Bag!an 6

165 16 1
                                    

Carlos duduk disebelahku, ia menceritakan tentang kekuatannya yang bisa mengendalikan sesuatu dari jarak jauh, ia dengan isengnya mengangkat rok seorang gadis dan sialnya gadis itu tahu, sehingga pemuda albino ini dihadiahi tamparan yang paripurna.

Aku terkekeh sembari menatapnya jenaka, salah siapa iseng, disini kan penuh dengan pertahanan juga penyerangan. Carlos mengusap pipinya yang memerah, ah bahkan sangat memerah.

Merasa kasihan melihat ia kesakitan, aku mendekat, menyentuh pipinya ia sedikit terkejut namun kemudian terdiam akan rasa hangat yang aku salurkan, ia tidak merasa sakit lagi.

"Wahhh, hebat!" Ia bertepuk tangan terkagum, memangnya selama ini belum ada yang memiliki kemampuan sepertiku ya?

"Bagaimana kau melakukannya?" Ia bertanya antusias, semakin dilihat-lihat ia sangat cocok dengan Felicia. Sifatnya sama sama hyperaktif, akan kukenalkan mereka saat kelas berakhir.

Aku mengangkat bahu malas, "hm, kemampuan."

Ia masih mempertahankan wajah kagumnya, "jika kekuatan?" Tanyanya tak sabar.

Aku menghela nafas, kenapa semua orang menanyakan hal ini? "Tidak punya," aku menjawab malas.

Carlos mengernyit, "halah bohong!" Tuduhnya dengan wajah jenaka, ingin sekali aku membenturkan wajahnya di aspal.

Memangnya aneh ya jika kaum Zeouse tidak memiliki kekuatan, aku mengangkat bahu tidak peduli. Carlos mengangguk mengerti, namun kembali tersenyum, "kau tidak menanyakan kemampuan ku?"

Aku mengernyit, "memangnya perlu?" Carlos malah memanyunkan bibir merasa kesal.

"Karena aku baik, aku beritahu saja, kemampuanku adalah," ia membuat suara seperti backsound film yang menegangkan, "melihat masa depan," jawabnya dengan berbisik.

Aku sedikit terkesima, jika ia benar, maka itu luar biasa, kini aku yang menatapnya penasaran, "aku perlu bukti."

"Ah, benar, semua harus disertai bukti, seperti kutipan dari heartdeath 'kebenaran tanpa bukti hanyalah secarik kepalsuan' bener kan?" Ia mengangkat kedua alisnya naik turun, merasa bangga dengan dirinya sendiri.

Aku sedikit takjub ia mengetahui itu, lalu kembali ke wajah semula ketika ia menyombongkan dirinya sendir, Carlos memang telah terlampau percaya diri dari lahir.

"Tapi maaf, Pio. Itu di luar kehendakku, aku tidak bisa melihat apapun semauku, karena aku bukan tuhan," ia mengelus puncak kepalaku, eh apa-apaan ini? Ingin protes aku sadar itu sia-sia. Jadi kubiarkan saja.

"Berilah contoh apa yang pernah kamu lihat dan sungguh terjadi," aku masih penasaran, ah mungkin aku akan menulis novel dengan tema ini lain kali.

Carlos nampak berpikir keras, padahal itu bukan hal yang harus dipikirkan dalam-dalam, "dulu ketika aku berumur 8 tahun, aku melihat pesawat yang akan aku dan keluargaku tumpangi jatuh karena masalah cuaca, lalu aku bercerita pada keluargaku, menyuruh mereka membatalkan penerbangan, tak ada yang lercaya kecuali ayah dan ibu,"

Mereka tetap melanjutkan perjalanan sedangkan aku, ayah, dan ibu kembali pulang, keesokan harinya berita tentang pesawat jatuh telah disiarkan di televisi," jawabnya mulai bercerita, aku mengangguk mengerti, itu nampaknya pengalaman kelam karena ia kehilangan banyak kerabatnya.

"Bukankah jika kamu bisa melihat masa depan, akan tak ada kesialan yang bisa menimpamu?" Aku bertanya dengan mimik tak berubah sejak ia mulai bercerita.

Carlos menggeleng, "sesekali aku bisa mengubahnya dengan efek kupu-kupu, tapi takdir adalah takdir, itu sudah kehendak yang diatas, sekuat apapun aku memngubahnya, jika itu telah menjadi takdir mereka, aku tidak bisa apa-apa," jawabnya dengan tersenyum.

Tapi ia benar juga, jika semua bisa diubah, maka untuk apa takdir ada?

🦋

Academy of TalentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang