.pilihan rana.

213 6 0
                                    

****
aku hanya mengatakan bahwa aku tidak menyukaimu, bukan berarti aku tidak mencintaimu-^
-kaNa

SETIAP pagi di dalam rumah berwarna putih dan abu abu itu selalu saja di hebohkan dengan kelakuan dua manusia berbeda gender tersebut. Entah itu yang lebih tua mengambil kaos kaki yang muda atau menyembunyikan tasnya, dan selalu saja seperti itu.

Seperti pagi ini.

"Bundaa! Raka ngambil sepatu aku" Teriak seorang gadis bernama Rana di tangga sambil menunjuk Raka yang sudah duduk di sofa sambil meminum susu miliknya yang di ambil dari meja makan.

Perempuan yang dipanggil bunda tersebut hanya menggeleng menatap kelakuan dua manusia di rumahnya tersebut. Sementara sosok yang dipanggil Raka itu hanya minum sambil diam.

"Kenapa? ini kan, mama gue yang beli-in. Jadi ini bukan punya lo" Tanpa sadar ucapan Raka membuat Rana terdiam di tangga.

"Raka" Tegur Rani.

Raka menoleh menatap Rana yang terdiam sambil menunduk, ia menggeleng tidak boleh merasa kasihan. Senyuman terbit di bibirnya.

Sinis.

"Kenapa ma? itu benarkan. Kalau dia gak pengen di ganggu Raka.."

Rana menelan salivanya.

"...Suruh dia beli sendiri atau. Pergi dari sini" Ketus Raka.

Rana jelas paham maksudnya. Rana sudah biasa mendengar ucapan kasar Raka, tapi kali ini ucapannya benar benar menyakitkan di telinga Rana. Menjadi anak adopsi memang berat, walaupun ia hidup tidak kekurangan, namun ucapan seseorang dapat membuatnya kalah telak jika menyinggung soal keluarganya. Rani menatap Rana, ia tidak bisa menegur anaknya itu.

Walaupun Raka kelewatan tetap saja rani tidak bisa menegur nya, jika Rani menegur Raka maka Raka akan mengatakan jika ia pilih kasih. Rani memang tidak becus mengurus anaknya itu hingga ia dapat mengatakan hal yang membuat seseorang sakit hati.

Dengan langkah cepat Rana menuju kamarnya, ia membuka lemarinya mencari sepatu namun nihil, ia menarik koper di bawah ranjangnya dan, Rana mendapatkan sepasang sepatu warna abu abu. Oke tidak masalah ia mendapatkan poinnya berkurang, daripada tidak memakai sepatu ke sekolah.

Rana memakai sepatunya tersebut dan turun ke bawa, ia tersenyum menatap Rani lalu menyalaminya. Saat sampai di depan, Rana harus berjalan menuju depan kompleks untuk mendapatkan taksi ataupun angkot. Rana melambaikan tangannya ke depan saat ia melihat angkot.

Sesampainya di sekolahnya Rana berlari menuju kelasnya, ia menatap jam tangan pemberian ayahnya dari singapura. Tujuh lima belas. Dengan nafas ngos ngosan, Rana masuk ke dalam kelasnya semua orang di dalam sana menatap Rana yang baru saja masuk, menatap dari atas hingga bawah.

"Telat lagi lo"

Dapat Rana liat tepat di ujung kiri pojok, Raka duduk sambil menatap sinis ke arahnya. Rana terbiasa dengan ini tidak ada yang tahu mereka bersaudara, lebih tepatnya Raka yang menahannya agar tidak membocorkan hal yang memalukan ini menurut Raka.

"Berdiri di lapangan Rana. Sepatu kamu warna hitam? poin kamu kurang sepuluh" Tegur guru di depannya.

Mendengar perintah gurunya itu, dengan cepat Rana berjalan menuju lapangan. Ia meletakkan tas nya di kursi taman lalu berdiri tepat di depan tiang bendera, tangannya terangkat hormat dan wajahnya mendongak. Rana merasa kehadiran seseorang, ia menoleh menatap Raka heran yang ikut berdiri sambil hormat, tapi kembali mendongak menatap bendera merah putih

"Kak Raka kenapa?" Gumam Rana sambil menunduk merasakan panasnya mentari menembus kulitnya seolah membakar.

"Lo buta? lo gak liat sepatu gue" Ketus Raka, mendengar itu Rana beralih menatap sepatu Raka yang berwarna putih dengan centang hitam itu.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang