"Daddy..." Satu kata yang membut sang pengucap ingin menerkam orang - orang yang duduk di dalam ruangan dengan piagam piagam penghargaan terpajang rapi. Memperlihatkan seberapa hebatnya orang - orang yang menghuni bangunan ini.
Masih berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana seragamnya, mata tenang Alexi setia memperhatikan pria paruh baya yang sedang berjalan dengan aura sama tenangnya juga.
"Loong time no see, son!" Pria paruh baya itu menepuk bahunya dua kali dengan senyum cerah yang sudah lama tidak Alexi lihat.
"I'm sorry, Dad. Aku sudah merepotkanmu."
Tawa dengan di iringi usapan di kepala Alexi adalah jawaban tanpa kata - kata. Mata Melvin, Ayah Alexi menyorotkan tanda bahwa dia bangga pada putranya.
Langkah mantabnya membuat tiga orang yang ada di dalam ruangan menoleh pada dua sosok berbeda generasi. Salah satu diantaranya mempersilahkan Melvin duduk dengan kesopanan luar biasa, sedangkan dua orang lainnya tersenyum sopan sebagai salam.
"Maaf sebelumnya sudah menyita waktu Anda untuk pertemuan ini, Mr. Dirgantara." Kepala sekolah itu kembali mendudukan pantatnya pada sofa yang tersedia.
"It's okey, saya senang bisa duduk di sini untuk putra saya. "
Alexi menundukan kepalanya dengan memijit pelipisnya pelan. Rasa bersalah dan tidak suka membanjirinya. Lagi, lagi dan lagi dirinya membuat ayahnya repot karena masalahnya.
"Sebenarnya pada pertemuan kali ini dan alasan kenapa saya sangat ingin bertemu dengan Anda tanpa diwakili pak Mario, karena dengan terpaksa kami pihak sekolah harus mengembalikan Valerian Alexi Dirgantara pada orang tuanya."
Dahi Melvin berkerut menatap kepala sekolah dengan penuh pertanyaan, "maksud Anda?"
"Alexi dikeluarkan dari sekolah ini karena putra Anda sudah melanggar aturan - aturan sekolah dan kasus paling berat yang dibuat oleh Alexi adalah membully atau melakukan kekerasan fisik pada salah satu siswa kami yang bernama Febri Hermawan."
"Kau benar - benar melakukan itu, Nak?"
"I'm sorry, Dad." Ucap Alexi kedua kalinya.
"Baik saya mengerti, pak kepala sekolah. Mungkin sudah banyak dan sudah tidak bisa lagi di tolerir akan apa yang sudah putra saya lakukan selama bersekolah disini. Saya berterima kasih pada sekolah ini sudah mau untuk mendidik anak saya dengan baik selama dia bersekolah disini." Melvin mengusap bahu Alexi yang duduk disampingnya persis, memberi tahu pada putranya tidak ada yang perlu dicemaskan.
"Sekali lagi kami minta maaf, Mr. Dirgantara jika menyerah untuk mendidik putra Anda. Saya juga sangat berterima kasih atas waktu yang Anda luangkan untuk pertemuan ini."
Orang - orang yang ada di ruangan itu bangkit untuk memberi salam pada Melvin yang bersiap untuk meninggalkan ruang kepala sekolah.
Hari ini, tepatnya pada tanggal 15 Mei, Valerian Alexi Dirgantara resmi dikeluarkan dari sekolahnya karena membully atau melakukan kekerasan fisik pada Febri Hermawan. Tepat hari ini resmi dirinya dikeluarkan untuk ketiga kalinya dalam 10 bulan belakangan.
"Sudahlah, tidak perlu merasa bersalah seperti itu. Bukankah ini sudah pernah terjadi? Jadi tidak perlu menyesalinya atau merasa bersalah, yang harus kau lakukan sekarang adalah bagaimana dirimu bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. " Dirangkulnya Alexi yang kini tingginya sudah sama sepertinya. Orang - orang yang berlalu lalang mencuri pandang pada dua manusia yang berjalan beriringan itu.
"Maafkan aku sudah mengecewakanmu, Dad."
"Apa aku pernah mengatakan itu? Apakah aku pernah mengatakan jika aku kecewa padamu? Tidak, son! Kau tetap putra kebanggaanku! Aku yakin kau memiliki alasan untuk menghajar orang itu." Senyum bijaksana dan rangkulan hangat Melvin berikan pada Alexi, putra kebanggaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Will be Destroyed
Ficção AdolescenteIni kacau. Benar - benar kacau bahkan untuk mengubah seperti sebelumnya terasa sangat mustahil. Namun dari semua masalah, kekesalan, kekecewaan dan kekacauan yang terjadi dalam kehidupannya akan tetap dia dekap hangat. Kekacauan ini dimulai dari ap...