3. His Voice

6.5K 1.3K 129
                                    

Suaranya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suaranya.

Jaemin baru menyadari bahwa suara Renjun begitu candu ditelinga.

Hari itu suara Renjun mengalun memenuhi ruangan, menjelaskan beberapa hal tentang lukis melukis yang tak begitu dia mengerti. Mereka diberi tugas untuk melukis buah-buahan untuk permulaan dan suara Renjun adalah satu-satunya yang terdengar memenuhi telinganya.

Tak terlalu berat pun tak terlalu lembut.

Suaranya menyenangkan, menenangkan dan candu.

Jika boleh berumpama, suara Renjun seperti lelehan cokelat ditelinganya.

"Mengapa kau tak memakai warna merah untuk sebuah apel?" Sebuah suara yang kini menjadi favoritnya, menyentak Jaemin dari lamunan. Mengerjap, Jaemin mendongak menatap Renjun yang memperhatikan lukisannya pada kanvas.

Berdehem gugup, Jaemin menatap lukisannya lalu pada Renjun kembali. "Aku lebih menyukai apel hijau, Sunbae."

Jaemin meyakini bahwa tak ada hal yang lucu dari ucapannya, kendati demikian, Renjun malah tertawa.

Ah, suara tawanya membuat detak jantungnya meningkat tak tahu malu.

Renjun masih tertawa kecil, menepuk pundaknya membuat Jaemin mengerjap bingung dengan wajah memerah.

"A-apa aku melakukan kesalahan?"

"Tidak," Renjun menghentikan tawanya, menggantikannya dengan senyuman. "Tapi biasanya orang akan memilih warna merah untuk apel dan baru kali ini aku menemukan hijau untuk sebuah apel yang kau lukis."

Jaemin menunduk. Sial! Wajahnya pasti memerah luar biasa karena senyuman manis itu.

"S-sunbae." Jaemin mencicit, melirik Renjun yang masih berdiri disampingnya.

"Ya?"

"Apa kau bisa bernyanyi?"

Renjun terlihat mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan tiba-tibanya. Uh, Jaemin hanya penasaran dan pertanyaan itu tiba-tiba muncul begitu saja dipikiran.

"Entah," Renjun mengangkat bahu, lalu menyilangkan tangannya menatap Jaemin serius. "Aku pernah masuk club vokal selama sebulan. Aku bisa bernyanyi? Tergantung. Aku tak begitu menguasai berbagai teknik vokal karena aku lebih menyukai seni lukis."

Jaemin meremat kuas yang dipegangnya saat suara Renjun mengalun ditelinganya. Oh demi semua koleksi video gamenya, Jaemin sangat ingin mendengar suara itu setiap saat, jika perlu dia ingin menjadikan suara Renjun sebagai alarm paginya.

"Mengapa?" Renjun bertanya.

"Uh, ti-tidak, aku hanya—"

"Kau menyukai suaraku?"

YA! OH TUHAN! AKU SANGAT MENYUKAI SUARAMU! SANGAT!!

Jaemin ingin berteriak seperti itu namun tak dia lakukan. Oh tentu saja jika itu terjadi itu akan sangat memalukan.

Sudut bibir kakak kelasnya itu terangkat dengan alis yang naik-turun main-main, membuat Jaemin gelagapan dengan wajah memanas.

"A-aku—"

Renjun tertawa.

Jaemin mengerjap, menatap tawa dengan telinga yang terfokus mendengar suara tawa itu.

Sial! Detak jantungnya meningkat cepat!

"Kau sangat lucu!" Renjun bersuara disela tawanya, lelaki itu mengusak rambut Jaemin sekilas membuat sang empu gugup, menunduk dengan wajah memerah.

Renjun tersenyum, "jika kau ingin mendengar suaraku bernyanyi, dapatkan nilai A untuk pelajaran melukis nanti."

Oh? Apa baru saja Renjun menawarkan sebuah penawaran?

Jaemin menatap kepergian Renjun dengan degup jantung yang bahagia. Dia tersenyum lebar melirik pada lukisan apel yang sudah hampir selesai.

Meski dia tak begitu menyukai lukis melukis, Jaemin akan berusaha mendapatkan nilai A nanti. Dia akan mendapatkan suara Renjun yang bernyanyi apapun caranya!

Karena Jaemin begitu menyukai suara itu mengalun ditelinga, suara menenangkan yang membuatnya kecanduan untuk terus mendengar.

Karena Jaemin begitu menyukai suara itu mengalun ditelinga, suara menenangkan yang membuatnya kecanduan untuk terus mendengar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jujur sih suara Renjun emang candu. Suka banget dengerin suara dia kalo lagi ngomong, nenangin.

Bogor, 12 Januari 2020

ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang