10

67 9 1
                                    

~

BULAN mengelilingi bumi, bumi mengelilingi matahari, matahari mengelilingi galaksi, Sasi mengelilingi Kalandra. Tapi Dinan ngekor!

Gadis itu menutup buku sainsnya kasar, tapi bila mengingat Kalandra yang menolak diajak jalan-jalan sama Dinan membuat Sasi tertawa geli. Itu beberapa hari yang lalu, sepertinya Sasi harus memberi apresiasi pada Kalandra yang menjaga perasaannya.

Lebih tepatnya Kalandra hanya ingin menghindari perang.

Sekarang Sasi tengah berada di teras laki-laki itu, sudah seminggu berlalu dan kini, Ibu dan adik Kalandra telah tiba subuh tadi. Sasi dan Mamanya diundang makan-makan, tapi karena dia ada PR mau tidak mau Sasi menyertakan bukunya.

"Dhea." Panggil Sasi, bocah ini selalu betah bermain sendiri dihalaman rumahnya.

"Ya?"

"Panggilin, Kalan. Kata Sasi cepetan."

Kalandra tadi pamit untuk mandi, tapi sudah hampir sejam belum balik-balik. Mandi kembang dia?

"Paling masih di kamar mandi itu, kak. Kalan kalo mandi emang lama."

"Udah susul aja."

"Kenapa bukan kakak aja yang susul? Dhea mau main nih." Dhea manampakkan mimik cemberut.

Duh bocah ini! Kang ngeles kayak kakaknya.

Sasi beranjak dari duduknya, menoleh kearah Dhea sejenak. "Jagain buku aku jangan di coret-coret."

"Iya iya!"

Sebelum benar-benar masuk Sasi menyempatkan untuk berbalik kembali. "Awas diculik, kamu tuh ringan!" Sontak dia tertawa melihat ekspresi kesal Dhea.

Di ruang tengah Sasi menyaksikan Mamanya dan Ibu Kalandra tengah berbincang, hari ini Mamanya memang longgar. "Si, bantuin Mama petik-petik sayur. Kita mau bikin bubur manado."

Kenapa mereka tidak mengerjakannya di dapur?

"Mau susul Kalan dulu, Mah. Mau minjem pulpen." Gadis itu menatap Tante Kalya. "Boleh, kan, Tan?"

"Oh iya dong. Kalan biasanya kalo mandi lama, kalo masih belum keluar tendang aja pintunya!" Canda wanita itu.

Sasi berpamitan pada dua Ibu-ibu tadi. Sepertinya memang itu kebiasaan buruk Kalandra, pasti udah pernah kena jewer Ibunya. Setelah tiba didepan pintu kamar laki-laki itu, Sasi mengetuknya sampai berkali-kali tapi tidak ada respon. Apa iya musti dia tendang?

"Kalandra?"

"Buka pintunya dong gue mau pinjem pulpen."

Masih belum ada sahutan, sampai berdetik-detik Sasi berdiri diluar. "Kalandra! Kebiasaan ya kalo di kamar mandi udah gak nyaut."

Tapi kali ini membuahkan hasil, pintu itu terbuka dari dalam menampakkan Kalandra yang sedang menggosok-gosok rambutnya dengan handuk. Lalu tangan cowok itu mengulurkan pulpen.

Sasi mematung, mengamati Kalandra dengan kaos polos maroon dan celana selutut hitamnya. So fress!

"Ambil." Seru Kalandra.

"O-oh iya!"

Sasi masih diam disana, mau tak mau lagi-lagi Kalandra menaikkan satu alisnya memandang dengan bingung. "Masih ada lagi?"

"Gak ada." Jawabnya cepat.

"Kalo gitu gue mau tidur bentar ya? Ngantuk banget."

Perasaan kemarin-kemarin Kalandra tidak begini. Namun, kenapa Sasi merasa hari ini laki-laki itu kembali ke mode awal? Dua tahun lalu sampai dua minggu lalu Kalandra tidak banyak menggubrisnya.

Sampai tiba dimana beberapa hari Kalandra membuatnya melambung tinggi. Tetapi sekarang? Tidak tidak! Sasi memang merasakan perubahannya. Seperti terlalu dingin dan tidak tersentuh, di teras pun, Kalandra tidak bicara kalau bukan Sasi yang mengawalinya.

"Lo kenapa?"

Kalandra jelas heran, dia tidak kenapa-napa. "Kenapa apanya?"

"Kemarin-kemarin masih oke-oke aja, kenapa sekarang ngehindarin gue?"

Apa nasi uduk Mamanya gak enak?! Selepas makan waktu itu Sasi memang langsung ngibrit keluar karena bell masuk sudah berbunyi.

"Gue..." Kalandra berdeham. "Gak, Sasi. Gue lagi capek."

"Capek ngapain?"

"Ada aja yang bikin capek. Lo emang gak mau istirahat?" Kalandra masih mengamati Sasi yang mematung.

"Kalo dekat lo gak ada ngerasain capek." Ungkapnya tanpa ragu. "Mama sama Ibu lo mau bikin bubur manado--"

"Nanti malam gue makan, bilang sisain dikit buat Kalan." Kalandra mengulas senyum simpul yang tak sampai ke matanya. "Gue masuk ya?"

Tak menyetujui dan tak juga mengiyakan, Sasi masih seperti patung dengan tatapan kosong. Karena tak ingin lama-lama, Kalandra menutup pintu perlahan. Berharap tindakannya barusan sudah sopan.

Gadis itu menggigit bibirnya kuat sebelum menghembus napas lelah. Tidak ada manusia yang benar-benar bisa ditebak. Sasi merunduk untuk mengembalikan pulpen tadi melewati sela pintu, dia mendorongnya masuk sampai mendengar suara pulpen itu terseret jauh.

Kalandra pasti menyadarinya. Biarlah, biar cowok itu tau kalau Sasi juga kesal. Kalau memang ingin Sasi berhenti kenapa tidak bilang? Sasi itu frontal, harusnya diperlakukan sama. Kalandra tidak perlu ragu, Sasi yakin sakitnya tidak begitu lama.

Mungkin.

Tak terasa dia telah sampai ke bawah, Sasi memberi ekspresi terbaiknya agar kedua orang itu tidak curiga dengan kegelisahannya. Sasi ikut serta memetik sayuran dan mempersiapkan yang lainnya. 

"Kalan suka banget sama bubur manado, Si. Makanya tiap minggu Tante gak alpa bikinin ini."

Sasi terseyum, bingung harus menanggapi seperti apa. "Kamu juga suka kan?"

Sebelum Sasi menjawab Lana sudah mendahuluinya. "Sasi suka apa aja, Mbak. Termasuk anak Mbak."

~









KALANDRA'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang