Dua

13 9 0
                                    

'srrkk cwarr'

semua barang di meja itu jatuh dan berserakan. Tak aneh lagi dengan sikap bos yang semena-mena. Ingin sekali aku mengundurkan diri dari tempat ini. Tapi, pilihannya cuma ada disini atau mati. Huh, menyebalkan.

“Bangsatt!” umpatnya. “Kau mengurus satu anak saja tidak becus! Bagaimana dia bisa kabur, huh! Anak itu bisa saja membeberkan rencana yang kita buat selama ini! Sia-sia uang yang ku keluarkan jika rencana ini tersebar. Kenapa kau tidak langsung membunuhnya dari dulu, sih!?”

“Maaf tuan, tapi ada kemungkinan ia belum mengetahui rencana itu. Pak Mer mungkin sudah mati duluan sebelum berkata pada anak itu. Anak itu bukan siapa-siapa tuan, lagipula ia tertembak saat kabur tadi. Bisa saja ia sudah mati dihutan.”

“Kau pikir kenapa anak itu bungkam huh!? Temukan dia atau aku akan membunuhmu! Bawa dia kesini hidup ataupun mati!” setelah mengatakan itu ia pergi membanting pintu.

Huft. Aku kembali ke ruang kerja dan memberikan instruksi menangkap anak itu. Aku ke ruang keamanan dan memeriksa cctv di gerbang. Ia pergi ke selatan. Aku memecah anggota menjadi empat tim dengan empat mata angin. Aku pergi ke arah selatan dengan beberapa orang lain. Kuamati keadaan hutan. Sepi. Ini terlalu malam untuk pemburu berburu.

“Alex, kau menemukan sesuatu?” tanyaku.

“Tidak Vi, tidak ada apapun disini. Mungkin ia pergi ke arah lain.”

“Tapi aku yakin sekali ia ke sini. Ahh, darah. Kita harus mengikuti kemana arah darahnya. Semuanya! Kita telusuri dari awal!”

Kami memulai dari jejak darah yang ditinggal kan. Kurang lebih tiga jam dari kejadian, darahnya mulai mengering. Kami mencari hingga berakhir di semak kosong. Sial! Dia berhasil lolos. Kami kembali ke markas. Aku terduduk lesu di meja. Aku frustasi. Apa lebih baik mati daripada harus bekerja dengan bos bangsat seperti pak Sam. Katanya calon menteri pertahanan, tetapi apa, kerjanya hanya berleha-leha di club. Bila ada kesalahan, pekerjanya kena damprat. Bos bangsat!

Aku pergi keruang kerja pak Sam. Samuel Harrison. Pria paruh baya yang akan menjabat sebagai menteri pertahanan. Ia bekerjasama dengan Gioseto Pramono, mantan presiden untuk kembali menguasai negara. Politik dalam negeri sungguh menyeramkan. Yang jujur bakal ajur.

“Hahahaha, baiklah akan ku usahakan secepatnya!” sambunga telepon terputus ketika aku memasuki ruangan.

“Maaf pak, sandera berhasil kabur. Kami tidak bisa menemukan nya. Saya akan membuatnya menjadi buronan, dan kita bisa memberi hadiah untuk orang yang membawanya pada kita.” laporku sambil merunduk. Tak berani melihat wajah pak Sam.

“Sialan! Kerjamu tak becus!” bentak pak Sam. Ia mengeluarkan pistol dan mengongkangnya. Ia mengarahkan pistol itu ke jantungku dan jarinya menari indah siap menekan pelatuk.

Aku berusaha tenang. Mungkin memang ini yang seharusnya. Aku memang pantas mati. Aku siap mati! Kutatap pistol tersebut. Aku tidak takut. Jari pak Sam menekan pelatuk. Dor. Suara bising tembakan menggema. Mataku terpejam rapat-rapat. Apakah aku sudah mati? Tidak buruk juga.

“Hahahaha. Kau pikir aku akan membunuhmu? Kau masih bisa dipekerjakan, namun keluarga mu. Yah, kau tau lahh. Sekarang, bila kau melakukan kesalahan lagi keluargamu yang kena imbasnya! Lupakan sandera itu, sekarang persiapkan pesta untukku!”

“Baik pak!” aku pergi keluar ruangan. Pantas saja aku bisa bebas, rencana nya mulai berhasil. Sebentar lagi ia akan menjadi penguasa negara. Huh. Segera kupersiapkan pestanya.

Rabu, Pukul 03:47

Mataku berat. Sudah enam gelas kopi ludes padaku tak mampu membuat ku terjaga lebih lama. Aku lembur hari ini. Pesta ini mungkin hukuman untuk ku. Ku selesaikan dengan cepat kendati aku juga harus tidur setidaknya satu jam. Ku simpan ponsel ku setelah menghubungi beberapa orang untuk tempat dan lainnya. Besok pukul delapan pesta dimulai. Aku memasang alarm pukul enam dan langsung tertidur.

light in the darkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang