Kami sudah sampai di rumahku, Moza juga memutuskan untuk singgah sebentar karna sedang hujan. Ia malas untuk cepat-cepat kembali ke rumahnya. Dan disini juga ada Alfa.
"Za, yuk ujan-ujanan," ajakku pada Moza
"Ga ah, entar gue dimarahin bokap," tolak Moza
"Yeuuu dasar anak bokap," ejekku sambil memeletkan lidah.
Aku berlari ke tengah halaman rumah meninggalkan Moza dan Alfa di teras. Akhirnya untuk sekian lama aku bisa merasakan hujan kembali. Aku benar-benar senang sekarang.
"Aku ikutan boleh?" tanya Alfa tiba-tiba
Aku diam dan menatapinya. "Ya bolehlah, hujan milik semua orang," ucapku lalu kembali menari di bawah hujan.
Alfa berjalan menghampiriku. "Jangan lama-lama main hujannya, kamu masih sakit," ucapnya
"Yaelah, udah sembuh kok. Aku juga udah kebal, ujan doang mah hahaha," ucapku tertawa di bawah hujan.
"Gue masuk dalem dah, males ganggu," ucap Moza mengejek.
"Yaudah sana lo, ga penting haha," balasku. Moza memutar bola matanya malas kemudian berjalan masuk ke dalam rumah.
Sedangkan disini, aku berlari dan terus berlari, menikmati hujan yang Tuhan kirimkan. Aku juga sempat melihat Alfa menikmati hujan ini, aku tersenyum.
Aku merasa lelah sudah berlari terlalu lama, aku memutuskan untuk duduk di batu yang lumayan besar. Alfa pun ikut menghampiriku dan duduk di sebelahku. Aku sibuk mengatur napasku karna kelelahan.
"Enak banget ya ujan-ujanan gini," ucapnya tiba-tiba dan dengan segera kuangguki.
"Kamu ga dimarahin sama keluarga kamu nih lama pulangnya?" tanyaku sedikit berhati-hati
"Aku males pulang cepet. Aku juga kemarin dimarahin, karna ketauan ngerokok di parkiran," jelasnya.
Aku mendengus kasar, sedikit tidak suka. Bagaimana tidak, ia masih saja merokok. Aku tau, sulit untuk benar-benar berhenti dari rutinitas yang biasanya dilakukan. Aku hanya ingin dia mengurangi kebiasaan itu, kebiasaan yang menurutku tidak ada gunanya sama sekali. Aku diam saja tanpa mau mengucapkan apa pun.
"Kamu marah ya?" tanya Alfa karna menyadari aku hanya diam saja.
"Menurut kamu?" kesalku
"Sulit buat berhenti Jen," ucapnya
Alfa melepas kacamatanya dan meletakkannya di sebelah. Ia menyeka air hujan di matanya.
Aku masih saja diam, aku membiarkan Alfa yang berbicara. Hanya ada suara hujan saat ini. Aku tetap menikmati air hujan yang terus turun. Di bawah hujan ini, aku menunggunya mengucapkan sesuatu lagi.
"Maaf Jen," lirihnya dengan nada melemah. Aku menoleh padanya dan melihat ia tengah menunduk. Sedetik kemudian ia ikut menatap, dan tatapan kami bertemu. Aku tersenyum simpul dan mengangguk.
"Gapapa," ucapku
"Yuk neduh, udah cukup kayanya main hujannya," lanjutku lagi. Alfa mengangguk dan kemudian berjalan ke teras. Lalu aku dan Alfa duduk di kursi yang terbuat dari kayu.
Angin berhembus serasa menembus tulang-tulangku. Ini benar-benar sangat dingin. Aku memeluk diriku sendiri untuk mengurangi sedikit rasa dingin.
"Dingin ya?" tanya Alfa
"Engga ah, kuat aku mah," alibiku
"Halah gausah sok kuat, itu udah keliatan," ucapnya menunjuk tanganku. Dengan segera aku melepas pelukanku sendiri. Dan bergaya sok kuat, aku sedikit menyombongkan diri.
"Paling bentar lagi ga tahan," ucap Alfa lagi
"Ish engga," sangkalku
Namun aku merasa hawanya semakin dingin, aku tak tahan. Aku kembali memeluk diriku sendiri dan menyengir. Alfa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Dan sekarang yang Alfa lakukan adalah membuka seragamnya yang sudah basah. Lalu ia menyibakkannya ke tubuhku.
Aku diam dan bingung. Ini kan baju basah, kenapa dikasih ke aku? Tak akan memberi kehangatan sedikit pun.
Jangan lupa vote!
Pencet bintang disini
👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu dan Bandung
Roman pour AdolescentsIni tentang dia yang datang bersama Bandung, kotanya. Bandung, aku suka kamu. Seperti kata Pidi Baiq," Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis, lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi." Aku setuju.