Bag!an 13

146 12 0
                                    

"kalian tahu pembantaian Zeouse lima puluh tahun silam?" Mr. Gioby duduk dengan tenangnya di atas gumpalan asap. Kami semua menggeleng karena tidak tahu sama sekali.

"Akan saya ceritakan sejarah paling menyeramkan yang menimpa kaum Zeouse," ia mengambil jeda seolah akan bercerita panjang lebar. Jika ini sejarah biasa yang ada di dunia awal, pasti aku mengantuk dan berakhir tertidur sampai pelajaran berakhir, namun tentang kaum Zeouse lebih dalam, aku merasa sangat tertarik.

"Lima puluh tahun yang lalu, kaum Zeouse di negeri Zeo mengalami musim pancaroba yang diakibatkan oleh panas matahari yang tidak wajar selama berbulan-bulan, bahkan air bersih sulit untuk ditemukan,"

"Kemudian di saat yang sulit itu, kaum Deade merencanakan penyerangan ketika sistem keamanan goyah. Mereka berbondong-bondong masuk dengan bantuan para penghianat di negeri Zeouse lalu secara membabi buta membunuh kaum Zeouse untuk diambil kekuatannya."

Suasana tampak lenggang, mereka semua terdiam menganggapi penjelasan Mrs. Gioby.

"Kalian tahu berapa dari mereka yang tewas?" Semuanya menggeleng tidak tahu, "lebih dari 1000 jiwa," lanjutnya membuat nafas kami tercekat.

"Kemudian seorang pria misterius datang, langkah kakinya bahkan mengguncang negeri, ia menebas kepala Kaum Deade dengan sekali hentakan lalu menghilang begitu saja seolah bumi menelannya mentah-mentah," Mrs. Gioby tersenyum jumawa, "sampai sekarang tak ada yang mengetahui tentang seluk-beluknya."

Seorang gadis berambut merah mengangkat tangan, "untuk apa kaum Zeouse menjadi penghianat? Toh, mereka juga akan mati karena Deade."

Mrs. Gioby tersenyum, "akan saya jelaskan jika sudah waktunya," jawabnya membuat si gadis mengangguk paham.

Kelas selesai, semuanya membuyarkan diri. Saat ingin beranjak, segerombol wanita mencegahku bahkan satu dari mereka mendorongku kembali duduk.

"Hei tanpa kekuatan, kau memalukan sekali, benarkah kau kaum Zeouse? Kurasa kau lebih pantas berada di kaum netral yang lemah," gadis itu berambut biru legam, aku tahu, ia pemilik kekuatan es, kurang ajar sekali dia.

Aku memandangnya malas dari atas ke bawah, ia cantik, tapi kurang dididik. Apa aku harus repot-repot mendidik gadis sembrono ini? Untuk apa, sedikitpun aku tak peduli, bahkan untuk membalas ucapannya, terlalu melelahkan.

"Kau bisu?" Ia menarik daguku menatap matanya, wah dia persis nenek sihir, "ah, bahkan organ tubuhmu beraroma busuk."

Aku mendecih, ia sengaja memancingku, oh tidak semudah itu ferguso. Kujauhkan wajahku dari tangannya lalu, menopang dagu menatapnya tak berminat.

Melihat aku yang tak terpengaruh, sepertinya membuat ia geram. "Kau tidak tahu malu ya, dasar lemah."

"Lemah? Aku bahkan bisa mengalahkanmu tanpa kekuatan dasar nenek lampir," Aku membalasnya, tapi dengan ekpresi datar tak berminat.

Wajahnya memerah, sepertinya ia marah, tapi kenapa? Ah aku tidak peduli, aku hanya ingin kembali ke kamar lalu membaringkan tubuh lelah ini.

Tangannya terangkat ingin menamparku, namun seseorang mencekal tangannya membuat penyihir ini mengurungkan niat.

"Lepaskan aku!" Teriaknya pada orang tersebut. Aku sebenarnya malas melirik siapa yang menahan tangan penyihir ini, tapi entah kenapa aku melirik mendapati si pria berantakan yang melakukannya.

Masih dengan tampang datarnya, ia melepaskan cekalan pada tangan si penyihir. Aku menatapnya dengan wajah tanpa dosa lalu menopang dagu seolah melihat pertunjukan.

Tapi yang aku harapkan tidak terjadi, gadis penyihir itu malah berbalik arah terburu-buru, sepertinya ia takut pada si pria berantakan.

Arez menarik tanganku hingga membuatku berdiri, karena malas, aku kembali duduk, ia menatapku heran seolah bertanya kenapa aku kembali duduk.

"Aku malas, biarkan aku duduk sebentar, bicara banyak itu melelahkan," aku menopang dagu menatapnya yang ikut duduk di sebelahku.

Pria berantakan ini kenapa?

🦋

Academy of TalentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang