Assalamualaikum, semuanya ...
.
.
.
.
Happy reading
***Langkahku terhenti kala mendengar suara teriakan dari arah belakang. Tanpa menoleh pun aku sudah tahu siapa pemilik suara cempreng yang paling membahana itu, Silvi Khairotun Nissa. Sahabatku sejak SMP.
"Hawaa ... daebak! Gue lagi seneng banget, nget, nget! Akhirnya setelah penantian selama tujuh purnama, tujuh musim, sampai tujuh abad. Hari ini, disekolah ini bakal kedatangan guru baru yang asli keren abiss mirip Oppa-Oppa gue yang ada di Korea sana. Aaaa ...."
Kehebohan Silvi dari dulu hingga sekarang tidak pernah surut, ketika membahas cogan yang wajahnya beda sebelah duabelas dengan para selebritis negeri gingseng atau yang akrab di sebit Oppa. Mata Silvi berbinar bahagia karena guru baru yang dia nanti-nanti kehadirannya akan datang hari ini dan aku sebagai sahabatnya hanya mendoakan semoga saja pria itu bisa berjodoh dengan sahabatku ini, agar penantiannya tidak sia-sia.
"Semoga aja guru itu beneran ganteng kayak yang lo bilang, soalnya gue nggak mau jadi bahas pelampiasan lo pas lagi galau gara-gara dulu Pak Toto yang dateng, nggak sesuai ekspetasi lo."
Silvi berdecak sebal,"ish! Kali ini nggak lagi, gue yakin kalo Pak Rama si guru baru itu ganteng banget. Nggak bakal kayak Pak Toto yang selalu bawa lampu neon kemana-mana, itu!"
"Hahahaha ..." Pak Toto yang sedang kita bahas itu penampilannya sangat kuno ditambah kepalanya yang botak mengkilat itu membuat Silvi selalu alergi didekatnya.
"Assalamualaikum, Bu Silvi, Bu Hawa." pucuk dicinta ula pun tiba, baru saja di omongin Pak Toto tiba-tiba nongol, seperti biasa kepalanya yang botak itu tidak tertutup apa-apa membuat sinar matahari yang baru terbit memantul diatas kepalanya.
"Wa'alaikumsalam, Pak Toto." Aku membalas salam Pak Toto dengan senyuman sedangkan Silvi menjawabnya dengan setengah hati, susah payah aku menahan tawa melihat ekpresi Silvi saat ini.
"Neng Sisil mau bareng nggak ke kantornya sama Aa Toto?" tanya Pak Toto pada Silvi.
Dengan ketus Silvi menjawab,"nggak mau!"
"Ya sudah. Aa masuk duluan ya, dadah ...." sebelum berbalik kulihat Pak Toto sempat melambaikan tangan sambil mengedipkan mata genit ke arah Silvi. Silvi langsung bereaksi, mengetuk-ngetukkan tangannya ke kepala dengan bibir yang mengucapkan kata 'amit-amit beberapa kali.
"Hahahaha ...." Setelah di rasa jarak Pak Toto sudah jauh, tawaku yang sedari tadi ku tahan langsung meledak.
Silvi mengerucutkan bibirnya sambil bersedekat dada, "ketawa aja terooss…. lihat aja! Kali ini gue yakin seratus persen kalo guru baru itu ganteng banget!"
"Iya, iya. Percaya, percaya ...."
"Awas aja, kalo nanti lo kesem-sem juga sama tuh guru baru." Ujar Silvi seraya berjalan mundur sambil mengacungkan jari telunjuknya ke arahku, mengancam.
Memegang bahu Silvi lalu ku balikkan tubuhnya ke arah depan menuju kantor, jika masih di lanjutkan acara debat ini maka bisa di pastikan kami akan telat mengajar dan alhasil mendapatkan wejangan gratis dari kepala sekolah. "Udah, udah. Lebih baik kita hentikan pembahasan ini, dan cepet-cepet masuk kantor soalnya bentar lagi bel masuk berbunyi."
"Huh! Oke deh," sahut Silvi dengan pasrah, kalo nggak disuruh berhenti pasti dia bakal nyerocos terus.
***"Haw, pinjem kaca dong! Punya gue ketinggalan soalnya, gue kan mau tacap biar Pak Rama kesem-sem ama gue," seruan Silvi, tanpa menoleh aku merogoh saku tasku tempat biasanya aku membawa cermin.
Bersamaan dengan itu sebuah kertas usang jatuh saat aku berhasil menemukan cermin yang hendak dipinjam Silvi. Ku serahkan cermin itu ke tangan Silvi, kemudian aku menunduk lagi untuk mengambil kertas itu. Aku membelalak, hampir saja aku melupakan tentang surat wasiat dari Abi. Allah, terima kasih karena Engkau telah mengingatkan hamba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Wasiat Abi [END]
Teen FictionCover by: Sweetboyy_ Karena sebuah wasiat dari mendiang Abi nya, Hawa harus rela menjadi istri kedua dari seorang pria dari masalalunya. Pria yang sebisa mungkin ia coba lupakan dari segala aspek kehidupannya. Sulit. Menjadi istri kedua itu sangatla...