Bab 6

8.9K 1.5K 230
                                    

Biasanya jika hari libur tiba. Daniel lebih suka bangun siang lalu pergi main atau nongkrong dengan temannya tapi kali ini lain. Ia bangun pagi tapi tak beranjak dari kasur. Daniel melamun di atas ranjang. Ia memutar akal agar bisa dekat dengan Nawang. Karena libur tak mungkin menyuruh anak itu menyiapkan pakaian. Lalu bagaimana Daniel mendekati si udik? Secara ia sering bersikap kasar, tak mungkin tiba-tiba berubah jadi manis. Ia putuskan untuk menengok ke jendela, Daniel yakin jam tujuh pagi biasanya si udik menyapu halaman.

Tapi Nawang sudah tak terlihat, anak itu kini malah berjalan ke arah pintu depan bergabung dengan babu-babu di gerobak sayur. Daniel tahu sekarang apa yang mesti dia lakukan. Ia memantapkan langkah turun menapaki Tangga rumah lalu berjalan ke arah depan setelah mengambil beberapa lembar uang dari dompet. Daniel berjalan pelan agar sang bunda tak tahu.

"Wang!" Panggilnya ketika telah sampai di depan gerbang.

"Iya mas?" Nawang ketar-ketir karena Tuan mudanya sudah memanggil hingga membuka pintu gerbang.

"Temenin gue makan di warung soto Betawi depan." Keinginan yang aneh mengingat majikannya itu tak suka makan nasi apalagi menikmati kuah bersantan seperti soto Betawi.

"Tapi saya masih belanja." Daniel lupa, si Nawang sedang bersama beberapa art komplek yang hampir semuanya menatap ke arahnya. Ia menggaruk rambut karena salah tingkah sendiri di pandang heran begitu.

"Kasih aja catatannya ke tukang sayurnya." Perintahnya tak bisa di bantah, di tambah lagi Daniel malah memberi si tukang sayur yang satu lembar uang bewarna merah. "Ini uangnya terus berlanjaannya bisa lo taruh ke dalam."

Nawang hanya melongo melihat ulah tuannya yang dapat terbilang langka. "Ayo!! Ih malah ngelamun." Daniel terpaksa menggunakan tangannya untuk menyeret Nawang. Kalau bukan karena sebuah misi kemenangan mana mau Daniel menyentuh si udik. Semoga setelah ini tangannya tak kudisan.

Merekan berjalan kurang lebih 15 menit untuk sampai ke tempat tujuan. Untunglah warung soto yang Daniel maksud agak sepi jadi mereka dapat tempat duduk. "Duduk sini, kenapa malah berdiri?"

"Bukannya Mas mau pesen terus di bawa pulang." Tak mungkin Daniel mau makan di tempat sederhana, bangkunya sempit, tak ada AC, mesin gesek kartu atau pelayan yang siap sedia.

"Gue mau makan di sini. Udah duduk!!"

"Mas traktir saya?"

Ya ampun pusing berurusan dengan anak ingusan, goblok dan juga kurang paham. Daniel menarik nafas sabar, demi misi ia harus menahan emosi. "Menurut lo? Ngapain gue ajak lo ke sini?"

Nawang hanya tersenyum tak enak lalu duduk tepat di depan Daniel. Mereka sama-sama memesan satu porsi soto Betawi dan juga segelas teh hangat. Selera daniel harus terjun payung gara-gara si babu. Daniel sempat di lema mau makan atau ia buang tapi baru satu sendok masuk mulut. Daniel merasa makanan ini nikmat sekali. Misi mendekati Nawang terabaikan karena kelezatan soto Betawi. Nawang jelas curiga, majikannya terkenal jahat dan tega membebaninya pekerjaan berat tiba-tiba mentraktirnya makan. Apalagi saat pulang, mereka malah jalan memutar arah. Kan waktu nyampe rumahnya jadi lama.

"Kenapa kita gak lewat jalan tadi mas?"

"Biar jauh, sekalian bakar kalori."

🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Makan siang pun Nawang merasa ada yang janggal. Tuannya gemar makan makanan rumit yang mudah di masak tapi tidak mudah untuk di temukan bahannya. Saat Nawang menawari mau makan siang dengan apa. Daniel malah menjawab begini sambil menunjukkan senyum terbaik.

"Gue makan apapun yang lo masakin."

Mana majikannya tak berpindah dari meja makan semenjak Nawang masak. Mengawasinya terus, tak mau beranjak atau malah keluar untuk pergi. Kan biasanya Daniel kalau weekend tidak ada di rumah sampai malam.

My upik babuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang