Bab 14: Bagi Hasil
###
Aku merenungi lubang yang berisi bubur bayi ular itu, lalu berganti memandang pria tinggi besar yang bertinggung. Pakaiannya koyak moyak. Hujan salju yang damai menemani serta awan tebal yang sejuk menanungi. Butiran-butiran salju yang turun seketika lenyap ketika bergabung dengan tanah pasir.
"Cris...?" panggilku, memecah keheningan.
Pria yang kupanggil itu tak indah. Ia mengambil pedang, kemudian bangkit membelakangiku. "Apa Ketua bisa berjalan lagi?"
Aku menjawab dengan lemas, "Ini hanya luka kecil, tidak seberapa."
"Kalau begitu, jalan sendiri." Pria itu berjalan memutar, meninggalkanku yang mematung.
"Cris? Cris...!"
Dengan segenap kekuatan yang tersisa, aku berusaha menyusul Cris walaupun kadang harus tertatih-tatih. 'Sepertinya Cris yang biasa telah kembali,' batinku.
Si pria berjubah menuju posisi kereta kuda berada. Kereta kuda itu yang kugunakan untuk bisa sampai ke sini. Cris memegang tali kemudi, sementara aku berbaring di atas gerobak di belakang.
Memegangi luka yang telah tertutup, sembari memandang langit biru, aku berceloteh, "Terima kasih, Cris."
Lawan bicaraku tercengang.
"Kau sangat hebat sekali tadi. Aku tidak menyangka kau memiliki kekuatan sebesar itu hingga mampu mengalahkan Monster Iblis Eksekutif. Tapi, aku sangat percaya kau pasti bisa mengalahkannya. Aku percaya padamu, Cris."
"Bukankah sudah kukatakan penyebabnya?" balas Cris dengan ketus.
"Tapi, tetap saja-"
Cris mengertakkan gigi. "Kenapa Ketua datang ke sini?! Aku tidak perlu bantuan! Aku bisa mengalahkannya sendiri! Ketua seharusnya tidak datang! Harusnya diam saja di rumah!"
Aku tak menanggapi.
"Lihat bagaimana Ketua sekarang? Terluka begitu! Jika Ketua tidak datang, Ketua tidak akan terluka seperti itu! Ketua hanya merugikan diri sendiri!"
Tiba-tiba Cris terdiam. Mungkin ia merasa kelewatan.
Dengan badan yang lemah, aku menoleh kepada pria itu. "Cris...."
Senyap, tak ada jawaban.
Aku melihat Cris menundukkan kepala. Suaranya memelan. "Tapi, terima kasih telah membantuku."
Aku menyunggingkan senyuman, kembali berbaring memandang angkasa. "Sama-sama."
Setelah segala perasaan canggung dienyahkan, selagi kereta kuda laju menyusuri hutan, aku dan Cris mungkin bisa berbaikan. Pria itu memasang tudung jubah, menjadi sang kusir. Aku terbaring di kereta, sebagai penumpang. Kuda nan berpacu sudah memasuki kawasan hutan belantara. Jalur menjadi tak rata serta bergelombang sehingga aku harus berpegangan pada gerobak.
Setelah jauh jarak ditempuh juga lama waktu berjalan, kereta kuda telah keluar dari hutan dan memasuki daerah permukiman. Di desa yang lumayan ramai ini, langkah kuda melambat, berbaur dengan kendaraan lainnya.
Kami memutuskan singgah ke klinik desa untuk mendapatkan sejumlah perawatan. Di sana, wajah kami diplester; di pipi, hidung, dagu, dahi, dan sebagainya. Cedera pada lengan serta tungkai diperban. Luka tusuk di perutku dibalut pula. Aku dan Cris diberikan baju baru model kaus longgar, juga diberikan celana panjang baru. Seusai memperoleh pertolongan medis, kami boleh langsung pulang asalkan cukup istirahat. Aku dan Cris pun melanjutkan perjalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tower in Resonance (hiatus lama)
FantasíaMarjan adalah seorang pemuda yang bercita-cita menjadi kesatria tangguh. Maka dari itu, dia bergabung ke dalam party bernama Geng Alpha Besar. Namun, setelah semua anggota Geng Alpha Besar tewas dalam misi "Resonant Tower", Marjan tidak bisa mewujud...