6

11.2K 710 65
                                    


Hai hai hai...
Lama banget enggak update.
😅😅

Kiana menoleh saat wanita berjas putih itu masuk kedalam rumah seusai mengucap salam. Matanya sedikit terlihat sayu. Bibirnya juga sedikit kering. Tapi, Kiana heran, walaupun tanpa polesan makeup, wanita yang tengah tersenyum tipis itu masih saja nampak cantik.

Kiana merasa begitu iri.

"Ki', kok belum tidur?" Tanya Melati lalu berjalan menuju dapur. Meraih gelas dan menuang air kedalamnya. Kiana ikut melangkahkan kaki menuju dapur.

"Nunggu Mas Ardan balik Kak. Enggak enak saja kalau misalnya enggak ada yang menunggui Mas Ardan balik. Enggak mungkin kakak juga kan, kakak kan capek."

"Ya sudah. Aku istirahat duluan"
Ucap Melati lalu segera berlalu.
Tidak menggubris makna dari ucapan Kiana.

Padahal, Kiana ingin berkata, jika Melati tak mampu menjadi istri Ardan. Hanya dirinya yang mampu. Hanya saja, ia hanya mampu menyindir secara halus. Belum berani membusungkan dada.

Gadis itu kembali menyandarkan diri pada sandaran sofa. Kembali memikirkan cara agar ia bisa mendapat hati Ardan seutuhnya.
Ia lupa, bahwa hati manusia, ALLAH lah, yang menggenggam.

"Assalaamualaikum"
Ucap seseorang dan dengan sigap Kiana berdiri dan membuka pintu. Jelas senyuman manis yang dia ukir disana. Ardan hanya membalas dengan senyuman tipis lalu mencium puncuk kepala Kiana sekilas.

Padahal, Ardan berharap, gadis itu sudah terlelap dan Melati lah yang menyambutnya pulang.

"Melati udah nyampe?"
Pertanyaan pertama Ardan yang jelas membuat hati Kiana remuk redam.

"Mas, yang menyambut kamu itu, aku. Bukan Kak Melati. Bisa enggak sih, hargai aku sedikit saja. Kak Melati mana peduli sama kamu? Nanyain Mas aja enggak. Apalagi ngurus makanan kamu. Enggak, kan?" ketus Kiana berapi-api. Matanya sudah mulai berkaca-kaca.

Ardan menatap Kiana dengan tatapan dingin. Senyumnya memudar.
"Kamu lupa dengan apa yang pernah kukatakan sebelum pernikahan ini terjadi? Segalanya, kamu yang menginginkan. Kamu yang menggoda Bunda. Kamu yang merayu Bunda. Dan aku salah apa? Bukankah ini yang kamu inginkan. Asal bisa bersamaku, kamu rela menjadi yang kedua?"

Nada bicara Ardan tak tinggi. Tapi, ucapannya jelas melukai hati Kiana. Setelah itu, Ardan meninggalkan Kiana yang sudah kembali terduduk di atas sofa. Ia lelah dan butuh istirahat. Bukan perdebatan seperti ini.

Sebelum menapaki tangga, Ardan kembali berbalik.
"Siapkan barangmu. Kamu akan kembali kerumah Bunda besok. Pak Ujang akan jemput kamu."
Ucapnya kemudian kembali berlalu.

Kiana meremas ujung bajunya.
Merasa benar-benar tak di perlakukan secara adil.

Tes tes tes...
Ada yang nunggu???

A mate from the pastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang