14 ; Netherland!

373 43 4
                                    

Keabsenan Dirga selama 4 hari menimbulkan pertanyaan besar bagi Kiku, tetapi untuk beberapa orang di kelas mereka sudah terbiasa. Bel telah berdering, Kiku tersadar dari lamuannya.

Dan, Arthur datang— bersama seseorang. Bukan, Kiku hanya menduga-duga. Si ketua kelas itu hanya datang terlambat jika membawa seseorang atau personifikasi negara.

Ah, orang itu. Netherland atau Willem. Sempat beradu pandang, entah mengapa Kiku merasa tidak nyaman. Seolah-olah Willem akan merebut sesuatu darinya dan senyuman itu benar-benar menganggu.

“Apakah Dirga belum hadir juga?” ketus Arthur memastikan.

Aloysius yang pertama kali mengangguk saat Maria atau Philippines meliriknya.

Tiba-tiba pintu didobrak, orang itu yang alfa selama 4 hari. “Halo gess, wah keknya w salah kelas.” tatapan tajam Dirga layangkan pada Willem.

“Elu—” mengambil bambu runcingnya dan memojokkan Willem disudut ruangan. Perbedaan tinggi seolah tidak menggetarkan si bar-bar Dirgantara.

Tanpa sadar seisi kelas memperhatikannya, Dirga tidak perduli. Kiku merasakan sesuatu menghimpit dadanya, membuat rasa sesak.

Willem yang sebenarnya masih mempunyai sedikit rasa pada mantan jajahannya itu, menyeringai balas menatap Dirga. “Tidak perlu agresif, mijn indië.”

Dan detik itu juga Willem dibanting oleh Dirga. Alih-alih melerai, yang lain malah menonton dalam diam. Kecuali pemuda itu, ya Kiku Honda.

“Willem, Dirgantara. Hentikan!” bentak Arthur memijat pangkal hidungnya.

Dirga berlalu pergi, namun tangannya diraih Willem. Menariknya dalam dekapan sepihak. Tentu saja, Dirga memberontak tidak terima ulah si kompeni.

“Tenang saja, aku kembali untukmu.” lalu, dipastikan Dirga kembali membanting bahkan melempar Willem hingga dinding kelas mengalami kerusakan.

“Hentikan omong kosongmu,” bentak Dirga kesal dan tanpa bersalah duduk di kursinya seakan tidak terjadi apa-apa.

Terkekeh geli, Willem melirik Dirgantara penuh minat. Tidak menyadari Kiku menahan mati-matian untuk tidak menebas kepala Willem menggunakan katana miliknya.

“Ya ampun.” Arthur menyeruput teh berusaha menenangkan pikiran.

•••

Muak melihat Willem yang terus saja mengusiknya, namun Dirga hanya bisa diam. “Kau ini mau apa?” tanya Dirga yang hilang kesabaran.

“Mau kau menjadi milikku kembali,” jawab Willem berdiri di hadapan Dirga. Menghalangi Dirga untuk pergi dan terjebak bersama Willem.

“Ukh. Aku tidak dengar apapun.” Dirga tidak mau rencana yang dibuat dengan susah payah bahkan membuat pemuda kesayangannya menangis hancur karena sosok dihadapannya.

“Aku masih punya banyak urusan,” ketusnya berusaha lewat. Lagi-lagi Willem menghalanginya, Dirga tiba-tiba berubah pikiran.

Dia menyeringai usil, menarik kerah baju Willem. Membiarkan pipi keduanya bersentuhan. “Kau tahu satu hal?” bisik Dirga tepat ditelinga Willem.

Mengelus rahang tegas milik Willem. “Kau tidak bisa meraihku. Tidak akan pernah, karena hatiku bukan tertuju padamu.” Dirga menatap Kiku yang melihat semuanya, melepaskan Willem dan pergi selagi pria itu mematung.

“Besok hari pertama musim semi. Akan kuakhiri semua kesalahpahaman ini,” gerutu Dirga.

Alih-alih menyerah, Willem malah memojokkan Dirga. “Aku tidak mau melepaskanmu, lagi.”

Memancing argumen, Dirga menggeleng sembari terkekeh geli. “Kau harus dan itu telah terjadi. Aku bukan bonekamu lagi.”

Mendorong Willem, namun sia-sia. Pria itu seolah kuat secara tiba-tiba. Merasakan sesuatu yang kenyal juga basah menempel dibibirnya, Dirga melotot.

Willem mengecup bibirnya, dengan kesadaran tersisa Dirga menendang kaki kanan Willem dan berlari sekencang mungkin.

Menyusuri tangga dan berhenti sejenak. Nafas Dirga memburu tidak teratur. “Apa-apaan dia?! Mengapa bisa berbuat senekat itu?!”

Mengusap bibirnya kasar, hingga langkahnya tidak seimbang saat lagi-lagi dia terpojokkan disudut.

Dirga dapat melihat mata merah yang tidak asing itu. “Kiku?!”

•••

Note :

End gak di chapter 15?
Gak kuat nguji couple ini,
terlalu membuat hati Chila teriris-iris, eak.

[ ✔ ] ❝ AISHTERU .Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang