Rangga langsung melompat turun, begitu Rajawali Putih mendarat di tepi Rimba Tengkorak. Seketika burung rajawali raksasa itu langsung melambung tinggi ke angkasa tanpa diminta lagi. Rangga memandanginya sampai burung itu menghilang di balik awan. Ada kesedihan di hatinya melihat Rajawali Putih tidak mau terlalu lama berdekatan dengannya. Tapi Rangga cepat menyadari kalau semua ini demi kebaikan. Pendekar Rajawali Sakti benar-benar merasa kosong tanpa pedang pusaka bertengger di punggungnya. Perlahan kakinya terayun menuju kuburan Eyai Duraga.
"Kakang...!"
"Heh...?!" Rangga tersentak kaget ketika tiba-tiba saja dengar panggilan dari arah belakang. Pendekar Rajawali Sakti menghentikan ayunan langkahnya. Tubuhnya diputar berbalik. Rangga mengerutkan keningnya begitu melihat Pandan Wangi berlari-lari menghampiri.
"Pandan.... Kenapa kau ada di sini...?" tanya Rangga begitu Pandan Wangi dekat.
"Aku mencarimu, Kakang," sahut Pandan Wangi agak terengah.
"Bagaimana lukamu?"
"Sudah pulih."
"Kau sendirian?"
Pandan Wangi hanya menganggukkan kepala saja. Rangga kembali memutar tubuhnya dan melangkah perlahan. Pandan Wangi mengikuti, mensejajarkan langkahnya di samping Pendekar Rajawali Sakti."Aku mencarimu di pesanggrahan, tidak ada. Ke mana saja kau, Kakang?" Pandan Wangi membuka percakapan kembali.
Rangga tidak menjawab, dan hanya menghela napas saja. Terlalu sukar untuk menjelaskan pada Pandan Wangi. Tapi rupanya Pandan Wangi tidak memerlukan jawaban. Dia memaklumi, kepergian Rangga tentu punya alasan kuat. Dan yang pasti ada hubungannya dengan peristiwa yang sedang terjadi belakangan ini.
"Kakang, ada yang ingin kubicarakan denganmu," kata Pandan Wangi setelah beberapa saat terdiam.
"Tentang apa?" tanya Rangga tanpa menghentikan ayunan kakinya.
"Danupaksi."
"Ada apa dengan Danupaksi?" tanya Rangga seraya menghentikan ayunan langkahnya.
"Sikap Danupaksi jadi lain belakangan ini, Kakang. Dia suka menyendiri. Malah terkadang marah-marah tanpa ketahuan sebabnya," jelas Pandan Wangi.
Rangga jadi tercenung. Dia teringat kata-kata gurunya. Sikap dan tingkah laku seseorang bisa berubah akibat pengaruh Mustika Batu Hijau. Tapi Rangga tidak ingin menduga lebih jauh dulu, dan hanya berharap mustika itu belum berpengaruh banyak pada Danupaksi. Kalau hal itu sampai terjadi, tentu sangat sukar memusnahkannya.
"Bahkan dua hari lalu, Danupaksi membunuh sepuluh orang prajurit tanpa sebab. Dan sekarang dia pergi entah ke mana. Sudah dua hari ini dicari, tapi tidak juga ketemu. Makanya aku mencarimu, Kakang," sambung Pandan Wangi.
"Dua hari...?" lagi-lagi Rangga tercenung.
Sungguh tidak disadari kalau sudah lebih dari dua hari berada di Lembah Bangkai. Tanpa disadari, Rangga bersemadi memulihkan keadaan tubuhnya di Lembah Bangkai lebih dari dua hari. Dan selama itu, Pendekar Rajawali Sakti tidak tahu perkembangan lebih jauh lagi. Rasa khawatirnya semakin mendalam, begitu mendengar penuturan Pandan Wangi tadi. Dikatakan, Danupaksi telah membunuh sepuluh orang prajurit tanpa sebab, dan sekarang pergi tanpa diketahui jejaknya.
Rangga khawatir kalau sikap Danupaksi diakibatkan pengaruh dari Mustika Batu Hijau yang memiliki sifat jahat dan liar. Kalau memang perbuatan Danupaksi dikarenakan pengaruh mustika itu, sudah barang tentu mustika itu benar-benar sudah menyatu di dalam tubuh adik tirinya itu. Dan ini tentu sangat berbahaya, karena Danupaksi akan menjadi musuhnya yang paling berbahaya. Dan yang pasti, semua yang dilakukan Danupaksi tidak disadari.
"Hm.... Kalau mustika itu sudah mempengaruhi jiwanya, pasti Danupaksi bersembunyi di kuburan tua Eyang Duraga," gumam Rangga dalam hati.
Mendapat pikiran demikian, Rangga bergegas melangkah cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh. Pandan Wangi cepat-cepat mengikuti. Gadis itu juga mengerahkan ilmu meringankan tubuh sepenuhnya untuk mengimbangi ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Rangga. Saat berada di belakang begini, Pandan Wangi baru menyadari kalau di punggung Pendekar Rajawali Sakti tidak terdapat pedang yang menjadi andalannya.
"Kakang, tunggu...!" seru Pandan Wangi agak keras.
Rangga memperlambat ayunan langkahnya. Wajahnya berpaling sedikit menatap Pandan Wangi yang terus berusaha memperpendek jarak. Namun akhirnya gadis itu bisa juga berada di samping Rangga. Napasnya terdengar memburu, karena memaksakan kemampuannya agar bisa berjalan sejajar dengan Pendekar Rajawali Sakti.
"Ke mana pedangmu, Kakang?" tanya Pandan Wangi.
"Kusimpan. Sementara aku tidak boleh menggunakan pedang itu," sahut Rangga singkat.
"Kenapa...?" Pandan Wangi jadi keheranan. Belum pernah gadis itu melihat Rangga menanggalkan pedangnya. Tapi sekarang pedang itu tidak terlihat lagi di punggung pemuda berbaju rompi putih ini. Dan kejanggalan ini tentu membuat Pandan Wangi jadi bertanya-tanya.
"Nanti akan kuceritakan, Pandan. Sekarang kita harus cepat ke kuburan tua Eyang Duraga. Aku tidak ingin keadaan Danupaksi semakin bertambah parah, dan benar-benar sukar dikendalikan lagi," kata Rangga kembali seraya mempercepat ayunan kakinya.
Pandan Wangi ingin bertanya lebih banyak lagi. Malah dia kini sudah sibuk mengimbangi ilmu meringankan tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Dan jaraknya semakin bertambah jauh saja, meskipun sudah mengerahkan seluruh kemampuannya dalam meringankan tubuh.
"Kau di sini saja, Pandan," ujar Rangga begitu sampai di kuburan tua Eyang Duraga.
Suasana kuburan itu begitu sunyi dan mencekam sekali. Tak terdengar sedikit pun suara. Hanya desir angin saja yang mengusik gendang telinga. Bahkan suara serangga pun tak terdengar sama sekali. Kesunyian ini membuat Rangga dan Pandan Wangi memasang telinga lebih tajam. Sementara Pandan Wangi menunggu, Rangga mendekati kuburan tua Eyang Duraga.
Kuburan itu tampak kotor, ditumbuhi rerumputan liar yang merambat ke sana kemari. Sama sekali tak terlihat ada perawatan di sini. Rangga berhenti melangkah saat jaraknya tinggal sekitar dua batang tombak lagi. Tatapan matanya begitu tajam tak berkedip, ke arah kuburan tua yang tidak terawat di depannya. Kemudian pandangannya beredar ke sekitarnya sebentar, lalu kembali menatap kuburan tua tak bercungkup itu.
"Hik hik hik...! Kau terlalu berani datang ke sini, Pendekar Rajawali Sakti...!"
"Heh...?!" Rangga terkejut bukan main, ketika terdengar suara dari arah samping kanannya. Dan belum juga hilang keterkejutannya, mendadak saja berkelebat sebuah bayangan hitam. Bagaikan kilat, langsung menyambar tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Begitu cepatnya sambaran bayangan hitam itu, sehingga membuat Rangga tak sempat lagi bertindak menghindar.
Bet!
"Akh...!" Rangga terpekik agak tertahan. Pendekar Rajawali Sakti jatuh terguling di tanah, namun cepat melompat bangkit berdiri. Bibirnya meringis merasakan nyeri pada punggungnya yang terkena sambaran bayangan hitam tadi. Dan pada saat itu, Rangga melihat bayangan hitam tadi kembali berkelebat cepat hendak menyerangnya.
"Hup! Yeaaah...!" Rangga cepat melentingkan tubuhnya ke udara, dan melakukan putaran dua kali seraya melontarkan dua pukulan beruntun yang disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. Namun bayangan hitam itu sungguh cepat gerakannya. Pukulan yang dilepaskan Rangga sama sekali tak mengenai sasaran. Dengan gerakan ringan dan manis sekali, Pendekar Rajawali Sakti mendarat kembali di tanah.
"Yeaaah...!" Rangga langsung menghentakkan kedua tangannya, ketika bayangan hitam itu kembali meluruk deras ke arahnya. Tak pelak lagi, satu benturan keras pun terjadi. Seketika ledakan dahsyat terdengar menggelegar memekakkan telinga.
"Hap...!" Rangga cepat melentingkan tubuhnya ke belakang, dan melakukan putaran tiga kali sebelum mendarat manis di tanah. Sementara bayangan hitam itu juga terpental balik ke belakang, dan berhasil mendarat manis sekali. Kini sekitar tiga batang tombak di depan Pendekar Rajawali Sakti berdiri wanita tua berjubah hitam berwajah buruk bagai sosok mayat hidup.
"Nyai Kunti...," desis Rangga langsung mengenali penyerangnya.
"Hik hik hik...! Tidak sia-sia aku menunggumu dua hari di sini, Pendekar Rajawali Sakti," ujar Nyai Kunti seraya tertawa mengikik. "Sudah kuduga, kau pasti tidak akan mampu memegang mustika itu. Kedatanganmu ke sini pasti ingin mengembalikan benda itu."
"Aku justru ingin memusnahkannya, Nyai Kunti," kata Rangga dingin.
"Heh...?! Apa...?" Nyai Kunti terkejut setengah mati.
"Ada apa, Nyai Kunti? Kau tidak tuli mendadak, bukan...?" terdengar sinis nada suara Rangga.
"Setan belang...! Sekali lagi kau ucapkan kata-kata itu, kubunuh kau!" geram Nyai Kunti.
"Aku khawatir, justru kau yang akan mendahului."
"Keparat..! Hiyaaat..!" Nyai Kunti tak dapat lagi menahan kemarahannya, sehingga langsung melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti. Dua kali dilepaskannya pukulan disertai pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi. Namun kali ini Rangga sudah bersiap menghadapi wanita tua bermuka buruk itu.
"Hait..!" Manis sekali Rangga meliukkan tubuhnya, menghindari serangan yang dilancarkan Nyai Kunti. Bahkan sebelum perempuan tua bermuka buruk itu bisa menarik pulang serangannya, mendadak saja Rangga memberi satu sodokan cepat ke arah lambung.
"Uts!" Cepat-cepat Nyai Kunti melompat ke belakang, menghindari sodokan tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti. Lalu, dia cepat bersiap kembali hendak melakukan serangan. Namun mendadak saja niatnya diurungkan. Wanita tua berjubah hitam itu berdiri tegak berkacak pinggang. Perlahan kemudian, tangan kanannya masuk ke dalam belahan jubahnya. Dan....
Sret!
Kilatan cahaya memendar menyilaukan begitu Nyai Kunti mencabut sebilah pedang yang berpamor sangat dahsyat. Melihat kedahsyatan pedang itu, Rangga melangkah mundur dua tindak. Kedua tangannya disilangkan di depan dada. Sebelah mata Pendekar Rajawali Sakti terlihat agak menyipit.
"Kali ini kau harus mampus, Pendekar Rajawali Sakti," desis Nyai Kunti menggeram.
Bet!
"Yeaaah...!"
"Hait..!"
Cepat Rangga memiringkan tubuhnya ke kanan, menghindari tusukan pedang Nyai Kunti. Lalu, tubuhnya dirundukkan ke depan. Kemudian diegoskan ke kiri, mengikuti gerakan pedang wanita tua berjubah hitam yang berkelebat di atas kepala. Seketika Rangga cepat melentingkan tubuh ke belakang sambil melepaskan satu tendangan dengan kedua kaki merapat ke arah dada wanita berjubah hitam itu.
"Yeaaah...!"
"Hih!" Tak ada kesempatan menghindar lagi bagi Nyai Kunti Cepat tangan kirinya dikibaskan untuk menangkis tendangan yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti.
Plak!
"Uts...!" Nyai Kunti terdorong beberapa langkah ke belakang, begitu tangan kirinya beradu dengan telapak kaki Pendekar Rajawali Sakti. Wanita tua bermuka buruk itu sedikit limbung, tapi bisa cepat menguasai diri. Sementara Rangga sudah mendarat manis sekali.
"Hm.... Tenagamu jauh lebih hebat, Pendekar Rajawali Sakti," gumam Nyai Kunti memuji.
"Ucapkan selamat tinggal pada dunia, Nyai Kunti," ujar Rangga kalem.
"Phuih! Kau yang akan mampus di tanganku, Pendekar Rajawali Sakti!" Setelah berkata demikian, Nyai Kunti cepat melesat menyerang Rangga. Pedangnya dikebutkan beberapa kali dengan kecepatan luar biasa. Namun dengan gerakan manis sekali, Rangga mampu mengelakkan setiap serangan yang datang mengincar. Beberapa kali ujung pedang Nyai Kunti hampir membabat tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
Namun ketika pedang itu nyaris menyentuh tubuhnya, Rangga cepat berkelit menghindar. Hal ini membuat Nyai Kunti semakin geram saja dan hanya bisa mengumpat dalam hati. Maka serangan-serangan yang dilancarkannya semakin dahsyat. Kilatan cahaya pedang di tangan kanannya seakai akan hendak mengurung tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Namun sampai melewati sepuluh jurus, Nyai Kunti belum juga dapat mendesak Pendekar Rajawali Sakti. Apalagi sampai menjatuhkannya. Bahkan beberapa kali serangan balik yang dilancarkan Rangga membuat Nyai Kunti jadi kelabakan menghindarinya. Pendekar Rajawali Sakti terus menyerang sambil mengganti-ganti jurusnya yang makin dahsyat saja.
Sementara Pandan Wangi yang menyaksikan pertarungan itu hanya dapat menahan napas saja. Gadis itu khawatir juga, kalau-kalau Rangga terdesak. Apalagi Pendekar Rajawali Sakti tidak menggunakan senjata satu pun juga. Sedangkan lawannya memegang senjata pedang yang memiliki pamor dahsyat. Tiba-tiba Pandan Wangi mencabut Pedang Geni yang selalu bertengger di punggung. Kemudian pedang berwarna merah itu dilemparkan, menggunakan sedikit tenaga dalam.
"Kakang, tangkap...!" teriak Pandan Wangi, begitu melihat Rangga membuka jarak.
Swing!
"Hup!"
Rangga cepat melompat menyambut lemparan pedang itu. Namun begitu melompat, Nyai Kunti juga ikut melesat ke udara. Dan secepat itu pula perempuan tua berwajah buruk itu membabatkan pedang ke arah dada Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiyaaat..!"
"Hup! Yeaaah...!" Cepat Rangga memutar tubuhnya dua kali, menghindari tebasan pedang Nyai Kunti. Dan cepat sekali tangannya terulur meraih Pedang Naga Geni yang masih melayang di angkasa. Tap! Bet! Begitu Rangga berhasil menangkap Pedang Naga Geni, langsung dibabatkan ke arah dada Nyai Kunti. Begitu cepatnya gerakan yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga membuat Nyai Kunti terperangah.
"Heh...?!"
Wut! Trang...!
Nyai Kunti cepat menyilangkan pedang di depan dada. Suatu benturan dua senjata tak dapat dihindarkan lagi. Letupan bunga-bunga api memercik saat kedua senjata itu beradu keras di depan dada Nyai Kunti.
"Hap!" Bergegas Nyai Kunti meluruk turun. Pada saat yang sama, Rangga menukik sambil memutar pedang yang diarahkan ke kepala Nyai Kunti.
"Yeaaah...!"
"Edan! Hih...!" Kembali Nyai Kunti mengumpat geram. Pedangnya cepat dikebutkan ke atas kepala begitu kakinya menjejak tanah. Untuk kedua kalinya, dua senjata ber-pamor dahsyat beradu keras sampai menimbulkan percikan bunga api.
"Mampus kau! Hiyaaa...!" teriak Rangga lantang.
Bet!***
KAMU SEDANG MEMBACA
52. Pendekar Rajawali Sakti : Mustika Kuburan Tua
ActionSerial ke 52. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.