3. Kenapa?

537 33 0
                                    

"Mau kemana lu? Buru-buru amat."

Biru yang sedang membereskan buku paketnya menoleh kearah Dimas. "Kaya gatau orang sibuk aja." ucapnya dan memasukan buku paket ke kolong meja.

"Sok sibuk amat lu. Artis bukan apa bukan." celetuk Geri. "Oh iya, Balak ngajakin kita tanding."

"Tolak." Zaki yang sedang menghapus papan tulis menoleh kearah mereka. "Orang kaya gitu gausah diladenin. Buang-buang waktu."

"Jangan di tolak ah, kasian ntar nangis." Ucap Bobi. "Orang kaya dia tuh harus dikasih pelajaran Zak, kalo didiemin malah makin jadi."

"Santai bos santai." Dimas menepuk pundak Bobi."Gua tau lu dendam sama si Balak gara-gara Santi lebih milih dia daripada lu." ledeknya, membuat Bobi menepak kepala temannya itu.

"Gausah diperjelas juga bambang."

Biru sudah memakai tasnya, dan menoleh kearah Geri."Kapan?"

"Sekarang."

"Gak bisa. Gua lagi buru-buru."

Geri dan yang lainnya menatap Biru aneh."Tumben." celetuk Geri yang kini sedang duduk diatas meja. "Jadi tolak aja nih?"

"Terima aja Bir, lu kaya gatau tuh orang aja. Ntar kita dikatain kalo gaterima ajakan dia." Ucap Bobi. Membuat Biru mengangguk mengerti.

"Eh ntar dulu ntar dulu." Geri bersuara sambil melihat pesan yang masuk ke ponselnya. "Kata Balak tandingnya besok pagi. Sebelum bel masuk." ucapnya. "Gila ya tuh anak."

"Yaudah besok. Sebelum bel masuk? Oke." ucap Biru santai lalu melirik Zaki. "Gimana Zak?"

Zaki mengangguk. "Terima aja, gapunya malu tuh anak udah kalah juga dari kita. Masih aja ngajak tanding."

Balak Bramasta. Salah satu anggota Osis yang selalu mencari masalah dengan Biru dkk. Ntah karna apa.

***

Biru melempar tasnya dengan sembarangan. Lalu merebahkan badannya di kasur. Ia menutup matanya, mencoba untuk tidur. Lalu kembali membuka matanya saat ponselnya bergetar, sebuah pesan masuk. Dengan cepat dia mengambil jaket beserta kunci motornya dan bergegas untuk pergi. Sebelum dia sampai di pintu utama rumahnya, sebuah suara memberhentikan langkahnya.

"Mau kemana kamu?" Suara berat milik Ayahnya membuat Biru mengepalkan tangannya. Dia membelakangi Ayahnya, tidak berniat untuk melihatnya.

"Kalau ditanya sama orangtua jawab! Gasopan kamu jadi anak!" Suara Ayahnya mulai meninggi. Membuat Biru memutar tubuhnya, menatap sang Ayah. "Mau kemana kamu?" ucapnya mengulang pertanyaan.

"Keluar bentar." Jawab Biru. "Papah udah pulang?"

"Papah dapet kabar dari Mamah kamu, kalau kamu berprilaku gasopan sama dia." Ucap Dinata. Ayah Biru.

Biru tersenyum getir. "Mamah? Maksud Papah Tante Susi?"

Dinata menghela nafasnya, mencoba sabar dengan anaknya yang satu ini. Dia meminjit pangkal hidungnya. "Kamu masih belum bisa terima Tante Susi?"

"Gausah dijawab, Papah pasti tau jawaban Biru."

"Tapi kamu gak boleh berprilaku gasopan gitu sama Tante Susi. Dia calon Mamah kamu."

"Kenapa harus Tante Susi, Pah? Segitu gampangnya Papah nyari pengganti Mamah?" Tanya Biru.

"Kamu gaakan ngerti, Nak." Ucap Dinata ingin memegang pundak anaknya, tapi Biru menghindar. "Kamu bakal ngerti kalo kamu ada di posisi Papah."

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang