Bab 3

9.9K 1.7K 157
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Nawang sibuk mengelap lemari kaca tempat nyonya besar menyimpan koleksi wadah parfum dan juga piring cantik tapi bukan piring hadiah sabun cuci melainkan piring keramik khas dari berbagai belahan dunia. Betapa senangnya jadi orang kaya, bisa keliling dunia sedang Nawang paspor saja belum buat. Rumah, tempat dirinya bekerja terlalu besar. Bukan maksud Nawang malas membersihkan. Cuma kadang ia tersesat karena belum tahu seluk beluknya. Maklum baru juga sehari dia mulai bekerja.

"Minah!!" panggil nyonya Widuri yang kini  membawa gunting tanaman, bekas  selesai memetik daun yang dimakan ulat di depan.

"Iya Buk?"

"Daniel belum bangun?"

"Belum Buk. Apa perlu saya bangunkan?"

"Ya harus. Kalau perlu siram aja pakai air seember." Nawang kaget sampai menjatuhkan lap. Kata ibunya, nyonya mereka baik tapi dengan anak sendiri sikapnya malah begini. Kemarin anaknya dijewer, kini mau disiram air seember.
"Wang!"

"Iya Buk?"

"Kamu bersihin halaman depan. Disapu, daun-daun yang bekas saya potong. Tolong kamu buang juga sampah di rumah."

"Iya Buk." Nawang pergi ke halaman depan, karena  sudah selesai mengelap lemari. Widuri diam-diam tersenyum melihat cara kerja Nawang yang cekatan juga rajin. Aminah mendidiknya dengan baik. Anak itu juga sopan serta tahu agama. Semoga saja anak itu betah kerja di rumah ini. Kadang Widuri ngeri, tinggal hanya berdua dengan Aminah.

Sedang Daniel yang baru dibangunkan paksa oleh pelayan ibunya, malas-malasan turun. Walau telah mandi wajah kusutnya tak tertolong. Ia merengut sambil mengambil segelas air putih. Tak sukanya ia pulang, ibunya itu gemar memaksanya bangun pagi dan menyuruhnya sarapan. Masalahnya Daniel itu jika makan berat di pagi hari perutnya akan melilit.

"Sarapan...itu ada nasi goreng sama telur ceplok kesukaan kamu." Kesukaan jaman kapan. Daniel sekarang sudah masuk usia dewasa. Ia butuh nutrisi dari oatmeal, buah, daging serta makanan bernutrisi tinggi agar ototnya tetap terbentuk. Bukan makanan tinggi karbo dan lemak.

"Bun, ada menu sarapan lain?"

"Emang kamu kira rumah itu restoran. Bisa pesan makanan sesuka kamu?" Terus gunanya dua pembantu di rumah ini apa? Daniel juga belum lihat babu bau kencur yang kemarin memakai mukena. Dimana anak kemarin sore itu?

"Daniel kalau pagi biasa minum Jus buah. Di sini ada buah sama blender kan?" Widuri memaklumi kalau yang di minta hanya menu sederhana.

"Mau buat sendiri?"

"Terus bunda nambah pembantu buat apa?" Widuri tahu semenjak kecil Daniel tak suka melakukan pekerjaan rumah maupun pekerjaan kasar. Maklum anak itu, anak manja yang selalu dituruti semua keinginannya. Kebetulan juga Nawang sedang lewat mau mengambil wadah sampah dapur.

"Wang?"

"Iya Buk?"

"Tolong kamu buatin jus apel tapi pakai madu. Sampahnya biar Aminah yang buang." Nawang menurut lalu pergi ke arah wastafel untuk mencuci tangan. Setelah itu baru mengambil mesin blender yang ada di rak atas. Kebetulan Ibunya tadi pagi, sudah memberi tahunya. Dimana letak alat-alat masak, keperluan dapur dan juga alat makan. Tak lupa mengambil beberapa buah apel hijau di dalam kulkas .

"Apelnya tiga, madunya tiga sendok." Perintah Daniel yang duduk di kursi.

"Iya Tuan."

"Eh jangan panggil dia tuan. Ntar kepalanya jadi gede. Panggil aja Mas Daniel." Widuri membiasakan jika antara dirinya dan para pelayan tak ada jarak. Mereka, Widuri anggap keluarga karena anaknya sendiri malah tinggal jauh.

My upik babuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang