Ketika aku tiba di lahan pertanian yang ku sewa. Aku hanya bisa menghela napas kecewa. Lahan benar-benar tidak terawat. Lahan telah ditumbuhi oleh semak belukar setinggi mata kaki. Namun, jika melihat akses dari lahan yang memiliki sumber mata air berupa aliran sungai kecil (lebarnya tak lebih dari 1 meter) di dekatnya, setidaknya hal itu mengobati kekecewaan ku.
Setelah mengganti pakaian dengan pakaian petani yang barusan ku beli dari toko Hector. Aku memutuskan terlebih dahulu membersihkan semak yang ada dengan menggunakan sabit. Kemudian membuat lahan lebih bersih dengan menggunakan cangkul.
Lahan ku buat berukuran 1x1 meter per lubang tanam dengan sembilan lubang tanam dalam satu petak lahan berukuran 3 x 3. Setidaknya aku menyelesaikan penanaman sekitar dua jam untuk dua petak lahan yang ditanam dengan bibit biji turnip.
Aku tinggal merawat tanaman ini selama seminggu, dengan melakukan penyiraman dan pembersihan lahan secara teratur. Niscaya kehidupan ku akan berjalan dengan baik di dunia yang baru ini.
Setelah pukul tujuh aku memutuskan untuk mandi di sekitar aliran sungai. Air sungai terlihat bersih dan jernih. Bahkan, aku bisa melihat beberapa ekor ikan berenang di aliran sungai itu, ku pikir itu ikan masutrout. Meskipun, agak sedikit mengecewakan aku karena aku sama sekali tidak memiliki sabun atau semacamnya untuk membersihkan badan. Namun, setidaknya tingkat kebersihan dari membasuh tubuh dari air ini tidak terlalu mengecewakan.
"Sudah waktunya kembali 'kah..." gumam ku sambil menatap langit yang senja.
Saat aku melangkahkan kaki ke desa suasana sudah menjadi cukup gelap. Namun, desa yang diterangi oleh lampu kristal memberi bantuan penerangan yang cukup layak. Beberapa penduduk desa terlihat kembali ke kediamannya masing-masing. Suara jangkrik dan serangga terdengar nyaring pada malam itu. Suasana yang tidak akan bisa ku dapatkan di tengah kota semacam Tokyo.
Di tengah perjalanan aku bertemu dengan Shirasaki Nanana, wakil ketua osis. Penampilannya terlihat agak lusuh dan berantakan dari biasa, dia tersenyum ramah begitu ia melihatku.
"Kisaragi Shoutarou, 'kan?"
Heh?
Aku tidak tahu wakil ketua osis mengetahui namaku, pikir ku."Bu.. bukankah kamu adalah Shirasaki-senpai wakil ketua osis?"kataku ragu.
Itu jelas. Aku bukanlah orang yang dikenal cukup banyak orang. Sedikit memiliki teman dan yang pasti ini menjadi keajaiban jika Shirasaki Nanana mengetahui namaku.
"Sudah ku duga ternyata memang kamu adalah Shoutarou. Apa yang kamu lakukan sehingga kamu pulang larut seperti ini?"
Shoutarou?
Langsung memanggil nama depan pria yang baru dikenal? Apakah gadis ini memang selalu bersikap akrab seperti ini kepada orang lain?
"Ah... itu, saya baru saja menyelesaikan beberapa penanaman bibit di lahan pertanian yang saya sewa."
"Ah ternyata itu. Cukup jarang mendapati siswa yang memulai hal dari pertanian hari ini."
"Ha ha...kurasa begitu. Lalu, Shirasaki-senpai. Bukankah kamu juga pulang terlalu larut? Apakah kamu memiliki sesuatu untuk dikerjakan juga?"
Shirasaki hanya menghela napas.
"Sebenarnya aku baru pulang dari berburu di hutan timur desa. Jadi, aku pulang agak larut seperti yang kau lihat..."
Apa?
Bagaimana mungkin gadis ini bisa berburu? Bukankah kau membutuhkan semacam pembelajaran untuk mendapatkan kelas sebelum melakukan hal berbahaya itu?"Itu. Bukan kah itu sedikit berbahaya..?"
Shirasaki berekspresi lesu.
"Kurasa juga demikian. Saat aku berburu aku hanya mampu menjatuhkan lima buruan jenis Coconut Monster. Ku pikir untuk masuk kedalam hutan lebih jauh sedikit agak berbahaya. Jadi, itulah sebabnya aku pulang agak larut. He he..." katanya sambil tertawa kecil.
Kau pulang larut dan hanya mendapatkan lima monster Coconut? Apakah aku tidak salah? Bukankah itu salah satu monster yang memiliki peringkat paling lemah seperti yang tertulis di buku? Jangan katakan padaku manusia dari bumi lebih lemah dari monster semacam Coconut.
"Ini tidak seperti aku lemah atau semacamnya. Hanya saja aku agak tersesat di kedalaman hutan. Jadi, aku lebih banyak menghabiskan waktu mencari jalan pulang. Jadi, etooo sedikit memalukan memang..." katanya dengan kuping memerah, kurasa dia menahan rasa malu setelah tersesat di dalam hutan.
Kau tersesat rupanya. Ku pikir monster lemah semacam Coconut merepotkan mu.
"Ah...begitukah..haha,"
Namun, saat tengah perbincangan kami.
*Gryuuuu
Suara perut keroncongan terdengar keras dan merusak suasana. Ketika aku memperhatikan dan mencari asal suara. Aku mendapati Shirasaki-senpai dengan wajah merah seperti apel matang menundukkan kepalanya.
Jangan katakan suara barusan berasal dari gadis malang ini, teriak batinku.
"Ini tidak seperti aku kelaparan atau semacamnya...hanya, ketika aku tersesat aku sama sekali tidak dapat menemukan sesuatu di tengah hutan untuk dimakan. Jadi, lupakan suara barusan," tampik nya seperti seorang gadis dengan karakter tsundere moe.
Apa-apaan baris katamu itu barusan? Bukankah karakter mu sekarang lebih dekat sebagai seorang gadis tsundere?
Jangan katakan kalau kau adalah karakter tsundere seperti dalam anime. Dan apa lagi itu kelaparan atau semacamnya? Tidak bisakah kamu jujur pada perutmu yang baru saja berbunyi itu?*Gryuuu
Sekali lagi suara perut keroncongan kembali terdengar. Aku menatap sambil tersenyum kecut pada Shirasaki-senpai dan dia terlihat menundukkan kepala sangking malunya. Beberapa kabut asap terlihat muncul dari atas kepalanya. Itu terlihat seperti suasana menahan malu yang bukan kepalang dalam anime, meskipun.
"Ano...senpai jika anda mau saya memiliki beberapa bungkus biskuit di sini," kataku sambil mengeluarkan biskuit pemberian Sasha dari inventori ku.
"Itu tidak seperti aku kelaparan, jadi tidak usah dipikirkan suara barusan. Ku pikir itu suara kodok yang hendak memanggil hujan. Iya itu pasti kodok...kodok," tampik nya lagi.
Bagaimana bisa aku melupakan itu? Keroncongan perutmu lebih dari sekali. Dan dari tadi hanya ada suara jangkrik dan hari ini cukup kering untuk seekor kodok yang mengundang hujan. Dan jangan lupa kamu sebelumnya mengatakan kamu tidak dapat menemukan makanan di tengah hutan. Pembohong buruk.
*Gryuuuu
Namun, perutnya tidak bisa berbohong seperti mulutnya. Untuk kesekian kali suara perut keroncongan kembali terdengar.
Aku hanya menyerahkan biskuit itu ke tangan Shirasaki-senpai yang tertunduk malu.
"Aku masih memiliki cukup biskuit untuk diriku sendiri. Jadi, tidak usah sungkan senpai. Kalau begitu saya akan pergi duluan."
Hanya itu perkataanku sebelum berjalan cepat meninggalkan Shirasaki-senpai dengan biskuit di tangannya. Jika aku berdiri di sana dan menunggunya memakan biskuit-biskuit itu, kebanggaannya sebagai salah satu wanita cantik di akademi akan luntur dalam sekejap. Kuharap dia akan lebih jujur pada dirinya sendiri setelah aku meninggalkannya.
*Gryuuu
Aku mendapatkan suara perut keroncongan yang sama dengan gadis malang tadi.
Namun, itu hal yang wajar mengingat aku belum makan siang sepanjang hari ini. Jadi, sambil berjalan ku ambil dan santap biskuit pemberian dari Sasha."Cokelat 'kah?" gumam ku sambil menikmati biskuit di tangan dan berjalan santai pulang ke shelter.
YOU ARE READING
Outworldly Saga
FantasyManis? Entahlah, yang jelas senyum gadis itu setara dengan kebahagiaan seorang pria. Aku tidak dapat berpikir lagi. Tertegun, terpesona dan tersihir akan penampilan gadis di atas podium. Ini adalah rutinitas biasa bagi kami para siswa akademi Ryuin...