Apa g ada yg mau sedekahin bintang? :)
~
HUBA datang dengan napas memburu. "Si, Jidan yang berantem!"
Tanpa tunggu, Sasi keluar membelah kerumunan, menyaksikan Jidan yang terkapar dengan wajah penuh lebam. Ketika akan beranjak, Noyana menahan tangan Sasi sembari menggeleng agar cewek itu tidak mendekat.
"Itu jadi urusan laki-laki aja, lo jangan. Mau kena bogem apa ya?"
Suara riuh beberapa guru dan siswa-siswi kembali menggema setelah Jidan kembali mengambil kuasa mengunci Liam.
Ya Liam, Sasi ingat musuh bebuyutan Jidan semenjak SMP itu. Entahlah, dia juga sepenuhnya tidak yakin apa masalah kedua manusia itu. Yang jelas, mereka tidak akan pernah akur bila papasan.
"Jidan, stop!" Teriakan Sasi tidak ada yang menggubris.
Dan juga mulai sebal ketika Huba dan Noyana malah menjelma menjadi body guard dadakan. "Gue harus susul!"
"Lo liat tuh, Si! Laki-laki aja kewalahan apalagi elo, lu pikir lu kapten Zoro?" Omel Huba.
Sasi memberontak sehingga lepas dari kedua temannya. Cewek itu jelas mendengar pekikan Noyana namun, sebelum Jidan mati setidaknya dia ikut andil untuk membantu.
Sasi menarik Jidan keras dan meski sesulit itu karena emosi cowok itu belum menurun, Sasi berupaya mendorong bahkan menyeret. Dia tahu dia tidak mampu, tapi Jidan adalah temannya. Sasi mendengus kasar kala Pak Gaza menyuruhkan agar menyingkir.
"Sasi! Menjauh."
"Pisahin dong Pak!"
"Kamu gak liat kami ngapain?"
"Mereka cuma berdua kalian ada banyak, satupun gak ada yang bisa?"
Pak Gaza juga sama kesalnya, pria berumur empat puluh tahun itu mengusap wajahnya kasar.
"Jidan udah! Sadar lo!"
"Kamu menyingkir Sasi!"
"Dari pada sibuk nyuruh saya menyingkir mending kalian pisahin mereka!"
"Ya kamu jangan disitu, kamu mau kena tonjok juga?" Suara Ibu Sukma menggema.
"BEDEBAH SIALAN, MATI LO!" Liam mulai menunjuk-nunjuk.
"Lo tau gue gak pernah apa-apain lo tolol! Bisa lo gak ganggu gue sehari aja?" Jidan meludah, Sasi menyayangkan sekali Jidan tidak meludah pada wajah Liam.
"Ngomong apa lu? Hah?! Gak pernah apa-apain gua tapi adek gua lu bikin celaka!"
"Bukan gue bangsat!"
"Gak gua lepasin lo, Ji..."
Seketika Liam kembali meyerang, dan Sasi tidak mendengar apapun lagi ketika tangannya ditarik menjauh. Hanya sempat melihat Dafa dan sekolompok anak Orbit yang baru datang.
•●
"Gak perlu dekat-dekat sama orang yang berantem."
Sasi mendengus, siapa lagi pelaku yang berani menarik tangannya kalau bukan Kalandra. "Gue mau bantuin."
"Niat kamu baik, Si. Tapi seenggaknya hargai guru-guru yang nyuruh kamu menepi..." Kalandra merapikan poni Sasi. "Demi kebaikan kamu juga, jangan diulang ya?"
"Lo gak ngerti..."
"Gak ngerti bagian mana?"
"Ck! Lo gak paham Kalan ... harusnya gue masih ada disana, kalo gue gak bisa pisahin mereka seenggaknya gue tunggu dan antar Jidan ke Dokter!"
Melihat luka Jidan tadi membuat Sasi yakin pelayanan UKS tidak bisa cekatan seperti di rumah sakit. Apalagi, mengingat perawat unit kesehatan sekolah yang datang dan pulang sesuka hati dan digantikan oleh anggota PMI yang menurut Sasi, sangat lelet.
Sasi menoleh pada Kalandra, cowok itu terdiam dan menyuruhnya duduk. Semua penghuni sekolah benar-benar berkumpul di satu titik, sehingga koridor pun menjadi senyap seketika.
"Gue mau liat Jidan."
Belum sempat gadis itu melangkah tangannya sudah dicekal. "Dafa sama yang lain bakalan urus, kita susul bentar lagi."
"Gue mau sekarang lo paham gak sih?"
"Nanti ya? Duduk dulu, muka kamu pucat..."
Sasi meremas jemarinya. "Kal, gue gak maksud apa-apa. Tapi bisa gak dalam keadaan gini lo gak usah nahan-nahan gue?"
"Si--"
"Kalo lo mau di situ terserah, gue susul duluan."
Kalandra menysul, berupaya menyamakan langkah mereka. Cowok itu tidak bisa menyangkal lagi, sehingga kresek berisikan roti dan susu buat Sasi itu dia remas kuat-kuat.
"Kamu belum makan--"
"Diem deh, Kal!" Bentak Sasi.
Kalandra benar-benar mengunci mulut setelahnya.
Di depan kelasnya Sasi menjumpai Noyana dan Huba. Katanya Jidan tidak langsung di bawa ke rumah sakit, alhasil mereka semua menyusul ke UKS.
Sasi masuk keruangan dengan tergesa-gesa, menyaksikan Jidan yang terbaring di brangkar dengan satu lengan dia pakai menutupi wajahnya. "Kenapa gak langsung lo bawa ke rumah sakit sih?" Sasi bertanya pada Dafa.
"Gak mau dia." Balas cowok itu lalu menyingkir sedikit ketika satu siswi dengan rompi PMI-nya izin untuk mengobati luka Jidan.
"Singkirin tangan lo, Ji. Ah elah!" Celetuk Sandi.
Untuk beberapa saat anak Orbit pamit untuk kembali ke kelas masing-masing. Menyisahkan Dafa, Jidan, Kalandra, Noyana, Huba dan Sasi tentunya. "Kenapa di bikin ribut sih, Ji?"
"Dia yang mulai."
"Mengalah bukan berarti lemah ya! Emang suka lo lebam-lebam kek gini?" Sasi mengusap lengan kiri Jidan yang terdapat bekas cakaran.
"Ya gapapa, udah lama juga gak adu kekuatan." Jidan terkekeh ringan yang malah membuat satu ruangan jengah. Tak terkecuali Noyana yang sengaja memencet luka pada pipi cowok itu.
"Ah!"
"Nangis lo nangis! Sok jago sih..."
"Suka-suka gue lah."
"Makan tuh suka-suka, ortu lu yang susah-susah."
"Lo kok ngomel sih?" Jidan menatap Noyana skeptis.
"Dih--hmpttt!"
Huba segera membekap mulut Noyana sebelum gadis itu meracau lebih jauh. "Tangan lo bau tai!"
"Sialan lo kampret!"
Dafa tertawa, beda pada Kalandra yang sedari tadi seperti orang asing. Terlebih lagi matanya tak lepas dari jempol Sasi yang bergerak pelan di atas kulit tangan Jidan.
~
Hhhhhhhhhh
KAMU SEDANG MEMBACA
KALANDRA'S
Teen FictionNever Judge a Book By Its Cover -George Eliot Dia mengecek instagram Kalandra yang tanpa foto profil. Dengan username 'el.larks'. Duh pantas saja Sasi tidak tahu, id bertuliskan Larks yang berarti burung Lark bukan? Calandra Lark, iya itu nama burun...