Dan seketika duniaku hancur dan runtuh disaat bersamaan...
Aku membeku ditempat.
Tidak...
Ini... Tidak mungkin!
***
Airmataku mulai berdesakan keluar. Mulutku menganga dan tubuhku melemas. Aku menggenggam erat kertas putih ini agar tidak jatuh dari tanganku. This is impossible! Selama ini Harry sehat-sehat saja----- ia tidak kelihatan sakit.
Dengan susah payah kubaca lagi kertas ini----- siapa tau aku salah baca, bukan?
Tapi ternyata tidak.
Aku tidak salah baca.
Harry----- kakakku----- satu-satunya orang yang kumiliki didunia ini menderita penyakit ganas. Kanker paru-paru stadium 4.
Mendengar namanya saja sudah membuatku bergidik ngeri.
"Violet?" Suara seseorang membuatku terkesiap. Aku menoleh kesumber suara itu----- Harry? Sejak kapan ia berdiri disana? Matilah aku! "Sedang apa kau disana?!"
"H-harry, aku----- aku minta maaf..."
Dengan raut wajah geram ia menghampiriku yang masih duduk dipinggiran ranjangnya dengan wajah sembab. Ia merebut kertas yang kupegang dengan kasar, "KENAPA KAU LANCANG MEMBACA KERTAS INI, HAH?! SIAPA YANG MENYURUHMU, JALANG?!"
Oh... Tidak! Harry sudah marah besar sekarang-----
Lamunanku buyar oleh Harry yang mencengkram kedua pipiku dengan kencang, "JAWAB AKU!"
"Ak-aku... Aku-----"
"Bicara yang jelas!"
Aku berdeham, "Aku tidak sengaja masuk kekamarmu, Harry. Aku minta maaf, sungguh."
"TIDAK SENGAJA KAU BILANG?! KAU PIKIR AKU INI BODOH? KAU PASTI ADA MAKSUD TERTENTU-----" ucapan Harry terpotong karena napasnya tersengal. Raut wajah Harry berubah----- ia seperti sedang kesakitan. Harry mulai memegangi dadanya. "Sial! Penyakit ini kambuh lagi!"
Khawatir, aku mulai menghampirinya. "Harry, are you okay?"
"No! Ini semua karena mu, jalang! Dasar wanita tidak berguna!" Bentak Harry masih sambil memegangi dadanya. Hatiku mencelos. Masih sempat-sempatnya ia berkata seperti itu dalam keadaannya yang sakit?
Berusaha tidak menanggapi kata-katanya yang----- well, menyakitkan----- aku mulai mencari sesuatu yang bisa membuat Harry tidak sesak lagi. "Harry, dimana obatmu?"
"Arghhh," Ia mulai tertunduk menahan sakit yang menjalar ditubuhnya. "Didapur----- cepat, Violet! Dadaku sesak sekali!"
Aku mengangguk dan berlari menuju dapur. Kuambil obat yang Harry maksud, lalu kembali kekamarnya. Aku membuka pintu kamar Harry, dan alangkah terkejutnya aku ketika mendapati ia sedang tergeletak tak sadarkan diri dilantai.
"Harry?" Aku berlari menghampiri Harry dan mengguncang-guncang tubuhnya, "Jeez, Harry bangun!"
Tapi nihil. Ia tak kunjung bangun. Aku panik setengah mati. Kulihat dadanya naik turun----- tanda bahwa ia masih bernapas dan itu membuatku sedikit lega. Kuraih ponsel yang terletak disaku celana jeansnya dan menelfon rumah sakit untuk meminta ambulans.
Tak lama, ambulans datang dan mereka membawa Harry yang masih pingsan kerumah sakit. Aku ikut mendampingi Harry walaupun dalam keadaan yang kacau. Mataku sembab akibat tak henti-hentinya menangis. Walaupun sikap Harry yang selama ini kasar terhadapku, aku sangat menyayanginya. Bagaimanapun juga, Harry kakakku. Satu-satunya orang yang kupunya.
****
Saat ini aku sedang duduk disalah satu bangku yang berada dikoridor rumah sakit. Harry ada diruang UGD----- dan aku masih belum berhenti menangis. Aku takut Harry akan meninggalkanku, aku takut hidup sendirian, aku takut-----
"Dengan keluarga pasien bernama Harry Styles?" Suara seorang suster membuyarkan lamunanku. Aku menyeka airmataku dan bangkit dari dudukku. "Saya adiknya."
"Baiklah nona," suster itu tersenyum simpul. "Dokter memanggilmu keruangannya."
"Ada apa, suster?" Tanyaku panik. Aku takut dokter akan mengatakan hal-yang-sama-sekali-tidak-ingin-kudengar.
"Mungkin akan lebih baik jika dokter sendiri yang memberitahumu." Ucapnya yang disambut anggukan olehku. Aku mulai berjalan mengikuti kemana suster itu membawaku dan pada akhirnya ia berhenti disebuah pintu berwarna putih. "Ini ruangan Dokter Jim. Spesialis kanker dirumah sakit ini, sekaligus dokter yang menangani kakakmu."
Aku mengangguk dan mulai memasukki ruangan tersebut. Bau khas rumah sakit semakin menyengat dihidungku. Kudapati seorang laki-laki yang memakai jas dokter sedang menulis sesuatu dikertasnya. Begitu menyadari kehadiranku, ia tersenyum. "Ini pasti Violet, ya? Adik Harry?"
Hey, bagaimana ia bisa tau?
Menyadari raut wajahku yang kebingungan, ia berdeham. "Aku teman----- sekaligus dokter yang menangani Harry. Apakah kau sudah tau apa penyakit yang dideritanya?"
Oh, jadi Jim yang sedang bertelpon dengan Harry kemarin malam itu dokternya? Tapi kenapa Harry begitu berani membentak Jim?
God, Harry memang keterlaluan.
"Ya," aku mengangguk dan tersenyum miris. "Kanker paru-paru stadium 4."
"Tepat sekali. Violet, keadaan Harry semakin kritis. Tidak ada jalan lain selain..."
"Selain apa, dok?"
"Uhm," ia menghela nafas dalam-dalam. "Transplantasi paru-paru."
Transplantasi paru-paru? Astaga.... Separah itu, kah?
"Memang tidak ada alternatif lain?"
Jim menggeleng, "Sayangnya tidak ada. Maafkan aku."
"Ini bukan salahmu," aku memaksakan diriku untuk tersenyum. "Lakukan saja, dok. Asal Harry sembuh."
"Kau setuju?" Tanyanya. Aku mengangguk.
"Baiklah, aku akan menghubungi pihak rumah sakit untuk menanyai apakah masih ada stok organ tubuh yang satu itu---- mengingat paru-paru termasuk organ yang susah dicari." Jelasnya. Seketika aku berubah khawatir. Bagaimana kalau tidak ada?
"Tapi kau tidak perlu khawatir," ia tersenyum. "Aku akan mengusahakannya. Harry adalah temanku. Kau tidak perlu cemas, Violet."
Tuhan, selamatkanlah Harry....
Ia kakakku....
Jangan biarkan ia pergi, ya tuhan...
Aku masih sangat membutuhkannya...
***
Terus aja zahwa ngarang. Mana ada kanker paru paru diobatin sama transplantasi HAHAHA TAPI GAPAPALAH YA demi kelancaran cerita (;Anyway ffku yg SEXY DRIVER diapus dan diganti sm PLAYGROUND!
So, check it out now guys?
Vomments<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Survive ➳ Harry Styles
Fanfiction❝Bisakah aku merasakan kebahagiaan dan kasih sayang? Walau hanya dalam hitungan detik?❞ Cover by @_daunicorn Fanfiction #2 [22th November] © 2014 by Zahwa