Hujan di Hari Terakhir Bulan Desember

6 0 0
                                    

     Nampaknya hari ini akan menjadi hari yang cerah. Matahari telah tersenyum terlebih dahulu sebelum Ven membuka matanya. Ya hari ini adalah harinya, Ven langsung bergegas menuju kamar mandi. Lima belas menit kemudian ia keluar kamar dengan senyuman yang terus mengembang. Hari ini ia akan berkencang dengan kekasihnya. Melewati pertambahan usia. Rambutnya dibiarkan digerai bebas, kaos putih dan jeans dibalut jaket hitam kesayangannya. Ia siap membelah jalan hari ini. Kunci motor telah di tangan, tinggal memanaskan motor lalu tancap gas, cuss.

     “Ven, pajak PUnya woy, main pergi-pergi aja.”seru sang adik laki-laki yang tak sengaja melihat Ven ketika hendak membuang sampah.

      Belum kenal ya dengan adiknya Ven ini? Namanya Patrick, bukan nama asli sih. Karena sikapnya aja yang kaya tokoh kartun teman dari Spongeboob itu. Absurt banget. Nama aslinya Muhammad Assegaf. Bisa dibilang nama yang paling islami diantara keluarganya. Sedangkan adik perempuan Lavender namanya Jasmin. Tidak heran sih kalo nama-namanya bunga. Ibunya saja namanya Bunga Harum Sari. Sudah seperti taman bunga saja deh keluarga ini.

      Kembali ke Ven, dia tentu tak menghiraukan sang adik. Memilih menjalankan motor menuju tempat favoritnya. Tibalah ia di taman belakang sekolah SMAnya dulu. Halamannya lumayan luas, dan biasanya memang sepi. Tapi inilah yang menjadi tempat favorit Ven dua tahun belakangan ini. Jangan Tanya bagaimana ia bisa masuk? Bukan memanjat dinding tentunya, bagaimanapun juga dia masih perempuan. Ven tak sanggup jka harus melakukannya. Tapi, ia telah dekat dengan ibu penjaga sekolah, jadi mudah saja ia masuk ke sini. Hingga duduklah Ven di kursi taman itu.

      “Sampai kapanpun aku tak akan pernah melupakan kenangan yang telah kamu berikan kepadaku. Mengulang cerita itu walau pahit, seperti kokain yang merusak kewarasanku, dan aku tetap bersyukur telah melewati masa itu. Setiap senyuman, tawa, sedih, serta luka itu menjadi hadiah terindah untuk hidupku. Yang mungkin akan ada rasa takut untuk kembali menyentuh ke dalam kubangan itu lagi. Namun aku bersyukur jika akhirnya aku bisa menemukan kembali pelangiku. Aku akan memperjuangkannya. Selamat tinggal masa lalu.”ucap Ven lirih. Matanya hanya menatap lurus ke depan.

     Walau rasa sakit di hatinya masih ada, namun ia tahu ia harus segera bangkit. Kini ia harus memperjuangkan cintanya lagi. Entahlah, kemungkinannya sedikit. Apakah Ustadz dapat menaruh hati padanya? Siapalah Ven jika dibandingkan dengan pria itu. Dirinya kadang merasa tak pantas, mengingat dirinya sendiri yang berantakan. Tanpa disadari Ven, dua pasang mata tengah memperhatikannya dengan serius.

     Tak lama gerimis datang, Ven pun akhirnya berdiri sambil menengadahkan wajahnya ke langit. Melepas rindu dengan tetesan air langit di hari terakhir bulan Desember. Berputar-putar menikmati air yang menetes di wajahnya, walau hanya menikmatinya sendiri tidak seperti tiga tahun yang lalu.

     “USTADZ! Aku akan berubah menjadi lebih baik. Aku akan berjuang untukmu, aku janji.”ucapnya lantang pada dirinya sendiri kemudian kembali melaju dengan motornya, tentunya setelah berpamitan dengan sang ibu penjaga.
***

     “Hey, ini dia bintang utamanya baru datang.”seru gadis berkaca mata, yang membuat seluruh mata tertuju pada seseorang yang baru datang. Ven hanya tersenyum, kemudian langsung memeluk gadis tadi.

     “Eh, kok aku nggak diajak?”

     “Aku juga mau.”

     Kemudian berbagai pelukan datang dari segala penjuru arah. Hal ini sudah menjadi rutinitas mereka lima tahun belakangan ini. Hari terakhir bulan Desember ini menjadi sangat istimewa. Selain temu kangen, mereka merayakan ulang tahun Ven.

     “Seharusnya aku lahir dua bulan lebih awal.”seru salah seorang gadis beramput pirang dengan cemberut.

     “Salah sendiri keluar tanggal 29 Februari. Ulang tahun aja nunggu 4 tahun sekali.”cibir seorang gadis yang beramput pendek.

Desember Dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang