Setelah berpisah dengan Sasha aku memutuskan pergi untuk mandi di dekat danau. Beberapa siswa terlihat melakukan hal yang sama. Dengan baju basahan beberapa anak perempuan juga berenang di pinggiran danau. Terdapat juga anak laki-laki yang menikmati pemandangan indah ketika para siswa perempuan membasahi diri mereka.
Saat aku berdiri dan membasuh tubuh dengan handuk yang kudapat dari Hector sebagai bonus pembelian pakaian petani kemarin, Shirasaki Nanana berjalan menghampiri ku.
"Shoutarou, bisakah kita mengobrol sebentar?" tanya Shirasaki-senpai.
Dengan handuk yang menggantung di lehernya, Shirasaki meminta ku pergi bersamanya. Aku memperhatikan sekeliling dan mengangguk pelan.
Kami berjalan menuju sebuah pohon besar di tepi danau.
"Soal kemarin. Aku sangat berterimakasih padamu, Shoutarou. Sebagai balasan aku memberikan mu ini," kata Shirasaki-senpai begitu ia berhenti melangkah kemudian menatap ku dengan ekspresi serius di wajahnya.
Shirasaki mengambil sebuah bungkusan dari inventori nya. Aku tidak tahu benda apa itu. Namun, ku pikir itu adalah makanan atau sejenisnya.
" Terimalah ini sebagai bentuk balas budiku untuk biskuit kemarin," lanjutnya.
Aku hanya meraih pemberian dari Shirasaki-senpai tanpa berkomentar dan bertanya
tentang benda apa itu."Dan lagi, bagaimana kau bisa teledor melewatkan makan siang mu?"
Aku baru sadar aku belum mengkonsumsi apapun sejak pagi tadi. Meskipun, sebelum perjalanan pulang ke desa Gerald memberikan beberapa potong sashimi sebagai makanan perkenalan. Kurasa itu belum cukup dikatakan sebagai makan siang.
"Jadi, kau tahu. Aku mengamankan satu piring makan siang untukmu. Sekali lagi jangan melakukan hal itu lagi," kata Shirasaki-senpai mengingatkan seperti dia adalah ibuku.
Shirasaki juga memberikan satu piring kare dan sendok untuk makan.
"Ah, senpai... terima kasih. Maaf merepotkan mu, aku benar-benar sedikit melupakan tentang makan siang."
"Jangan terlalu dipikirkan. Lagipula, jika kau melewatkan makan siang kau bisa memberi tahu kepadaku. Jadi, aku bisa mengantarkan makan siang mu ke areal pertanian yang telah kau sewa."
Eh?
Benarkah? Bukankah Shirasaki-senpai benar-benar terlalu perhatian padaku sekarang? Apakah dia mungkin adalah kakak perempuanku yang terpisah dan baru bertemu sekarang? Kurasa itu tidak mungkin."Ah...soal itu. Ku pikir itu akan merepotkan mu senpai? Biar bagaimanapun senpai memiliki banyak urusan sebagai wakil ketua osis. Ku rasa aku hanya perlu untuk tidak melupakan jadwal makan siang lagi."
"Begitukah..." dia sedikit kecewa mendengar jawabanku.
"Oh ya. Kami telah membuat jadwal untuk semua murid. Kamu mendapat jadwal sebagai pencari kayu bakar di minggu kedua tiap bulannya. Apakah kamu memiliki masalah tentang pengaturan itu?"
Aku melambaikan tangan.
"Tidak masalah, aku sama sekali tidak masalah."
"Syukurlah kalau begitu. Oh ya soal piring dan sendok dapat kamu bawa pulang. Kamu harus membawa itu lagi saat mengambil makan siang besok. Jadi, sampai bertemu lagi," kata Shirasaki-senpai sambil memberi sinyal dia akan pergi meninggalkanku.
"Sampai jumpa besok, senpai," balasku.
Begitu tiba di kamar, segera ku santap kare pemberian Shirasaki-senpai. Rasanya cukup enak mengingat itu dibuat oleh siswa sekolah menengah atas. Setelah aku selesai memakan kare dan membersihkan piring, pintu kamarku diketuk dan tamu asing datang ke kamar ku pada waktu menjelang larut malam.
YOU ARE READING
Outworldly Saga
FantasyManis? Entahlah, yang jelas senyum gadis itu setara dengan kebahagiaan seorang pria. Aku tidak dapat berpikir lagi. Tertegun, terpesona dan tersihir akan penampilan gadis di atas podium. Ini adalah rutinitas biasa bagi kami para siswa akademi Ryuin...