4- Ne

7 3 0
                                    

Jo: Panitia kan kumpul jam 2. Mau jalan-jalan dulu gak?

Gue memberanikan diri untuk mengirimkan pesan tersebut kepada Neyra.

Keadaan kemarin sudah cukup baik. Gue mau membuatnya menjadi lebih baik lagi.

Jujur, tak ada harapan sedikitpun agar hubungan kita seperti dulu. Gue cuma mau meminta maaf dan memperbaiki yang telah terjadi.

Ne: Boleh

Ne: Gue tunggu depan komplek

Jo: Otw sekarang. Depan komplek ya, Ne. Jangan lama lo.

Dari kejauhan, gue melihat Neyra sedang berdiri persis didepan tugu komplek rumahnya.

Tingginya sangat pas dengan balutan sneakers painting buatannya.

Gue membunyikan klakson dan langsung disambut senyuman hangat dari Neyra.

"Tumben banget lo mau keliling tanpa tujuan."

"Udah naik aja. Ikhlas gak sih lo nemenin gue?"

"Kalo gak ikhlas gue udah turun dari tadi!" ketus Ne.

"Tau gak sih, Jo? Gue kangen banget sama Hans. Eh jadi inget waktu lo cemburu sama Hans gara-gara kita sering chatan."

Gue tertawa.

"Lagian sih lo, Ne. Gue kan lagi cerita sama lo, eh lo malah asyik chatan sama Hans."

"Kabar Hans gimana sekarang?"

"Lo nanya gue?"

"Gue cuma lagi bonceng lo, Neyra."

"Tumben banget nanyain. Biasanya gak peduli."

"Sok peduli aja sih sebenarnya."

Neyra mendorong bahu gue.

"Sembarangan banget nih anak pukul bahu orang. Katanya lo pinter, Ne, gak tahu kriteria penumpang?" ucap gue sok tahu.

"Ngomong apaan sih murid kesayangannya Bu Alexa?" Neyra tertawa terbahak-bahak.

"Asli deh Ne. Gue pernah diinterogasi sama Bu Alexa. Katanya gue pake jurus apaan kok bisa jadi pacar lo. Terus beliau nanya-nanya dah, takut banget gue aneh-aneh kayaknya."

"Muka lo udah aneh, Jo. Makanya beliau curiga."

Ngiiiiikkkkkk

Gue mengerem motor secara tiba-tiba.

"Lo tunggu sini!" seru gue kepada Neyra.

"Jo, are you okay?" teriak Neyra yang tak gue gubriskan sedikitpun.

Gue berlari ke sebuah tempat makan dan memesan beberapa bungkus makanan.

Setelahnya, gue kembali berkendara ke arah yang berlawanan.

"Tadi diujung jalan sana, gue lihat ada seorang nenek. Keliatan lemes banget, Ne."

"Lo beli makanan untuk mereka?" tanyanya.

Gue tak menjawab. Hanya memberikan sedikit anggukan. Dari spion gue melihat Neyra sedang mengelap setetes air mata yang keluar tanpa diundang.

"Jangan pernah berubah ya, Jo."

Gue hanya tersenyum mendengar ucapan dari Neyra.

Jangan berubah, katanya.

Neyra turun terlebih dahulu menghampiri nenek tersebut.

Gue menyusul dengan membawakan makanan tadi. "Buat nenek."

"Makasih, dek. Tapi nenek puasa." ucapnya lirih.

Jleb!

Gue dan Neyra saling pandang.

"Kalau lagi puasa sunnah, kok nenek gak dirumah aja?" tanya Neyra.

"Harus cari nafkah. Anak harus sekolah."

"Gini aja. Nenek bawa aja makanan ini untuk anak dirumah. Buat buka puasa nanti, ini buat nenek. Sisanya semoga bisa nambah buat pendidikan anak."

Nenek tersebut terlihat bahagia. Diucapkannya banyak terima kasih kepada kami.

Gue pamit untuk pergi tapi Neyra masih berdiri dihadapannya dengan tatapan iba.

"Ne," panggilku.

Neyra mengelap air matanya dan meraih tangan nenek itu lalu bersalaman dengannya.

Diusap pucuk kepala Neyra oleh nenek tersebut.

Sepanjang jalan, gue mendengar cerita Neyra.

Tentang Neyra yang bersyukur karena terlahir dengan orang tua yang lengkap.

Tentang Neyra yang bersyukur karena bisa bersekolah tanpa membingungkan biaya.

Tentang Neyra yang bersyukur karena memiliki Jo.

Ya, Neyra bilang

"Gue bersyukur bisa kenal sama lo, Joura."

Am I a Traitor?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang