2

21.7K 779 10
                                    


Assalamualaikum semuanya...
.
.
.
.
Happy reading
***

Bel tanda istirahat telah berbunyi, waktunya aku untuk mengakhiri acara mengajarku kali ini. Merapihkan beberapa buku yang tadi ku bawa, lalu aku beranjak dari tempat dudukku.

"Oke, anak-anak. Pelajaran kali ini Ibu cukupkan sampai disini, wabillahi taufik wal hidayah, Wassalaikumssalam warahmatullahi wabarakatuh…."

"Walaikumssalam warahmatullahi wabarakatu….!" serempak semuanya.

Setelahnya aku keluar dari kelas 1 B itu dengan membawa beberapa buku di tangan. Istirahat pertama ini sering kali aku habiskan untuk makan di kantin sekolah namun saat ini sedang tidak mood. Yang ku inginkan hanyalah berbaring mengistirahatkan tubuh.

Langkahku berbelok menuju ruangan UKS, kebetulan sekali UKS sedang kosong. Tanpa berlama-lama aku langsung membaringkan tubuhku di ranjang. Alhamdulillah, nyaman rasanya berbaring di atas kasur ini.

Aku senang setelah di rawat selama seminggu, akhirnya Ummi di perbolehkan untuk pulang meskipun kata dokter Ummi belum sembuh total tapi masih ada harapan untuk sembuh seperti sedia kala. Pikiranku kembali berkelana memikirkan pertemuanku dengan Kak Raddan kemarin.

Ia masih terlihat gagah seperti saat pertamakali aku mengenalnya dulu. Perkenalan yang di perantarain oleh Bang Alif, Kakak sepupuku. Padahal jauh sebelum pertemuaan itu aku sudah mengenalnya, ceritanya waktu itu aku mengikuti ekskul rohis di SMA dan kebetulan sekali awal pertemuaan kami para peserta ekskul dimulai dengan murotal qur'an, disanalah pertama kalinya aku mendengar suara merdunya melantunkan ayat-ayat suci Al-qur'an. Dan masyaallah, lantunan ayat suci itu sampai menggetarkan hati terdalamku.

Seketika itu juga aku berucap syukur pada Allah karena telah diberi kesempatan untuk mendengar lantunan bacaan ayat suci Al-qur'an yang sangat indah hingga dapat menggetarkan qal'bu-ku. Aku juga memanjatkan doa agar kelak aku mendapatkan imam seperti dia, yang lantunan ayatnya bagus, agamanya baik dan mampu membimbing hamba-Mu ini menuju surga.

Bunyi pesan yang berasal dari ponselku membuyarkan lamunanku. Segera kurogoh saku celana bahan yang tengah ku kenakan, mengambil sebuah ponsel jadul pemberian Abi. Ponsel kesayanganku yang tidak akan ku ganti dengan merk keluaran terbaru lainnya.

Membuka pesan itu seketika mataku membelalak, Rena memberitahukanku bahwa hari ini akan ada kunjungan dari pemilik restoran tempat kerja sambilanku dan semua karyawan di harapkan berangkat satu jam lebih awal dari jam kerja biasanya agar persiapan penjamuan makan malam itu berlangsung lancar.

Ku lirik arloji yang tersemat cantik di pergelangan tanganku, pukul sebelas lewat tiga puluh menit sedangkan jam masuk kerjaku biasanya pukul tiga lewat empat puluh sore. Berarti aku harus berangkat pukul dua siang. Kerja sambilan ini sangat berarti bagiku, aku ingin tabunganku untuk membiayai keberangkatan Ummi ke tanah suci segera terpenuhi.

***

Seragam lengkap khas restoran Azmira sudah melekat dengan sempurna menutup tubuhku. Semua pegawai disini pun memakai pakaian yang sama denganku. Kami sudah berbaris rapih di dekat pintu restoran untuk menyambut sang pemilik.

Pintu terbuka membuat kami langsung menuduk hormat pada beberapa orang yang masuk dengan si pemilik restoran ini. Penjamuan makan malam kali ini, bukan sakadar makan malam biasa. Karena makan malam ini juga di hadiri oleh para investor besar yang menyokong berdirinya retoran ini. Kedatangan mereka bukan semata untuk mencicipi lezatnya makanan di restoran ini saja tapi mereka juga sedang melakukan pengamatan terhadap restoran ini, apakah restoran ini layak diberikan predikat sebagai restoran bintang lima.

Dari ekor mataku terlihat pria pemilik restoran ini berhenti sebelum memasuki ruangan VVIP yang di khususkan untuk para pelanggan kelas atas atau saat ada acara gathering kantor.

"Semuanya sudah di persiapkan dengan matang, kan?"

Allahuakbar! Suara itu… dengan sedikit gugup ku angkat kepalaku ingin melihat apakah tebakanku benar, tentang siapa pemilik suara itu. Subhanallah ... seketika tubuhku membeku tak dapat di gerakkan. Aku kembali bertemu dengannya, makhluk yang sangat ku hindari di dunia ini.

Disana berdiri seorang lelaki berparas tampan dengan hidung mancung, mata hitam sekelam jelaga, bibir merah tipis yang alami, rahang tegas serta alis lebat yang hampir saling menyatu. Siapa lagi kalau bukan Raddan. Astagfirullah, kembali ku tundukkan pandanganku tat kala aku menyadari hal yang baru ku lakukan bisa menjurus ke zinah mata.

Sadar Hawa, sadar. Dia bukan pria lajang, dia pria yang sudah beristri. Mengingat hal itu, aku langsung merenung. Dulu kenapa aku tidak mencegah pernikahan mereka, kenapa aku tidak keukeuh dalam memperjuangkan cintaku. Apakah rasa yang ku miliki ini berlabuh pada hati yang salah? Jika iya, tolong Ya Allah tunjukkan pada hamba jodoh yang sudah Engkau takdirkan untuk hamba. Jodoh yang sudah Engkau tulis di lauhul mahfudz untuk bersanding dengan hamba, pemilik tulang rusuk hamba.

"Hawa!" panggilan dari Rena menyadarkanku dari lamunan.

"Iya?"

"Ayo, cepet kita anterin makanan untuk tamu-tamu itu."

Menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya dengan sekali hembusan. Huh! Semangat Hawa, kamu harus profesiaonal. Aku pun melangkah mengikuti Rena dan yang lainnya. Melakukan tugasku sebagai pelayan resto ini.

***

Bismillah. Aku berusaha menguatkan hatiku agar tak mudah rapuh saat melihatnya kembali. Satu persatu hidangan utama kami letakkan di meja, aku kembali memundurkan langkahku saat semua hidangan itu telah terhidang rapih di atas meja.

Lagi-lagi pandanganku kembali mengarah pada Raddan yang sedang berbicang dengan salah satu rekannya. Dadaku kembali berdesir hebat, gemuruh detakannya mulai kencang. Berapa lama lagi aku harus tersiksa dengan perasaan ini, perasaan yang tak seharusnya ada dihatiku untuk lelaki beristri seperti Raddan.

Pikiranku melayang mengenang kembali awal pertemuaanku dengannya, dulu Bang Alif mengenalkanku padanya. Iya, Raddan itu sahabat baik dari Kakak sepupuku. Saat itu aku sedang berkunjung ke rumah Abang sepupuku itu dan kebetulan ada dia yang juga sedang bermain di rumah Bang Alif. Dengan gentle dia mengulurkan tangannya seraya menyebutkan namanya, yang tentu saja ku jawab dengan menangkupkan kedua tanganku.

Abi sudah mengajarkanku pengetahuan tentang agama sejak dini dan salah satunya adalah tidak di perbolehkannya bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Karena setuhan itu bisa menjadi awal dari suatu zinah yang dapat menjerumuskan kita kelubang api neraka jahanam.

"Hawa, tuh di panggil!" sikutan Rena di lenganku, membuatku tersadar dari lamunan.

Astagfirullah… sepertinya semenjak kembali bertemu dengannya, aku mulai suka melamun.

"Siapa yang manggil?" tanyaku masih dengan menatap ke arah Rena.

Tanpa menjawab Rena mengarahkan kepalaku yang langsung bertatapan dengan si manik hitam sekelam jelaga itu. "Noh! Bos yang manggil lo!"

Bodoh! Ceroboh! Bagaimana bisa aku melamun disaat bekerja. Ya Allah tolong lindungi hamba dari segala macam mara bahaya…

Aku melangkah dengan kepala yang ku tundukkan, aku tidak berani bertatapan dengannya. Sungguh, matanya terlihat sangat tajam menatapku. Seperti ingin menggulitiku saja. Dia sudah berubahh…

Abi… Hawa takuttt….
_______

Tbc.

Jodoh Wasiat Abi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang