O 4 ; rumahku

397 60 0
                                    

Kiku membuka kelopak mata yang terasa memberat tadinya. Hingga menemukan desain rumah yang berbeda dari miliknya. Beberapa senjata tradisional khas Indonesia terpajang apik.

Juga beberapa naskah kuno yang merupakan bahasa sansekerta dan jangan lupakan sebuah teks proklamasi di tengah itu semua.

Dan kini Kiku yakin dimana dia berada. Rumah Dirga, siapa lagi yang mempunyai benda-benda berharga dan bernilai kecuali sang personifikasi negara itu sendiri?

Mengingat-ingat apa yang terjadi hingga menatap jam membetulkan ingatan soal tadi pagi yang sanggup membuat rasa aneh sekaligus menyenangkan.

Menghirup aroma teh melati yang begitu sanggup membuat beban pikirannya soal itu lenyap. "Dirga-san?" panggil Kiku.

Diiringi munculnya sang pemuda dengan sebuah nampan berisi secangkir teh melati dan kopi. Menyerahkan cangkir berisi teh kepada Kiku dan menyeruput kopinya dalam diam.

Merasakan dalam-dalam efek tenang yang timbul. Setelah dirasa cukup, Dirga menaruh cangkir miliknya menatap Kiku yang terlihat hanya termenung.

"Hm?" Kiku menoleh ke sumber suara. Gumaman penuh tanya membuat bibir Kiku kelu, ragu untuk berkata sehingga keheningan melanda.

Jarak keduanya hanya sebatas bantal sofa. Bibir Kiku terbuka sedikit, lalu tertutup kembali. Dirga dengan tatapan polos membuat Kiku tidak bisa lolos memalingkan muka.

Sampai, perut yang tadinya mengalir teh hangat kini kosong. Bunyi yang timbul keroncong- otomatis menahan malu yang teramat serasa tiba-tiba diurat.

Dirga tertawa tanpa tahu-menahu sang penyebab menahan kesal juga sesal. Memukul pelan bahu Dirga sembari menutup wajah menggunakan tangan karena memerah.

"Mou, Baka! Di-diam Dirga, jangan tertawa!" seru Kiku.

Dengan usil sebuah ide terlintas dibenak Dirga. Tiba-tiba memegang tangan Kiku yang masih memukulnya, sontak membuat Kiku tersentak terkejut.

"Nande??"

Kebingungan menatap Dirga yang menyeringai penuh arti. Mengecup tangan Kiku yang sedang digenggaman tangannya- membuat sang empu kembali bersemu.

Berdiri dan menarik Kiku dari posisi duduknya, mengajak sang pemuda menuju dapur rumahnya.

"Anda mau berbuat apa?" tanya Kiku yang melihat Dirga mencari sesuatu.

Kembali kebingungan karena yang ditanya malah tertawa kecil. "Kita ada di dapur, tentu saja aku mau memasak!" jawabnya.

Memotong dengan lihai beberapa wortel juga kentang, dan bahan lain yang biasa dimasukkan ke dalam sup. Kiku tahu apa yang akan pemuda itu mau hidangkan.

"Maaf kalau rasanya tidak enak, aing teh teu ngerti masak." peringatan Dirga yang mengundang senyum masam Kiku.

Hanya beberapa tahun mereka bersama- jangan duga Kiku lupa soal masakan Dirga yang harumnya saja sudah mengundang untuk dimakan. Ya, saat pemuda itu masih menyekap Dirga dan menahannya dalam dekap penuh luka.

"Anda tidak bisa berdusta, memangnya anda kira sudah berapa lama saya mengenal anda? Sudah cukup lama, dan saya tidak bisa melupakan apapun yang berkaitan dengan anda," tutur Kiku.

Dirga terkejut lalu tersenyum seadanya. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. "Silahkan."

Merasakan adanya perbedaan- kini menjadi canggung membuat Kiku menutup mulut yang seenaknya berkata.

"Dirga-san, gomennasaii ..." Dirga mengibaskan tangan ringan.

Seolah hal tadi hanya angin lalu dan dia tidak terlalu perduli.

"Tidak apa-apa kok." suasana sepi ketika Kiku sibuk memakan sup buatan Dirga.

Hingga Dirga yang diam-diam memperhatikan Kiku.

"Ada apa?" tanya Kiku merasa sedang diawasi Dirga yang duduk dihadapannya.

Dari seberang, Dirga hanya tersenyum menawan penuh arti. "Kau lucu," ujar Dirga lagi-lagi membuat Kiku bersemu.

•••

[ ✔ ] ❝ AISHTERU .Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang