Prolog

13.6K 847 100
                                    


Malam ku jadikan tempat peraduan, aku menangis di pangkuan sang rembulan yang seakan bisa memeluk tubuh ringkihku yang gemetar. Terkadang, ingin rasanya aku berteriak pada semesta bahwa, aku sudah berada pada titik lelah yang sesungguhnya. Namun, aku tahu semua itu hanya berujung sia-sia, rintihanku di setiap malam pun tiada artinya. Keadaan terus memaksaku untuk mengikuti alur yang seakan ingin menghancurkanku perlahan. Aku ingin berhenti dari permainan takdir ini. Aku lelah bersandiwara seolah aku baik-baik saja disaat hatiku sendiri terluka.

Kududukkan diriku di tepi ranjang, menunduk merenungkan nasibku yang malang. Aku tertawa sumbang mengingat diriku yang sempat berkeyakinan bahwa, "Di masa depan nanti aku pasti akan bertemu pria sempurna yang akan menjadikanku wanita paling bahagia di dunia." Ucapku di usia belasan tahun.

Saat itu adalah masa-masa di mana aku tengah membangun mimpiku setinggi-tingginya. Aku bahkan berangan ingin menjadi ratu di istana hati seseorang yang mampu mencintaiku beserta semua kekuranganku. Namun mimpi itu terpaksa berhenti, ketika aku dijodohkan dengan manusia tak berperasaan bernama Kim Taehyung. Saat pertemuan pertama kami, Taehyung menolakku mentah-mentah padahal keluarganya sendiri yang tiba-tiba datang dan memintaku untuk menjadi istrinya.

Masih teringat jelas, saat itu Taehyung membawaku pergi dari hadapan keluarga kami hanya untuk memaki dan menghinaku agar aku menolak perjodohan yang keputusannya seratus persen berada di tanganku. Dia pria yang kasar, tatapannya begitu tajam. Tanpa di paksa pun aku pasti akan menolaknya.

Tetapi, saat kami kembali setelah izin berbicara berdua, aku melihat Ayahku tersenyum lembut dengan manik matanya yang sedikit berembun. Hatiku goyah, aku tak kuasa melihat permohonan yang Ayah berikan melalui sorot matanya. Karena hal itulah aku berubah pikiran. Aku memutuskan untuk menyetujui perjodohan itu dan mengabaikan Taehyung yang menatapku penuh amarah karena jawabanku tak sesuai dengan kesepakatan kami sebelumnya. Tapi aku tidak peduli, prioritasku saat itu hanyalah Ayah. 

Dan ya, kami benar-benar menikah. Taehyung tak dapat melakukan apa pun sebab Kakek Taehyung yang tegas tak memberinya celah untuk menyuarakan isi hatinya. Kini, kami resmi menjadi pasangan suami istri. Meskipun aku tak mencintainya, aku tetap mengingat pesan Ayah yang mana ia memintaku untuk menjadi istri yang patuh dan hormat pada suami. Aku tentu menyanggupinya, karena mau tidak mau hal itu kini menjadi kewajibanku. Aku akan belajar mencintainya meskipun Taehyung belum tentu melakukan hal yang sama.

Aku kembali pada kesadaranku saat pintu kamar terbuka. Aku lihat Taehyung berjalan ke arahku dengan sorot tajamnya. "Sampai kapan kau akan menangis? Aku lapar, cepat buatkan aku makanan!"

Beberapa saat lalu kami sempat bertengkar, dan aku benci pada Taehyung yang benar-benar tidak peduli pada perasaanku. "Aku ingin tidur, kau minta tolong saja pada Bibi Lim." Jawabku acuh. Biasanya aku selalu patuh, tetapi saat ini hatiku masih teramat sakit dan kecewa terhadap perlakuannya tadi.

"Kau menolak perintahku?"

Aku menghela nafas mendengar suara tingginya, "Aku lelah Taehyung, maaf aku butuh istirahat." Aku berusaha tetap lembut.

"Kenapa kau senang sekali membuatku marah Jennie?" Taehyung menahanku yang hendak pergi ke kamar mandi. "Bagaimana bisa aku menghargaimu jika sikapmu sendiri seperti ini!?"

"Apa kau tidak mengerti kata lelah?" aku menatapnya dalam. "Di rumah ini kau memiliki banyak pelayan, kau bisa meminta makanan enak pada mereka, jadi jangan mempersulit keadaan!"

"Hei, untuk apa aku meminta pada mereka? Di sini kau yang berstatus sebagai istriku, bukan para pelayan itu!" dia membentakku.

Taehyung menatapku yang terkekeh pelan, mataku sedikit berembun mendengar kalimat terakhirnya. "Ya, aku istrimu." Lirihku lalu tersenyum bodoh ke arahnya. "Dan itu hanya sekedar status saja bukan? Kau tidak pernah memperlakukanku sebagai istrimu."

Pria itu sempat diam beberapa saat, sebelum berdecak dan kembali bersuara, "Berhenti berbicara dan cepat siapkan makanan!"

"Maaf, aku benar-benar butuh istirahat." Ucapku lagi seraya melangkahkan kaki.

"Hei, berani sekali kau menolak perintahku! Kim Jennie!"

Aku tak ingin meladeninya lagi, hatiku lelah karenanya. Maka dari itu aku melanjutkan langkahku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Aku mengabaikan teriakkan Taehyung yang disusul makian, dan setelahnya aku bisa mendengar langkah yang diseret kasar dan bantingan pintu yang sangat keras. Aku tahu dia sangat marah, dan aku tahu tidak seharusnya aku bersikap seperti ini. Tapi hatiku sedang lelah, lelah dengan Taehyung dan lelah dengan segalanya.

Aku tidak tahu kapan kiranya kebahagiaan kami akan datang. Hal-hal manis dalam berumah tangga yang ku impikan, tak ada satu pun yang terwujudkan. Bahkan hal kecil semacam ucapan selamat pagi dan selamat malam saja tak pernah ku dengar. Taehyung benar-benar memenjarakanku dalam kesedihan. Tapi aku sadar, Taehyung bersikap demikian karena aku bukanlah wanita yang ia harapkan.

Dalam kisah ku ini cinta tak memiliki peran, sebab perjodohan yang menyatukan kami dalam ikatan pernikahan yang tak di inginkan.

   


TBC

Bagi yang blm tau, ini book lama ku yg aku perbaharui mulai dari judul dan alurnya. Semoga kalian suka♡

Heartbeat
By karinakth

HEARTBEAT || [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang