5

21.4K 688 8
                                    

Assalamualaikum semua ...
.
.
.
.
Happy reading
***

Di pertengahan anak tangga langkahku terhenti saat melihat Ummi yang sedang menyiapkan sarapan pagi untuk kami berdua. Ku lengkungkan senyum terbaikku, meski pikiranku sedang kacau tapi sebisa mungkin aku harus selalu tersenyum didepan Ummi. Karena jika Ummi mengetahuinya, aku takut masalah ini akan membebani Ummi dan berakibat fatal untuk kesehatannya.

"Pagi, Ummi!" sapaku dengan riang, membuat Ummi menoleh ke arahku dan tersenyum.

"Tara ... hari ini Ummi masak makanan spesial," ujar Ummi seraya tangannya memperagakan adegan seperti di tipi-tipi lalu mempersilakan aku untuk duduk seperti tuan putri.

Dengan cepat ku langkahkan kakiku menuju meja makan, di meja sudah tersedia nasi dengan lauk pauk yang beraneka ragam. Mulai dari orek tempe, perkedel, sayur sop, ayam goreng dan masih banyak lagi.

"Dalam rangka apa Ummi masak sebanyak ini?" menyipitkan mata ku tatap Ummi dengan pandangan menyelidik.
"Ummi ... lagi seneng aja, emangnya nggak boleh?"

"Ya, boleh sih ... tapi siapa yang mau habisin makanan sebanyak ini, Mi?"

"Nanti juga bakal habis, kayak kamu nggak doyan makan aja!" sindir Ummi.

"Ish! Ummi. Hawa emang doyan makan, tapi Hawa nggak serakus itu tau?!"

"Udah. Makan aja, ntar kamu telat lagi." Ummi duduk di kursi bagian ujung kepala meja sedangkan aku sudah duduk di kursi sebelah kiri Ummi.

Kami pun memakan sarapan dengan tenang hanya suara dentingan sendok dan garpu yang terdengar. Karna seharian kemarin aku mogok makan karna mood-ku yang kurang bagus jadi sekarang aku makan cukup banyak, piringku penuh dengan lauk yang sudah menggunung. Sudut mataku mendapati Ummi yang sedang tertawa melihat ke arah piringku, ternyata aku sedoyan itu dengan makanan.

"Nduk," panggil Ummi saat aku tengah meneguk segelas susu untuk mengakhiri sarapanku.

"Kamu udah baca surat wasiat dari Abi?" lanjut Ummi yang mengingatkanku pada surat wasiat yang ditulis Abi untukku.

Sepertinya biasa aku tak akan pandai berbohong dihadapan Ummi dengan perlahan ku anggukan kepalaku.

"Jadi bagaimana keputusanmu?"

"Hawa belum mendapatkan petunjuk, Mi. Jadi Hawa belum bisa menjawab hal itu sekarang,"

"Kamu sudah sholat istikharah?"

"Alhamdulillah sudah, Mi. Tapi Hawa belum mendapatkan jawabannya," memang benar seperti itu adanya, aku tidak bisa tertidur lagi setelah sholat istikharah tadi malam sehingga aku memutuskan untuk membaca beberapa surah sambil menunggu adzan shubuh berkumandang setelahnya aku menyiapkan segala keperluan untuk mengajar hari ini.

"Alhamdulillah, semoga jawabannya nanti adalah yang terbaik untukmu dan juga calon imammu itu."

"Amiinn Ummi, ya udah Hawa berangkat ngajar dulu ya, Assalamualaikum!" pamitku sambil menyamili tangan Ummi dengan takzim dan tak lupa ku cium kedua pipi wanita kesayanganku itu.

***

Sesampainya disekolah, aku mengernyit melihat penampilan Silvi yang berbeda dari hari biasanya. Dia… terlihat lebih feminim padahal selama ini dia itu sangat tomboi, meskipun sudah berhijab namun tetap saja dia tak suka memakai rok saat mengajar paling banter dia memakai atasan overall yang panjangnya hingga sebatas lutut selain itu dia jarang memakainya. Tapi lihatlah sekarang dia memakai gamis pemirsa!

"Sil, habis kesambet apaan lo? Tumbenan lo mau pake gamis?" tanyaku yang sudah berdiri di depan meja kerjanya.

"Gimana? Cantik nggak, gue?" Silvi bangkit berdiri seraya memutar-mutarkan tubuhnya, memperlihatkan gamis berwarna orange itu padaku.

Jodoh Wasiat Abi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang