Happy reading ✨
Boleh kok ditandai kalo nemu kesalahan 😉•••••••
Bagian lima belas
- Gimana perasaan lo saat lo gak mau melakukan sesuatu, tapi lo harus melakukannya tentu dengan paksaan. Itu yang gue rasain sekarang -•••••••
Dimas menyusuri rumah Aurel. Memasukinya hingga dalam. Kesan pertama yang ia dapatkan ialah suasana sunyi nan gelap. Apakah Aurel membohonginya? Jika iya, Dimas akan sangat marah kepada perempuan itu. Ah sudahlah, lupakan saja dulu Aurel, yang terpenting sekarang ialah dia harus menemukan seseorang dan melontarkan beberapa pertanyaan yang memenuhi pikirannya pada seseorang yang nanti ditemuinya. Tapi tunggu, Dimas merasa deja vu. Ia pernah mengalami kejadian seperti ini pada masa SMP-nya dulu. Tapi, apakah mungkin akan terulang lagi?. Aurel? Kejutan? Entahlah!. Diam-diam ia merasakan senang yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.
Dimas sangat sibuk berkelana dalam pikirannya. Sampai ia tidak menyadari tempat yang ia pijaki sekarang sudah terang akibat sinar lampu. Aurel mendekatinya. Kedua tangannya membawa kue dengan lilin diatasnya. Tidak lupa senyuman manis menghiasi wajahnya.
"Happy birthday kaa!"
Untuk sesaat Dimas terlena dengan senyuman itu. Ia menikmatinya. Aurel sangat cantik hari ini. Balutan dress biru itu sangat pas ditubuhnya.
"Kak Dimas?"
Dimas menatap mata indah penuh keceriaan itu sekali lagi. Ia harus melakukannya. Namun ia ragu. Bukan sedikit, tapi sangat. Sangat ragu.
"Maksud dari semua ini apa?"
Pertanyaan yang dilontarkan Dimas sukses membuat keadaan hening. Semua mata menyorot kepada kedua pasangan itu.
"Surprise!!!" Aurel masih memperlihatkan senyumannya. "Ayo ka, tiup lilinnya dong!"
Dimas yakin tidak yakin. Tapi ia harus melakukannya. Demi membuktikan janjinya pada sahabat-sahabatnya.
"Anak kecil."
Keadaan yang sebelumnya hening bertambah hening. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara. Nama Aurel masuk ke dalam list orang yang tidak bersuara. Ia tidak mengerti maksud dari perkataan Dimas.
"Maksudnya ka?"
"Ini semua kayak anak kecil. Kamu pikir aku masih anak kecil? Sampe kamu buat kejutan kayak gini."
Perkataan Dimas selanjutnya mampu membuat Aurel diam membisu.
"Rel, umur kamu berapa? Ternyata bukan hanya sifat kamu aja yang kekanak-kanakan tapi jalan pikiran kamu juga masih kekanak-kanakan. Kamu membuktikan sendiri bahwa kamu gak pantes jadi anak SMA."
Apa maksudnya?! Apa Dimas berniat mempermalukannya disini?!
"Rel," panggilan Dimas membuat Aurel mendongak. Dimas melihatnya. Tatapan yang diberikan Aurel kepadanya, tatapan sendu. Tidak! Dimas tidak boleh terpengaruh dengan itu. Ia harus kekeuh pada pendiriannya.
"Mending kamu batalin ini acara. Sebaiknya kamu jangan berharap aku akan mengikuti acara ini. Aku juga gak mau tiup lilin. Menurut aku, itu semua buang-buang waktu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Faded Cheerfulnes
Romance#1 in pudar Aurel, remaja labil yang tengah asyik menikmati masa putih abu-abunya ini. Selain pendidikan, persoalan cinta dan persahabatan, juga teman sebaya menjadi problem utamanya. Apa solusi darinya mengatasi problem remaja? Ternyata...