaja gimana, logika aja sih, jalan masih luas lu ambil jalan mepet deket kita-kita!"
Shalsa sampai menghempas temannya, "lo--"
"Woi udah woi! Udah udah!" Dua kali Vivi bergerak seperti menyembah menyentuh lantai, Huba terperangah. "Kedengaran Bu Sukma mampus lo bedua!"
"Lo juga, Kal. Bukannya bantuin malah bengong." Omelnya, segera dia menarik Shalsa menjauh lagi.
Kalandra mendesah pendek menggaruk kepalanya gusar. Decitan pintu mengalihkan atensi mereka namun, yang muncul hanya kepala Bu Sukma sembari melotot.
Wanita berkacamata itu seakan mengatakan tak makan kalian heh! Dengan suara khasnya.
Huba dan Noyana yang kebetulan depan pintu itu melangkah mundur, setelahnya, pintu kembali ditutup.
"Buset, ngeri uga." Bisik Huba.
Cukup lama mereka menunggu, Sasi dan Dinan akhirnya muncul. Di ikuti oleh Bu Sukma dengan tangan yang dua-dunya ditaruh dibelakang.
"Perkara kuah bakso!" Instrupsi Bu Sukma, menatap semuanya bergantian. "Mana yang namanya Noyana dan Shalsa?"
Noyana dan Shalsa mengangkat tangan, Bu Sukma mengisyaratkan agar mereka menurunkannya. "Siapapun yang terlibat perkelahian tadi, mohon jangan di ulang demi citra sekolah! Kalian ini di didik dengan moral, gak serta merta belajar ipa, ips, matematika, bahasa!"
Bu Sukma berbalik kearah kedua pelaku utama. "Dinan dan Sasi..."
"Iya, Bu." Sahut keduanya bersamaan.
"Dua-duanya figur, gak malu apa kalo ada yang rekam trus di posting? Bisa kenak hujat kalian."
Wanita kepala empat itu merapikan bleezer cream yang senada dengan rok selututnya. "Yasudah, sana bubar! Buat yang ribut-ribut tadi pas Ibu ngomong didalem, tak sumpahin kejatuhan cicak!"
Buru-buru Huba menyeret Sasi dan Noyana pergi dari sana.
Sasi yang ditarik ikut meraih tangan Kalandra, terpogoh-pogoh melenggang dari sana.
Ujung tangga ke lantai dua dipenuhi anak-anak Orbit. Ada yang melepas seragamnya sehingga kaos persatuan Orbit yang berwarna abu-abu gelap dengan bordir putih bentuk matahari di dada kiri itu terpampang nyata. Sementara, dibagian belakang tertulis tulisan 'ORBIT' dengan warna serupa.
Jidan menyandarkan gitarnya, lantas menjauhkan rokok dari mulutnya. "Hai, bro!"
"Ngapain sih lu ngalain jalan, dipikir lagi ada sembako apa?" Noyana bersuara lebih dulu, peluh cewek itu memenuhi keningnya.
"Lagi nyantai aja, kenapa? Mau lewat? Noh terbang!" Dafa cekikikan, kedua tangannya terangkat menirukan sayap burung.
Seluruh yang ada disana terpingkal, namun tak lama Jidan dengan kaos yang lengannya dilipat itu memerintahkan supaya diam. Satu kaos yang masih terbalut plastik itu Jidan lemparkan kearah Kalandra, yang dilempari menangkapnya dengan tepat.
"Pake."
"Sekarang?" Kata Kalandra polos.
Duh! Sasi mendongak menatap Kalandra. "Ya gak sekarang juga dong, Kal."
"Lu sama Dinan tadi kelahi?" Tanya Dafa.
"Iya! Lain kali itu sepupu lo ingetin biar gak berulah."
"Dinan itu keras, meskipun keliatannya penurut." Dafa mengangguk-ngangguk. "Sama gua aja sering ribut, Si."
"Taulah! Pokoknya gue eneg banget sama tuh uler."
Huba yang sedari tadi diam berangsur menambah satu langkah naik. "Tau gak tugas kalian apa?"
"Curut! Lu perintah kita?" Sambar Sandi, cowok dengan kulit hitam manis dengan bekas luka dibagian tulang pipinya.
Omong-omong soal Ghio, selaku ketua Orbit. Dia bersekolah di Sarvasa Bangsa bersama Petra dan yang lainnya, Bima dan Naufal ada di SMK 01. Selebihnya ada di Gantara.
"Minta tolong lah, demi Sasi!"
Sasi menyambar bahu Huba. "Kok gue?"
"Hust emang lu mau video lo kesebar luas?" Huba kembali menghadap kedepan yang sebelumnya berbalik berbisik pada Sasi. "Minta tolong yach anak-anak Orbit, yang ganteng, yang keren, yang baik hatinya. Buat take down video apapun berkaitan bertengkar Sasi dan Dinan di kantin tadi. Bisa kan?"
"Bisa." Jawab Jidan cepat.
~
KAMU SEDANG MEMBACA
KALANDRA'S
Teen FictionNever Judge a Book By Its Cover -George Eliot Dia mengecek instagram Kalandra yang tanpa foto profil. Dengan username 'el.larks'. Duh pantas saja Sasi tidak tahu, id bertuliskan Larks yang berarti burung Lark bukan? Calandra Lark, iya itu nama burun...