Kembalinya sang Pelangi

0 0 0
                                    

Suara angin melebur dengan kesunyian dua orang yang tengah duduk dengan pikirannya masing-masing.

"Lo apa kabar?"tanyanya mencoba mencairkan suasana

"Baik."jawab Ven datar enggan menatap si penanya

"Nggak mau tanya balik?"sedikit melirik ke arah Ven yang masih terlihat acuh.

"Nggak."

"Kenapa?"
Ven hanya mengedihkan bahunya acuh.

"Lo kayaknya udah move on ya dari gue?"
"Hm."

Suasana pun kembali hening. Helaan nafas panjang terdengar dari laki-laki itu. Hingga laki-laki itu memegang kedua bahu Ven untuk menghadap padanya.

"Tapi, kenapa lo masih sering ke sini?"tanyanya tepat di mata Ven.

Ven hanya terdiam tak bisa menjawab. Benar juga, kenapa dia masih sering ke sini? Tempat mereka berdua biasa bolos dari jam pelajaran. Tempat Ven selalu mencurahkan keluh kesahnya pada laki-laki di hadapannya. Tempat favorit Ven menikmati hujan di bulan Desembernya. Tempat kenangan mereka berdua. Tapi dia tahu dari mana Ven sering ke sini?

"Pas ulang tahun lo, gue iseng ke sini. Eh ternyata bener."ucap laki-laki itu menjawab kebingungan Ven.

"Gue minta maaf karena udah ninggalin lo begitu aja. Tapi ini semua karena keinginan nenek gue buat nemenin dia di hari-hari tuanya. Gue harap lo mau nerima gue lagi Ven. Kita mulai dari awal."ucapnya semakin mengeratkan cengkramannya.

Ven masih sibuk dengan pergulatan hatinya. Apakah ia masih mencintai laki-laki di hadapannya ini? Bukannya sekarang dia sudah tidak ada harapan dengan Lana? Kenapa tidak mencoba lagi saja dengan dia?

Karena dirasa tak ada respon dari Ven. Laki-laki itu mencondongkan wajahnya lebih dekat dengan Ven. Mencari tahu apakah masih ada sisa cinta untuknya di mata Ven. Tapi yang ia dapat kosong. Tak ada jawaban di sana.

Ia akan mengambil tindakan, ia harus tahu jika Ven masih mencintainya atau tidak. Laki-laki itu memiringkan wajahnya mendekat pada Ven, perlahan memenjamkan mata. Dan.......

Plakk

"Aww."ringis laki-laki itu sambil memegangai pipi kirinya yang ditampar Ven. Ven akhirnya berdiri dengan dengan wajah memerah menahan amarah.

"Lo pikir gue apa Lan? Jangan sembarangan nyentuh gue. Gue bukan Larva bodoh lo yang mudah lo apain semau lo."

"Maaf Lar, gue cuma mau mastiin lo masih suka sama gue apa udah move on."

"Bukannya tadi gue udah jawab."

"Lo cuma jawab hm gitu aja tadi."Ven terdiam.

Ven memilih duduk kembali ke tempatnya. Ia juga sebenarnya masih bingung dengan perasaannya. Tapi dia tidak suka jika Lano menyentuhnya sembarangan lagi. Ia bukan budak cintanya Lano lagi. Kisah itu sudah lewat walaupun ia selalu menyimpannya.

"Lar..."

"Gue jatuh cinta sama seseorang sekaligus patah hati mutlak sama dia."

Lano heran dengan pernyataan Ven yang tiba-tiba memotong pembicaraannya. Kedua alisnya menyatu masih belum bisa mencerna perkataan Ven.

"Gue suka sama dia, tapi dianya mau nikah. Gue nggak suka patah hati lagi. Cukup lo yang pernah buat gue kehilangan semangat hidup. Apa gue nggak pantes dicintai ya?"tanyanya menerawang nasibnya kini.

"Gue minta..."

"Kalo lo minta maaf sama gue, gue udah maafin lama. Dan alasan gue ke sini, mungkin karena lo orang yang berhasil membuka sisi lain dari gue yang sebenarnya absurt ini."
Jawaban Ven justru membuat Lano terkekeh pelan.

Desember Dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang