Tanpa butuh banyak waktu lagi, saat itu juga aku langsung mengubah posisi tubuhku dari terlentang di atas tanah menjadi duduk bersila menghadap tepat kearah Lucius yang tengah tidur bersandar pada pohon.
"Hei, Lucius!"
Lucius terkejut ketika aku memanggilnya dengan suara cemprengku. Ia terbangun dari tidurnya dan menatapku penuh dengan rasa takut, tertera jelas dari kedua bola matanya yang menatap tepat kearahku.
Sepertinya, tanpa sadar aku telah membuat imageku buruk, wajahnya jelas mengatakan jika dia melakukan suatu kesalahan aku akan mengeksekusinya saat itu juga.
Itu benar-benar tergambar jelas di wajahnya yang imut dan polos.
Haah~, sepertinya dengan terpaksa aku harus melakulan hal merepotkan lagi dengan menghapus imageku yang buruk dari pikiran Lucius.
Hah? Kenapa aku harus repot-repot melakukan hal memalukan seperti itu?! Aku tidak peduli dia mau takut padaku kek, benci padaku kek, aku tidak peduli!!!
Itu sih yang ingin aku lakukan .... tapi, mengingat tentang kenyataan bahwa orang ini adalah orang yang akan membunuhku di masa depan nanti aku tidak bisa diam saja dengan pemikiran seperti itu.
"... apa kau membenciku?"
Ia tampak terkejut dengan pertanyaan konyol yang aku lontarkan kepadanya. Pertanyaan yang sudah aku tau pasti dengan jawaban yang akan ia berikan padaku.
"A-apa? I-itu tidak mungkin! Bagaimana bisa saya selancang itu membenci nona Charlotte?"
Ia berkata dengan gelagapan sambil menggelengkan kepalanya dengan sangat cepat. Entah mengapa mendengar dia berkata formal padaku membuatku langsung merasakan gejolak aneh didalam tubuhku.
Ditambah saat ia memanggilku dengan embel-embel 'Nona' yang biasa di katakan para pelayan padaku jadi terdengar menyebalkan dan aneh di telingaku saat Lucius mengatakannya juga.
Di kehidupan pertamaku dulu, aku adalah seorang anak perempuan tunggal yang hidup dan tumbuh dengan memakan semua keinginan orang tuaku yang tak ada habisnya setiap harinya. Saat pengambilan rapot setiap selsai ujian disekolah, semua ibu temanku selalu datang kesekolah dengan membawa bayi ataupun balita. Hampir seluruh teman sekelasku memiliki adik dan membuatku lebih dari cukup untuk iri dengan hal itu.
Bukan sekali dua kali aku merengek meminta adik pada kedua orangtuaku namun tak pernah dikabulkan dan yang ada aku malah dimarahi dan dipukul.
Sejak kejadian itu aku tumbuh menjadi orang yang selalu menahan semua rasa keinginanku hingga tanpa sadar aku menjadi pribadi yang tertutup dan pendiam. Namun sekarang beda lagi ceritanya, kini aku telah bereinkarnasi dan memiliki adik meskipun bukan saudara kandung. Tapi, adik yang tengah duduk di sampingku ini adalah adik yang akan membunuhku dimasa depan nanti.
Sungguh baik sekali nasibmu Charlotte.
Jadi dari kesimpulan yang aku dapat hari ini adalah aku harus menyayangi Lucius dengan sangat tulus dan menghilangkan kenyataan tentang aku yang membenci Lucius dari dalam otaknya.
Sekarang misiku sudah jelas, semenjak terlahir kembali di dunia otome game sebagai karakter figuran, aku harus menyayangi dan mencintai Lucius sepenuh hati dan harus membuatnya mencintaiku agar tidak memiliki niatan jahat sedikitpun padaku.
Ya, untuk sekarang hal itulah yang terbaik.
"Apa-apaan dengan sebutan 'Nona Charlotte' itu?"
Aku berdecak kesal sambil melipat kedua tanganku di dada.
"Mulai sekarang aku adalah kakakmu! Panggil aku kakak, Lucius!!"
Aku berteriak dengan sangat kencang membuatnya terkejut untuk ratusan kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Was Reincarnated Into A Game.
Fiksi RemajaAku bereinkarnasi menjadi putri dari seorang Adipati dalam sebuah otome game dan berperan menjadi gadis figuran yang dibunuh adik tiriku sendiri dengan racun. Aku tidak mau berakhir mati dengan cara menyedihkan seperti itu! Bagaimanapun caranya aku...