Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Perhatiannya.
Renjun memiliki sebuah rasa perhatian yang besar, entah itu pada seekor binatang ataupun pada manusia.
Perhatiannya begitu tulus dan murni, Jaemin pernah melihatnya. Melihat saat Renjun memungut seekor kucing yang kotor dan basah yang terjebak pada kubangan air trotoar, lelaki itu memperlakukan seekor kucing yang sangat kotor itu dengan penuh perhatian dan kelembutan, seolah itu adalah makhluk yang sangat rapuh yang membutuhkan kasih sayang besar.
Waktu itu Jaemin sempat iri pada kucing itu, pada perhatian yang Renjun berikan. Dia juga ingin merasakan semua perhatian itu.
Dan terimakasih Tuhan, kini dia sedang merasakannya.
Meski perhatian ini disertai omelan.
"Mengapa kau harus berkelahi, huh? Ingin menjadi jagoan?!"
Jaemin memberengut. "Aku hanya membela diri, hyung."
Hyung, kini Jaemin lebih sering memanggil Renjun dengan sebutan hyung karena Renjun yang meminta. Sunbae terlalu formal dan kaku, katanya.
"Dia menghina hasil karya lukisku, mengatakan bahwa itu bukan milikku karena katanya aku tak memiliki bakat dalam melukis. Sssh!" Jaemin mendesis saat Renjun menekan sudut bibirnya yang robek dengan kapas. Lelaki itu terlihat meringis lalu kembali mengusap sudut bibirnya dengan hati-hati.
Ah, itu membuat hatinya menghangat.
"Seharusnya kau tak membalas itu dengan pukulan."
"Dia yang memukulku pertama kali."
Jari tangan yang terlihat kecil dan lentik itu mengoleskan sebuah krim dengan hati-hati pada pelipisnya, mengusapnya lembut disertai tiupan.
Jantung Jaemin berdegup kencang saat menyadari jarak mereka yang sangat dekat, dia bisa melihat bulu mata lentik milik Renjun dengan jelas.
Dari pelipis turun ke pipi, telunjuk kakak kelasnya itu mengusap luka yang ada disana dengan lembut, sangat lembut hingga dimana membuat Jaemin bergidik, badannya meremang.
"Lain kali, jangan lakukan itu lagi," Renjun bersuara dengan volume kecil, terdengar seperti bisikan. "Jika ada yang mengataimu, abaikan saja. Itu tak akan berarti apa-apa, mereka hanya iri karena kau lebih baik sedangkan mereka tidak."
Suara Renjun mengalun dengan sangat jelas dan dekat, hembusan napasnya mengenai wajah Jaemin. Kini lelaki itu sedang mengobati dagunya. Jaemin menatap Renjun yang tengah terfokus pada kerjaannya tanpa berkedip. Dia mengagumi wajah Renjun yang terlihat tampan dan cantik secara bersamaan. Matanya yang indah dengan bulu mata lentik, hidungnya yang mancung serta mungil dan bibirnya yang tipis namun penuh, berwarna merah dan selalu terlihat basah.
Jaemin menelan ludah melihat keindahan di depan matanya.
"Melihatmu babak belur begini sungguh terlihat aneh."
"Apakah seburuk itu?"
Tubuh Renjun menjauh, dia sudah selesai mengobati wajah Jaemin. Tatapan melembut, "tidak, masih terlihat tampan namun kau malah terlihat seperti berandalan."
"Berandalan yang seksi, kan?"
Pukulan main-main didapatkan. Jaemin meringis, mengusap lengannya yang dipukul Renjun, sebenarnya bahkan pukulan itu tak terasa sakit sama sekali, namun melihat wajah yang dipenuhi kekhawatiran milik kakak kelasnya entah mengapa terasa sangat menyenangkan.
Terasa diperhatikan.
"Apa pukulannya terlalu kencang? Aku melukaimu?" Wajah Renjun terlihat panik, dia mengusap lengan Jaemin lembut.
Jaemin hanya tersenyum lebar melihat wajah yang dipenuhi kepanikan itu. "Tidak, Hyung."
Renjun mendengus, mengusak rambut Jaemin dengan gemas. Lelaki itu terlihat kesal namun seperti ditahan.
"Jangan seperti ini lagi."
"Hn?"
Tatapan keduanya bertemu. Renjun berbisik lirih, "jangan terluka lagi. Kau membuatku khawatir karena mendapat berita dirimu yang berkelahi dengan teman sekelas. Bagaimana jika aku terlambat datang menemuimu? Kau bisa sekarat."
Jaemin mendengus. "Itu berlebihan, Hyung. Aku tidak selemah itu."
"Namun tetap saja kau membuatku khawatir. Lain kali, abaikan saja orang-orang yang mengataimu, itu tak akan berpengaruh banyak terhadap hidupmu."
Jaemin mengulum bibirnya, menahan senyum. Melihat Renjun yang mengkhawatirkannya membuat dadanya berdebar kencang dalam rasa bahagia, ia seperti memiliki sebuah harapan.
Mengangguk pelan, Jaemin berucap mantap. "Aku akan menuruti ucapanmu."
Wajah Renjun terlihat puas, lelaki itu tersenyum dan mengusak rambutnya. Tanpa banyak kata, Renjun mulai membereskan peralatan yang digunakannya mengobati Jaemin. Jaemin sendiri terlihat asik memperhatikan pergerakan Renjun dengan perasaan bahagia.
"Aku ingin minum." Jaemin berucap tiba-tiba saat Renjun sudah membereskan kekacauannya. Lelaki itu meliriknya sekilas lalu mengambil air pada nakas yang ada diruang kesehatan sekolah.
Renjun membantu Jaemin untuk minum meski ia tahu Jaemin bisa melakukannya sendiri. Jaemin meminum gelas yang sedang dipegangkan Renjun dengan rakus, ia merasa sangat kehausan karena sudah berkelahi dengan lelaki dikelasnya. Dia bisa merasakan kepalanya yang dielus dengan lembut selagi ia menghabiskan air.
Jaemin berdehem, dia menatap Renjun dengan binaran dimatanya. "Tetaplah seperti ini. Perhatian padaku, tetap seperti ini, Hyung."
Renjun terlihat tertegun, gerakan dikepalanya berhenti, keduanya bertatapan. Wajah Jaemin terlihat memelas saat tak ada reaksi yang berarti dari pria dihadapannya.
"Kumohon."
Beberapa saat kemudian lirihannya dibalas dengan senyuman lembut dan juga anggukan.
Jaemin tersenyum lebar.
Karena dia menyukai bagaimana Renjun memperhatikannya, bagaimana perhatian itu membuat detak jantungnya meningkat dalam rasa bahagia, bagaimana perasaannya semakin membuncah tak terkira. Jaemin menyukai semua perhatian Renjun yang tertuju padanya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.