Daniel tak mau lagi bersikap lunak ke Nawang karena perubahannya malah membuat babunya itu ketakutan. Ia balik lagi menjadi Daniel yang menyebalkan, suka memerintah, bermulut pedas dan bawel. Cuma bedanya Daniel mulai mengajak Nawang bicara agar tahu kemana arah gadis itu berpikir. Ia kini duduk sambil memandangi Nawang yang memegang setlika."Yang rapi... tuh masih ngelipet." perintahnya tegas. Kemejanya yang bewarna biru laut kusut karena sengaja laki-laki itu remas sehabis mandi tadi. Daniel kan cari alasan supaya memberi pekerjaan untuk si babu.
"Celananya juga mau di setlika juga mas?"
"Emang lo mau lihat gue telanjang?" tanyanya jahil
"Eh enggak!!" jawab Nawang lantang. Biji matanya hampir keluar tatkala melihat sang majikan pria ingin melepas kancing celana kainnya. Daniel tersenyum culas, bagaimana kalau anak ingusan itu melihat burung perkutut di balik celana hitamnya, bisa sawan atau malah terkena ayan si Nawang.
"Kemarin lo ama Mamad ngapain?" Sesi tanya jawab pun di mulai. Nawang tak menaruh curiga, karena mungkin karena keasyikan ngobrol dengan tukang pengangkut sampah. Tuannya marah karena menunggu lama saat minta di bukakan pintu.
"Cuma ngasih minum sama cemilan yang ibu suruh," jelasnya dengan tangan yang sibuk menyeletika serta menekan-nekan bagian tengah meja yang di hias kancing bening.
"Oh..." mulut Daniel mengerucut ke depan membentuk bulatan. "Gue kira lo pacaran sama Mamad. Kalian kelihatannya cocok banget."
"Begitu ya mas? Sayangnya nggak."
"Nggak karena Mamad belum nembak aja." Nawang cuma menanggapinya dengan tersenyum simpul tanpa menatap majikannya yang kini memandanginya dengan mata menyipit. Daniel memalingkan muka, sebab tiba-tiba kesal karena salah menafsirkan senyuman milik Nawang. "Tapi kamu naksir dia kan?" Tebaknya langsung. Dua pasangan kampung, terlihat malu-malu kucing. Padahal si laki-laki kucing garong.
"Naksir itu kek gimana mas? Saya suka ngobrol sama Mas Mamad, soalnya orangnya lucu." Mamad yang bertubuh tambun itu memang mirip ikan buntal apalagi saat lemak di perutnya bergoyang-goyang. Tinggal di pasangi hidung bulat, terus mangkal di ancol.
Daniel memijat pangkal hidung, pusing juga bertanya pada anak sepolos dan selugu Nawang. "Naksir kayak jatuh cinta dan pingin jadi pacarnya?" Harusnya Nawang mengerti, bahasanya sudah di perjelas dan permudah.
"Saya gak berani pacaran, ibu gak ngijinin." Daniel memutar bola matanya, mendengar jawaban ambigu Nawang. Capek ternyata ngomong sama orang yang iq-nya di bawah rata-rata. Dia ingin tahu bagaimana perasaan Nawang ke Mamad. Namun begitu melihat kemejanya terlipat rapi dan Nawang mencabut colokan. Daniel panik sendiri, karena belum mendapatkan jawaban yang ia mau.
"Udah selesai mas."
"Semir sepatu gue, sampai mengkilat." perintahnya angkuh. Sepatunya sudah Daniel pakai, jadi terpaksa Nawang berjongkok merendahkan diri setelah mengambil semir sepatu dan sikat terlebih dulu. Tapi keputusan Daniel menyuruh si Nawang mengelap sepatunya berbuah petaka. Daniel secara tak sengaja melihat payudara Nawang yang terpampang nyata karena kerah kaos usang gadis muda itu yang turun apalagi dia gunung kembar itu bergerak-gerak tatkala tangan si babu bergerak menyemir sepatu dengan menggosokkan pelan dengan sikat. Maunya bilang berhenti, tapi Daniel malah menikmati.
Wajah Daniel merah dan panas dari telinga sampai ke pipi. Hanya karena melihat dada Nawang yang bisa di bilang kecil, rata dan baru akan tumbuh, birahinya timbul. Ia meneguk ludah lalu menggeleng keras beberapa kali ketika pikiran kotor mulai menguasai. Daniel meneteskan air liur hanya melihat nipel sebesar kacang kedelai? Sepertinya ini efek Daniel tak lama mengunjungi Club malam dan berburu wanita cantik sehingga mulai menjadi pedofil.
KAMU SEDANG MEMBACA
My upik babu
ChickLitDari dua sahabat sejatinya Juna dan Ale, hanya Daniel Darmawan Johnson yang belum punya pasangan. Putus setelah menjalin cinta lama tak membuatnya jera. Ia malah seolah jadi laki-laki single paling most wanted karena kedua saingannya sudah di kandan...