P

30.5K 2.9K 295
                                    

Byun Baekhyun itu pangeran --katanya.

Dia ramah. Ceria. Senang menyapa. Baik hati. Begitu menghormati perempuan. Pekerja keras. Sangat positif. Selalu membantu orang yang kesusahan.

Dia sempurna.

Tanpa cela.

Dari segi fisik, atau pun sifat.

Semua orang menyukainya.

Julukan lain selain 'pangeran' adalah 'malaikat', sebab kebaikan hati.

Semua orang mengenalnya. Tidak hanya karena fisik dan sifat yang patut diacungi jempol. Namun, juga karena suaranya yang indah, dan kemahiran ia memainkan piano.

Sempurna.

Tapi, tidak ada yang sempurna di dunia ini.

Sebuah senyuman, tidak hanya mengisyaratkan kebahagiaan.

Berbagai perasaan bisa digambar dalam senyum. Sedih, kecewa, sakit,....

...luka.

Baekhyun mampu menipu semua orang dengan senyumnya.

Semua.

Kecuali, dia.

Park Chanyeol.

"Jangan tersenyum seperti itu, Bodoh. Kau hanya akan tampak seperti orang tolol."

Mungkin Chanyeol tidak ingat. Tapi, itu adalah dua kalimat tajam yang ia utarakan ketika pertama kali bertemu kepada Baekhyun. Tatapan mata juga tak kalah menusuk. Saat itu dipertengahan sekolah menengah pertama. Tinggi mereka sama. Namun, aura mendominasi Chanyeol, sudah sanggup membuat senyum Baekhyun memudar.

"Seharusnya kau melawan! Jangan diam saja! Apa kau dungu?"

Tiga kali ia dikatai. Jika Chanyeol yang sekarang ingat, mungkin ia akan menangis meraung bersujud meminta maaf pada Baekhyun.

Tapi, walau dikatai, Baekhyun tak menghakimi bahwa Chanyeol orang yang jahat. Karena, saat itu, Baekhyun memang bodoh.

Chanyeol menolongnya.

Ia menghajar semua orang-orang itu. Mengembalikan semua uangnya yang dirampas. Membereskan buku-bukunya yang berserakan. Membersihkan seragam Baekhyun sebisa mungkin. Lalu, membelikannya tteokbokki.

Ucapannya setajam silet. Tapi, perlakuannya selembut kapas.

"Jika kau diganggu lagi, kau harus membalas, mengerti? Jika tidak, mereka akan terus menindasmu! Hari ini mungkin ada aku yang menolong, tapi besok? Lusa? Minggu depan? Pertahankan apa yang memang milikmu!"

Seperti itu pertemuan pertama mereka yang sesungguhnya. Dan Baekhyun tidak bisa melupakan Chanyeol sama sekali. Setelah kejadian itu, dia mendaftar kelas hapkido. Ilmu yang didapat, Baekhyun gunakan untuk melindungi diri sendiri serta mempertahankan miliknya, seperti yang Chanyeol perintahkan.

Lalu, mereka tak pernah bertemu lagi.

Baekhyun memang bisa melindungi diri serta mempertahankan kepunyaannya di luar. Namun, ketika ia di rumah, semua itu tak berlaku. Ia tetap membiarkan dirinya babak belur. Membiarkan Ayahnya merampas semua kebahagiaan yang ia punya. Baekhyun tidak masalah. Sungguh. Ia hanya harus menyimpan kenangan Chanyeol di dalam hatinya, maka semua akan baik-baik saja.

Lagi pula, topengnya sudah cukup bagus.

Tidak pernah ada yang curiga.

Kebohongannya pun selalu masuk diakal.

Baekhyun tak akan membiarkan teman-teman sekolahnya untuk mengetahui alamat rumahnya, agar mereka tidak melihat betapa menyedihkannya ia saat diperlakukan kasar oleh sang Ayah.

Mereka tidak perlu tahu.

Kemudian, pertemuan kedua mereka, adalah ketika masa orientasi mahasiswa baru se-universitas.

Baekhyun tidak menyangka bahwa mereka akan bertemu lagi. Dia kira, saat itu adalah yang pertama sekaligus yang terakhir. Chanyeol tak berubah. Telinganya masih seperti peri. Matanya masih besar dan tajam. Namun, ia lumayan kaget karena tinggi Chanyeol yang sekarang sangat berbeda jauh darinya. Untuk tubuh yang semakin besar, Baekhyun entah kenapa tak heran.

Ucapan-ucapan Chanyeol masih setajam dulu. Dia satu-satunya mahasiswa baru yang bebal dan paling sering membantah senior. Bahkan, membalas mereka dan lebih garang. Hal itu malah terlihat lucu di mata Baekhyun.

Dari badge nama yang terkalung di leher, Baekhyun mengetahui bahwa Chanyeol merupakan mahasiswa baru Jurusan Arsitektur. Dia kembali tidak heran, ketika mendapati pria itu masuk ke Jurusan yang tergabung dalam Fakultas Teknik.

Bagi Baekhyun, orang seperti Chanyeol adalah tipe yang mudah untuk ditebak.

Selama ia amati, Baekhyun juga sadar, ketika Chanyeol diperintah dengan nada yang lebih lembut, maka dia akan menurut dan berperilaku seperti anak baik. Sifat galak dan bebalnya hanya akan keluar ketika para senior itu membentaknya tanpa alasan yang jelas.

Baekhyun tak sanggup untuk tidak tersenyum tiap melihat Chanyeol. Namun, ia belum memiliki kesempatan menyapa pria itu. Mungkin nanti. Setelah semua hal merepotkan ini selesai.

Nyatanya, semua hal merepotkan itu terus berjalan hingga bulan-bulan awal perkuliahan. Beradaptasi, hal yang lumayan sulit. Kuliah sangat berbeda dengan sekolah menengah. Di sini, serba individual. Namun, Baekhyun bisa melewati itu.

Kemudian, pertemuan mereka yang kesekian, adalah di keramaian bunkasai.

Chanyeol melihatnya.

Dengan tangan yang memegang bungkus takoyaki. Tubuh tinggi menjulang yang ia miliki begitu mencolok. Rambutnya disapu angin. Membuat Baekhyun berdebar kencang.

Saat itu, Chanyeol sungguh terlihat tampan.

Tatapan mereka diputus sepihak. Baekhyun yang melakukan. Tangannya mengepal. Ini kesempatannya. Tidak harus menjadi teman. Dia hanya harus berterima kasih.

Sipit itu kembali tertuju pada si jangkung. Kakinya melangkah untuk mendekat.

Pundak ditepuk dua kali. Pria tinggi itu menoleh.

"Hai."

Baekhyun harap, senyum lebarnya ini tidak terlihat aneh untuk Chanyeol.

TampangBaekhyunCantik

Silakan baca [1] PREMAN [ChanBaek] terlebih dahulu.

[2] PANGERAN [ChanBaek][SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang