BAB 2

50 6 0
                                    

Hal yang paling benar dan tak akan ku sesali seumur hidupku adalah, ketika aku menerima takdir untuk duduk di sampingmu dan menjabat tangan walimu untuk sakral akad abadi di hidupku.

" Takdir kita" lufi mengusap pelan puncuk kepala Nalu yang sudah tidak terlapisi jilbab. Rambutnya yang ikal dan hitam pekat terlihat begitu indah di bawah sinar lampu kamarnya yang sedikit redup.

Dari awal lufi memang tidak pernah menyesal ketika menikahi Nalu dengan posisi sebagai pengantin pengganti. Nyatanya gadis yang baru saja di nikahi ya itu begitu menghargainya, layaknya sepasang suami istri yang memang sama sama ingin bersatu, walau belum pernah sekalipun ia menyentuh wanita itu kayaknya suami istri yang baru menikah.

Ia bangkit dari pembaringan, berjalan keluar hendak menuju kamar mandi, namun ia menemukan Niah yang sepertinya juga habis dari kamar mandi.

"Fi " Niah menatap menantunya yang baru saja keluar dari kamarnya.
" Nalu udah tidur?"

" Sudah bu"

" Panggil mamak aja"
Lufi mengaguk seraya tersenyum kecil. " Makasih ya udah mau nyelamatin nama baik kami"

" Sudah takdir Mak"
Niah tersenyum hangat. Dari dulu bukan kah seperti ini lelaki yang ingin Nalu jadikan pendamping hidupnya? Niah bahkan cukup terharu ketika selepas magrib tadi melihat keempat anak lelakinya dan juga menantunya membicarakan masalah ilmu agama.

" Mamak titip Nalu ya?"

" Iya mak. Insyaallah semampu lufi gak akan nyakitin Nalu"

~~~~~~~~wulan ananda~~~~~~~

" Kecil gapapa kan ?"

Nalu menggeleng. Kaki kanannya langsung melangkah masuk seraya mengucapkan salam ketika lufi sudah membukakan pintu. Rumah itu di dapatkan lufi dari sebuah pesantren tempat ia mengajar. Setiap guru yang sudah menikah sudah tidak di bolehkan lagi untuk tinggal di dalam asrama yang bergabung dengan para murid. Jadilah lufi mendapatkan rumah ini karena sekarang dia membawa Nalu di tempatnya biasa mengais rezeki.

" Nalu lebih suka rumah kecil di bandingkan besar."

" Kenapa kayak gitu?"

" Rasanya mencekam aja gitu kalok punya rumah gede tapi yang nepati cuman dikit"

" Semoga adek betah ya! Soalnya di sini kan gak sebebas di luar sana!"

Nalu mengaguk paham. Ia juga mengerti bagaimana seharusnya ia bersikap di lingkungan ini. Karena dulu ia juga pernah belajar di salah satu pesantren perbatasan dan ia pernah mengamati bagaimana istri istri para ustadz dalam hal bertingkah laku.

" Kalok Nalu salah.! Tolong ustadz tegur ya ?"

" Iya"
Nalu tersnyum, lalu mulai menelurkan setiap ruangan ruangan kecil yang di dalam rumahnya.

Menjelang magrib, Nalu lekas lekas mempersiapkan baju koko lufi yang berwarna maroon. Lelaki itu tadi mengatakan bahwa mulai dari magrib sampai jam sepuluh malam dirinya tidak akan bisa menemani Nalu karena itu adalah jadwal ia mengajar.

" Berani kan ?"

Nalu mengaguk tegas.

" Ustadz semoga berkah"

Lufi tersenyum, " pergi dulu ya ?"

Nalu mengaguk dan memberikan sorban milik lufi. Ia menunggu kepergian lufi di depan pintu hingga akhirnya tubuh lelaki itu menghilang setelah menaiki tangga terakhir menuju masjid.

Utusan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang