BAB 5

57 6 0
                                    

Nawi sudah bersiap untuk berangkat ke masjid. Namun pandangan terganggu ketika melihat adik bungsunya tengah meringis menahan kesakitan sambil memijat kepalanya sendiri.

" Kenapa dek ? Masih pusing ?"

" Kok gak ilang ilang ya pusingnya bang ?"

" Udah minum obat ?"

Nalu menggeleng, membuat Nawi mendengkus kasar. Ia tau betul bahwa sedari kecil adiknya itu memang tidak pernah mudah mudahan untuk mengonsumsi obat obatan.

" Abang panggilan kakak bentar, biar di pijiti. Soalnya lufi udah pergi deluan tadi, mau azan katanya. "

Nalu mengaguk dan membiarkan Nawi meninggalkannya.

~~~~~~~~wulan ananda~~~~~~~

Hari ini memang cukup melelahkan bagi lufi maupun Nalu yang untuk kedua kalinya harus kembali duduk di pelaminan selama satu harian.

Namun ada yang lebih membuat lufi khawatir dengan kondisi Nalu yang sudah beberapa hari ini terlihat tidak enak badan, ia dapat melihat Nalu yang diam diam meringis kesakitan ketika tadi ia duduk di pelaminan, belum lagi hiasa hiasan di kepala istrinya yang membuat lufi yakin bahwa Nalu kian tambah merasa kesakitan.

" Dek  ya Allah"

Semua orang langsung berlarian menghampiri lufi dan juga Nalu yang di dalam rekuhannya, pengantin tiba tiba tidak sadarkan diri ketika ingin kembali ke kamarnya untuk beristirahat.

Lekas lekas lufi membawa tubuh Nalu menuju kasur dan memperotoli semua yang masih alat alat yang menancap di tubuh sang istri dan menjerit agar segera di bawakan minyak kayu putih.

" Mak tolong Nalu Mak !"

Ia menyesal ketika membiarkan Nalu yang terus memaksakan diri untuk tetap bersanding di pelaminan hingga selesai dengan keadaan tubuh yang benar benar tidak fit.

" Kok belum sadar juga Mak ?"

" Duh.. tolong yang di luar jemput ibu bidan.!" Radiah teriak tak kalah panik ketika tidak ada tanda tanda kalau Nalu akan sadar, padahal ia hanpir menghabiskan setengah dari isi minyak kayu putih untuk menyadarkan menantunya itu.

~~~~~~wukan ananda~~~~~

" Jalan enam Minggu pak !"

" Apa baik baik saja ? Istri saya sampai sekarang belum sadarkan diri buk !"

" Enggak apa apa, palingan sebentar lagi sadar.."

Lufi tidak begitu tenang ketika ia melihat keluar, ternyata masih ada banyak orang di luar yang sebagian tamu dan sebagiannya lagi adalah keluarganya.

Punya anak ? Ia cukup bahagia jika memang sebentar lagi ia akan menjadi seorang ayah, namun bagaimana dengan keadaan Nalu ? Apa dia akan baik baik saja ? Apa tidak masalah jika harus melahirkan di usia muda ?

" Abang..." Suara lirih milik Nalu mampu mengalihkan dunia kekhawatiran lufi, ia bergegas duduk di atas tempat tidur dan menanyakan berbagai macam pertanyaan tentang kondisi istrinya.

" Masih sedikit pusing!"

" Yaudah tidur aja ya ?"

" Tapi belum sholat isya ! Adek mau sholat dulu!"

Ia diam sebentar. Ada desiran hebat yang membanjiri dadanya ketika Nalu mengatakan ingin sholat terlebih dahulu, walaupun keadaannya masih benar benar lemah.

" Abang bantu berdiri ya ? Nanti mamak yang siapin alat sholatnya"

~~~~~~~~wulan ananda ~~~~~~~

Berdiri di depan cermin dan menyingkap daster rumahannya, Nalu memperhatikan perutnya yang masih belum begitu terlihat. Ia cukup terkejut ketika suaminya mengatakan bahwa ia tengah mengandung anak mereka yang kini usia janinnya sudah menginjak enam minggu.

Ada rasa haru yang membuncah di dadanya. Tuhan begitu baik dengannya, hingga kini ia pun dapat mengandung begitu cepat. Bahkan ia sampai menangis di dada sang suami sangking kan bahagianya dan lufi terus mengelus ngelus punggungnya dengan mengatakan bahwa anak mereka akan ikut menangis jika ibunya menangis.

" Makan dulu ya ?"

Cepat cepat ia menurunkan dasternya ketika mengetahui bahwa lufi memasuki kamar mereka dengan makan makanan di kedua tangannya.

" Jangan sekarang ya bang ? Adek masih mual !"

"Sedikit aja, tadi Abang udah beli bubur di depan !"

" Yaudah, letakan aja di situ, nanti adek makan !"

" Abang suapin deh, lagian Abang kan gak kemana mana !"

" Jangan bang !"

" Lho kenapa?"

" Adek gak pengen makan bubur !"

" Tapi adek belum ada makan !"

" Tolong ya !" Ia memegang lengan suaminya, memohon agar tidak memaksanya untuk makan sekarang juga karena ia benar merasa tidak berselera untuk makan.

" Kalau gitu minum teh hangat ya ?"

Nalu menggaguk, namun ia mencengkal lengan suaminya ketika hendak bangkit.

" Biara adek aja yang buat. Adek masih mampu kok !"

" Bareng bareng aja.." ujar lufi dengan lembut, lalu membawa tangan istrinya kedalam genggamannya.

~~~~~~~~~wulan ananda ~~~~~~~

Malam ini Nalu masih duduk di tepi kasurnya dengan tatapan yang bosan. Ia tidak suka sendiri hingga ketika tiba tiba rasa takut yang menjadi penyakit dari kecilnya datang menghampirinya.

Tepat jam sembilan malam, ia mengelus ngelus pelan lengannya yang tidak tertutupi lengan panjang. Dadanya mulai was was seketika saat di dengarnya suara kucing yang melompat dari atas lemarinya yang lumayan tinggi.

Tidak...itu hanya seekor kucing ! Namun keringat mulai mengucur ke seluruh tubuh Nalu, ia mencoba menghalau rasa takut itu, namun ia tidak bisa, matanya mulai menjelajahi kamar tidak terlalu luas dan ia semakin tidak bisa bernafas ketika di temukannya seekor kucing yang tengah berdiri di ambang pintunya dengan mulut yang tersumpal penuh dengan bangkai tikus yang penuh darah.

Ia mengambil bantal gulingnya lalu menutup seluruh wajahnya dengan sekuat mungkin, ia harus merasa kegelapan, ia tidak boleh melihat cahaya, baik bayangan apapun, ia harus berada di dalam kegelapan, sekalipun ia harus merasakan sulitnya bernafas !

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatu.

Jangan lupa kewajibannya terhadap Allah SWT

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Utusan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang