11. Tidak Ada Perubahan

626 127 37
                                    

Doyoung membangunkan Humaira yang masih tertidur pulas, ia ingin mengajak Humaira untuk sholat bersama.
Setelah beberapa kali mencoba, Humaira akhirnya bangun.
Doyoung segera merapikan tempat sholat ketika Humaira sudah beranjak dari tempat tidurnya. 
Setelah wudhu, Humaira pun segera mengambil mukena yang masih tersimpan rapi dilemarinya.

Ini pertama kalinya Humaira sholat subuh di imami oleh Doyoung, bahkan seterusnya Doyoung akan menjadi imamnya. 
Setelah sholat, Doyoung dan Humaira berdoa. Kemudian Humaira menyalami punggung tangan suaminya itu.

Suara ketukan pintu membuat Humaira dan Doyoung segera merapikan sajadah yang masih terbentang, lalu membuka pintu.
Oma Rianti menatap Humaira dan Doyoung secara bergantian.

"Ra, kamu harus masak pagi ini."

Humaira terkejut, ia bahkan tidak bisa memasak, karena gadis itu enggan sekali untuk ikut campur urusan dapur.
Ia ingin menolak, namun Oma nya sudah lebih dulu pergi.

"Aku bantu." ucap Doyoung yang mengerti kekhawatiran istrinya.

"Tapi kamu kan harus kerja, kalau telat gimana?" tanya Humaira yang mengingat jika suaminya itu akan bekerja.

"Lebih penting kamu daripada yang lain, udah sana ke dapur, nanti aku susul." jawab Doyoung sambil tersenyum tipis

"Ntar dulu, ini mau buat sarapan apa?" tanya Humaira bingung.

"Nasi goreng aja yang simple."

"Bahannya apa aja?"

"Ra, serius?"

"Aku gak bisa masak, puas kamu!" seru Humaira kesal, wajahnya sedikit memerah karena malu.

"Kamu ke dapur sana, mau di marahin Oma?"

Humaira menggeleng, ia tidak ingin berdebat dengan Omanya, apalagi ini masih tergolong pagi untuk memulai pertengkaran. 

Dengan cepat, Humaira pun segera pergi menuju dapur. Setelah Humaira pergi, Doyoung melepas kopiah nya, melipat sarung dan menaruhnya dengan rapi, lalu setelah itu barulah ia menyusul Humaira.

Suasana dapur sangat kacau, Doyoung benar-benar sabar menghadapi Humaira, ia mengajari Humaira dengan telaten walau terkadang ia menghembuskan napas lelah. 
Hanya membuat nasi goreng, namun keduanya butuh waktu yang lama.

Keadaannya terbalik, disini justru Doyoung lah yang memasak, sedangkan Humaira hanya bagian menonton saja.
Tak lama nasi goreng pun siap, Humaira pun segera mengambil piring, kemudian menyajikannya bersama Doyoung.
Oma Ranti menatap Humaira dengan tatapan malas, ia menyaksikan semua kejadian didapur.

"Begini saja tidak bisa, bagaimana disuruh buat yang lain." ucap Oma sambil duduk dikursi meja makan.

"Ya kalau Oma gak mau sih gapapa, aku gak rugi." ucap Humaira tanpa beban.

Doyoung menyenggol lengan Humaira dengan pelan, Humaira menoleh.

"Apasih."

"Silahkan dimakan Oma, aku bantu ambilkan."

"Gak perlu, saya sudah tidak berselera."

Oma Ranti pergi begitu saja meninggalkan Humaira dan Doyoung yang sedang menatap satu sama lain.

"Ck, tahu gitu kenapa nyuruh masak." keluh Humaira yang mengingat jika subuh tadi Oma nya itu sibuk menyuruhnya memasak

"Ra, gak boleh gitu."

"Aku gak mau debat sama kamu, aku harus kuliah pagi ini." ucap Humaira sambil merapikan beberapa peralatan makan diatas meja.

"Aku antar."

"Gak, aku sama Richo aja."

"Ra, tapi--"

Sebelum menyelesaikan kalimatnya, Humaira sudah lebih dulu pergi menuju kamarnya.

Doyoung menghela napas pelan, apa sulit bagi Humaira untuk menerima jika ia sekarang sudah memiliki suami? 

                                          ***

Richo menatap Humaira dengan tatapan menyelidik, dan itu membuat Humaira terdiam, ia mulai memikirkan apa kesalahan yang ia perbuat. 

"Kamu kemana aja? Seminggu gak ada kabar."

Humaira terdiam, ia enggan menjelaskan hal ini kepada Richo. Karena Humaira merasa jika ini bukan waktu yang tepat untuk menceritakan segalanya kepada kekasihnya itu. 

"Aku sakit, dan dirawat di rumah Oma." ucap Humaira dengan nada meyakinkan, agar kekasihnya itu percaya.

"Kamu gak bohong kan?" tanyanya lagim

"Iya, badan aku drop. Abi nyuruh aku buat tinggal sementara dirumah Oma."

"Sekarang udah baikan?"

Humaira mengangguk, ia tidak yakin jika Richo akan mempercayainya. Namun melihat wajahnya yang berubah cemas, membuat Humaira yakin jika Richo percaya terhadap kata-katanya.

"Nanti pulang sama aku."

"Aku dijemput Abi." tentu saja ini alasan, Richo hanya tahu jika Humaira sudah kembali kerumahnya, kekasihnya itu tidak tahu jika ia sekarang tinggal dirumah Oma bersama Doyoung.
Perihal siapa yang menjemputnya hari ini itu juga bohong, karena beberapa jam yang lalu Doyoung mengabarinya jika ia yang akan menjemput Nadira.

Setelah menghabiskan waktu bersama Richo, Humaira menunggu Doyoung. Kekasihnya itu sudah pulang, maka Humaira lebih leluasa untuk menunggu suaminya itu. 

Lima belas menit kemudian, Doyoung datang. Humaira segera menghampiri suaminya itu, lalu duduk dikursi penumpang.

Selama di perjalanan, Humaira dan Doyoung hanya diam. Doyoung yang sibuk menyetir, dan Humaira yang sibuk dengan ponselnya. 

Setelah sampai rumah Oma, Humaira pergi begitu saja tanpa mengucap satu patah kata pun kepada Doyoung. 

Doyoung menatap punggung Humaira dengan nanar, mau sampai kapan istrinya itu terus mengacuhkan keberadaannya seperti ini. 

Jujur saja, Doyoung ingin marah kepada Humaira. Namun, ia yakin jika itu akan membuat masalah mereka lebih besar lagi.
Ia tidak ingin keluarga mereka khawatir, maka Doyoung memutuskan untuk membimbing Humaira pelan-pelan, agar istrinya itu menjadi pribadi yang lebih baik lagi. 

____________________________________

Hai gua balik lagi nih
Pendek? Maaf ya, gak ada ide sama waktu juga sih makanya slow update gini:")
Maaf juga karena gk sesuai jadwal.

Yaudah segini aja dari gua, smoga suka ya. 
Makasih banyak yang udah mau nunggu dan baca❤
Oke see you next part dear  💓

Mashaallah, Calon Imamku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang