Ini sudah memasuki liburan akhir semester. Yuki bersiap untuk pulang. Pergi sejenak meninggalkan China untuk pulang kampung.
Betapa rindunya ia terhadap kakaknya yang hanya bisa berkomunikasi menggunakan sosial media untuk berkomunikasi. Perasaan senang dan sedih bercampur menjadi satu.
Senang karena akhirnya kakaknya akan melangsungkan pernikahan. Sedih, karena oma tidak akan menjemputnya di bandara, tidak akan pernah.
"Halo, lama banget sih. Lumutan gue nungguin lo," Yuki menggerutu tatkala ada telepon yang masuk ke handphone miliknya.
Yang di seberang telepon terkekeh, "makannya liat liat dulu, masa gak liat di belakang lo siapa."
Spontan Yuki memutar kepalanya, menghadap ke belakang yang dimaksud. Ia kehabisan kata kata, teriakannya tercekat seperti ada yang menyumbat. Tubuhnya mematung tak bergerak, mulutnya menganga lebar kala melihat seonggok daging manusia yang ternyata membohonginya.
"Sini peluk dulu, kagetnya kakak ke sini sama siapa," Johnny tersenyum, merentangkan tangannya bersiap untuk memeluk adiknya.
"Katanya bisa pulang lusa, bohong!" telunjuk Yuki menunjuk wajah Renjun yang kini tersenyum manis, seperti tak memiliki dosa karena sudah berbohong pada Yuki untuk pulang.
"Ayo, udah di tunggu," demi menghindari keributan antara Yuki dan Renjun, Johnny memilih menggiring mereka menuju acara yang sangat si tunggu oleh Yuki.
Di perjalanan, Yuki dan Renjun berdebat. Mulai dari masalah politik, ekonomi, pendidikan, di Indonesia sampai hal tidak berguna seperti telur atau ayam yang lebih dulu lahir.
Tidak lupa mereka juga berteriak ketika Johnny - supir dadakan - menancapkan gas lebih dalam, membuat kecepatan mobil yang mereka tumpangi semakin tinggi. Melesat menyalip kendaraan lain di jalanan.
Johnny tertawa terbahak bahak tentunya saat mereka - sejoli muda yang pulang kampung -berteriak meminta ampun dan berjanji tidak menggodanya dengan embel embel calon papa.
"Gila!" Seru Yuki saat menapakkan kakinya keluar dari mobil. "Syukur deh masih hidup."
"Gak lagi lagi minta tebengan bang Johnny deh. Serem, ngajak mati," Renjun ikut menimpali.
Mereka langsung menuju resepsi pernikahan Taeyong. Ramai.
Yuki berjalan riang menuju Taeyong tentunya. Senyumnya mengembang, hingga gigi rapih miliknya terlihat begitu jelas. Di belakangnya ada Renjun.
Entah sadar atau tidak, tangan mereka saling bertautan. Sesekali menyapa tamu undangan lain yang mereka kenal. Hingga sampai lah mereka di depan pengantin baru itu.
"Happy wedding!" Yuki memeluk Taeyong, kemudian Seulgi. "Maaf baru dateng dan gak bisa dampingin."
Taeyong tersenyum, mengusak rambut adiknya. "Gak papa, yang penting udah di sini," kali ini Seulgi yang berkata.
"Makan dulu sana. Mentang mentang hidup sendiri di Cina, kalo pagi gak sarapan," suruh Taeyong.
"Mulai deh bawelnya. Kaya emak emak tau."
Seakan beban hidup sudah di hapis begitu saja, tawa mereka pecah begitu saja.
"Udah sana. Renjun, gandeng tuh pacarmu ke sana," Seulgi menunjuk stand makanan favorit Yuki. Apa lagi selain es krim?
Yuki melotot, matanya seperti akan keluar dari tempatnya. Kemudian kepalanya tertunduk melihat tangannya yang bertaut dengan tangan Renjun. Begitupun yang di lakukan Renjun.
Setelahnya wajah mereka bersemu merah. Cepat cepat melepas tautan itu. Berjalan cepat menjauh dari pasangan pengantin baru menuju stand es krim.
"Baru sadar gue," pekik mereka bersamaan, kemudian kaget setelahnya. "Jangan jangan dari tadi malika ketawa gara gara ini," lagi, mereka berbicara secara bersamaan. Ketika mengingat Haechan yang tadi tertawa, rasa malu mereka hilang, digantikan rasa kesal pada Haechan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny || Renjun [✓]
Teen Fiction[Completed] "Aku percaya akan takdir, dan takdir lah yang mengubah hidupku" - Start: 7 April 2019 - Finis: 6 Januari 2020