Chapter 13

14.7K 1K 11
                                        

💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💜

💜

💜

💜
💜

Suasana kelas 3 sangat hening. Tidak ada yang berani membuka mulut mereka, apalagi mengeluarkan suara sedikit saja.

Mungkin bagi murid kelas tersebut, saat ini Alice dan Miya telah membangunkan singa.

Alice merasa sangat terhina dengan kondisinya saat ini. Bukannya membuat anak baru itu menjadi tontonan, dirinya-lah yang menjadi bahan tontonan.

Faya berjalan mendekati mereka dengan langkah ringan. Sesaat dia melirik sebuah pemukul kayu yang disimpan diatas meja guru. Mengambil benda itu, Faya mengangkatnya dan mengarahkan ujungnya tepat diwajah Alice.

"Apa kau datang hanya untuk mencari masalah denganku?" Walau nada yang ia gunakan sangat tenang, siapapun bisa melihat cahaya dingin dari mata gadis itu.

"Ah...Apa yang kau lakukan?" Tatapan Miya tertuju pada alat pemukul ditangan orang itu.

Kekejaman dan rasa dingin dibawah matanya itu nyata, seperti dia bisa saja membunuh mereka berdua setiap detiknya.

"Ampuni aku!" Miya dikalahkan dengan rasa takutnya, ia langsung menyerah dan bersujud sambil memohon-mohon pada Faya.

Melihat bahwa temannya sendiri telah mengkhianatinya, Alice langsung marah. Dia memasang wajah marahnya, mengangkat kedua tangannya dan mengarahkan jari-jarinya dengan niat melukai wajah cantik gadis itu.

Melihat gerakan kasar orang itu, gadis bersurai perak itu hanya meliriknya dengan tatapan menghina. Mengambil langkah mundur, kaki kanannya secara cepat mengayung kedepan dengan tepat menendang perut bagian bawah Alice.

"Aakkhh...!!" Jeritan menyakitkan dan memilukan gadis itu sangat menakutkan ditelinga oleh murid-murid yang menonton.

"Pe-perutku...sangat sakit...tolong...perutku sakit...."

Alice memeluk perutnya dengan wajah pucat dan sudah kehilangan sikap angkuhnya. Ia mengangkat kepalanya dan menatap orang yang berdiri dengan ekspresi tenang tersebut.

"Kau...tidak akan lolos dari ini semua!"

Bukannya takut, gadis itu malah tersenyum sangat manis. Tetapi siapapun yang mengenalnya akan tahu bahwa semakin manis senyuman gadis itu menandakan bahwa ia siap menumpahkan darah.

"Ingin melawanku? Apa kau mampu? Jangan terlalu banyak bermimpi,"cibir Faya dengan suara pelan.

Tanganya sudah bergerak ke kepala gadis itu. Jari telunjuknya menyentuh dengan pelan kening Alice. "Kamu tidak akan memiliki waktu untuk itu."

My Girlfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang