Ar Rahman: Mahar Terindah (3)

174 5 5
                                    

65. Ayla terbayang saat-saat ia sedang dinasehati Ayahnya Pak Baharuddin, didampingi ibunya. "Bapak sama Ibu setuju saja kamu minta mahar Surah Ar Rahman sama lelaki calon suami kamu. Malah bagus, menurut Bapak!"

Ayla tersenyum, "Ya. Karena dengan mahar itu rasanya aku akan merasa sangat bahagia."

"Penting itu: bahagia," Pak Baharuddin menegaskan, memberi dukungan pada Ayla. Ibu pun tak kalah memberikan spririt-nya. "Dulu, kalau tahu nikmatnya dilamar dengan mahar Surah dalam Al Quran, ibu mau juga seperti itu."

Pak Baharuddin sedikit tersindir, menggoda, "Kamu nggak minta sih, padahal aku hafal loh Surah Ar Rahman!"

Ibu nyubit Bapak, lalu tertawa senang, semua akhirnya tertawa senang.

Dissolve To, kembali ke situasi hati Ayla sebelumnya....

66.  Sehabis terngiang dengan nasihat dan spirit dari Ayah dan ibunya, Ayla  berniat untuk menyapa Billy.

Lalu ia coba ingin menelepon Billy, tapi urung. Ingin mengirim WA, sekedar untuk bertanya kabarnya, juga diurungkannya.

Ayla benar-benar gelisah. Dan tak tahu harus bagaimana. Pasrah.

67. Karena merasa sudah sangat lama sekali tidak ada kabarnya, dari ruang kerjanya, Lidya menelepon Ayla. "Ay, kok lama sekali kamu nggak ke kantor?"

Terdengar sahutan dari Ayla, "Maaf, Lid, aku tidak mengabarimu. Ada hal yang tidak bisa kukatakan."

"Maksudnya?" Lidya curiga.

"Ah, sudahlah aku takut ghiba?"

"Gosip?" selidik Lidya lebih dalam. "Terus bagaimana dengan penawaran barangmu yang sudah disetujui?"

"Ah sudahlah. Lupakan saja."

"Lho...lho..ada apa ini? Ini tidak masuk akal. Ada apa sih sebenarnya?"

68. Lidya menghentikan pembicaraannya dengan Ayla, saat melihat Billy berjalan berdua dengan Nelvy melintas tepat di ruang kerjanya.

Mereka terlihat mesra, tidak seperti biasanya, di mata Lidya.

Begitu mereka menghilang masuk ke ruang kerja Billy. Lidya melanjutkan nelponnya, "Ok. Nanti aku mampir ke rumahmu. Ini mesti ada apa-apanya. Jangan membuat aku bingung, Ay."

Dari seberang sana, dari kamarnya, Ayla menyahut, "Tidak ada apa-apa Lidya. Ok. Assalamuallaikum..."

"Walaikum salam..." Lidya meletakkan teleponnya. Tapi jidatnya mengernyit menyimpan pertanyaan. "Aneh? Ada apa ya?"

Dissolve To, perlahan situasi saat ini larut ke situasi selanjutnya...

69. Di halaman parkir kantor Billion, hari masih pagi, tampak Billy sedang berbicara dengan Shinta, yang duduk di belakang setir mobilnya. Ayla, yang hendak berjalan memasuki kantor Billy, melihat hal itu menghentikan langkahnya.

Ia melihat, sehabis berbincang, Billy beranjak dan melambaikan tangan ke Shinta. Sedang Shinta melayangkan kiss bye kepada Billy.

Beberapa hari kemudian...

70. Suasananya nyaris serupa, masih di halaman parkir kantor Billion, pagi hari, Ayla menghentikan langkahnya mendadak. Ia mendapati Billy baru saja keluar dari arah kantornya dengan bergandengan mesra dengan Nelvy.

Ayla menghindar ke balik dinding, sehingga Billy dan Nelvy melewatinya, dan sampai hilang dari pandangannya.

Kedua peristiwa itu, yang nyaris senada-serupa, membekaskan tanya dalam diri Ayla. Benarkah Billy telah berubah? Sudah melupakan dirinya dengan mengencani dua wanita itu: Nelvy dan Shinta?

Ar Rahman: Mahar TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang