5. Biru Alfian Dinata

454 29 0
                                    

Langit sudah berubah menjadi warna kuning kejinggaan. Sekolah juga sudah sepi. Hanya ada beberapa orang yang mengikuti eskul di sore ini. Keadaan sekitar yang tenang membuat Biru nyaman berada di taman belakang sekolah. Dia melirik jam yang melingkar ditangannya dan menghela nafas. Sudah pukul 17.30 WIB.

Ponselnya kembali bergetar, menampilkan sebuah pesan dari Tante Susi yang menyuruhnya pulang. Dia tidak membalas pesan itu, dan kembali menyimpan ponselnya.

Dia melihat sekitar yang sudah sepi. Lalu ia beranjak dari duduknya dan berniat untuk pulang. Tapi langkahnya terhenti ketika mendengar suara tangisan. Dia kembali melihat sekitar, tidak ada siapa-siapa membuat cowok itu merinding.

"Siapa? Kalau berani keluar lu!" Ucap Biru,lalu merutuki ucapannya. "Eh jangan deh, takut gua." lanjutnya.

Bukannya menghilang, suara tersebut malah semakin terdengar. Membuat Biru lari meninggalkan taman. Tapi sebelum itu, ia melihat sosok perempuan yang sedang duduk dibalik pohon. Wajahnya tertutup rambut karena ia menunduk.

Biru mendekatinya. Ingin memastikan bahwa yang dilihatnya adalah manusia asli. Bukan sosok lain. Tapi langkahnya berhenti, karena orang itu menoleh. Membuat dirinya membuang nafas lega.

"Astaga Senja, gua hampir jantungan tau gak." Ucapnya sambil mengelus dadanya. Sedangkan gadis itu hanya memandangnya sekilas dan kembali menunduk.

Biru mengerutkan keningnya. Ada beberapa pertanyaan yang melintas dipikirannya saat ini.

Ada apa dengan gadis ini?

Kenapa setiap bertemu gadis itu selalu menangis?

Dan masih banyak pertanyaan lainnya.

Lalu Biru ikut duduk disebelah Senja. Gadis itu masih menangis. Membuat Biru bingung harus melakukan apa.

"Tinggalin gua Bir. Gua lagi mau sendiri." ucap Senja dengan suaranya yang parau. Masih menunduk.

Biru menaikan sebelah alisnya. "Ngga deh, gua gasuka ninggalin cewek. Yang ada cewek yang suka ninggalin gua." celetuknya.

Keadaan kembali hening. Hanya ada suara tangisan Senja.

"Kalau ada masalah cerita. Gak baik kalau dipendem sendiri." Ucap Biru, lalu terkekeh dengan ucapannya sendiri.

Belum ada balasan dari Senja. Gadis itu masih menangis.

"Gua paling gak suka liat cewek nangis. Tau gak kenapa?" Tanya Biru. Masih belum mendapat jawaban. "Karena itu ngingetin gua sama nyokap. Dulu nyokap pernah bilang ke gua, gak boleh nyakitin cewek. Apalagi sampe buat nangis."

"Aneh ya. Padahal nyokap cuma bilang gitu, tapi gua beneran gak suka kalau liat cewek nangis. Padahal bukan gua yang bikin cewek nangis. Bahkan waktu nyokap sakit parah, dia gak pernah ngeluh dia selalu senyum. Karna dia tau kalau gua gak suka kalau ngeliat dia ngeluh atau nangis."

Tangisan Senja mereda. Gadis itu mengusap airmatanya. Dan menegakan kepalanya lalu menoleh kearah Biru, cowok itu sedang memandang kedepan dengan tatapan kosong.

"Sampe akhirnya nyokap meninggal. Dia senyum loh, gua masih inget senyuman dia." Mata Biru memerah, cowok itu mengusap wajahnya kasar lalu terkekeh.

Senja memegang tangan Biru."Bir, gua gak bermaksud—

Biru menggeleng. "Gua yang mau cerita ke elu. Gua gak ngaca sama ucapan gua yang tadi. Padahal gua juga sama kayak lu, suka mendem masalah." ucapnya.

Senja memandang Biru yang kini terlihat sangat rapuh. Pasti banyak masalah yang sedang dilalui oleh cowok itu. Senja mengusap bahu Biru, mencoba menguatkannya.

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang