16. Kabar Baik

702 117 21
                                    

Humaira menatap alat tes kehamilan  yang berada ditangannya dengan tatapan tak percaya. Ia senang sekaligus bersyukur atas nikmat yang telah diberikan kepada dirinya dan juga suaminya.
Ngomong-ngomong soal suami, Doyoung belum mengetahui kabar baik ini. Dan Humaira berinisiatif untuk memberikan suaminya itu kejutan.

Karena Doyoung sedang berada di toko, Humaira segera pergi menuju minimarket untuk membeli bahan kejutannya nanti malam.

Dengan perasaan yang baik, Humaira berjalan dengan ringan ke minimarket dekat rumah.
Ia juga tidak segan untuk menyapa para tetangga yang mengenal dirinya.
Pribadinya yang sekarang jauh lebih baik, membuat Humaira bersyukur karena hadirnya Doyoung disisinya.
Karena berkat pria itu lah, ia berani membuka lembaran yang baru.

Setelah membeli apa saja yang ia butuhkan, Humaira segera pulang kerumah.
Saat sampai, ternyata suaminya itu belum pulang, dengan perasaan sedikit lega, ia bergegas menyiapkan kejutan kecil untuk suaminya.

Tepat pukul 17.00, Doyoung sampai dirumah.
Pria itu mencari keberadaan istrinya, setelah mengelilingi rumah, Doyoung berhasil menemukan Humaira yang sedang duduk bangku ditaman belakang rumah mereka.

"Aku pulang, tapi gak ada yang sambut. Aku kira kamu tadi pergi." ucap Doyoung sambil duduk disamping istrinya.

"Maaf ya Mas, aku gak enak badan seharian ini." balas Humaira lesu.

"Kamu sakit? Sejak kapan? Kenapa gak bilang sama aku?" tanya Doyoung khawatir.

Humaira ingin sekali tertawa ketika melihat ekspresi suaminya yang sangat khawatir padanya.
Jelas, ini bukan beneran. Ini hanya sebuah prank untuk melancarkan aksi kejutannya nanti.

"Aku baik-baik aja, gak separah itu."

"Ngapain disini? Ayo masuk kamar, biar kamu bisa istirahat."

Humaira menurut, Doyoung membantu istrinya berjalan. Ia takut jika Humaira  tiba-tiba pingsan saat berjalan menuju kamar.

Setelah membawa Humaira ke kamar, Doyoung memutuskan untuk mandi terlebih dahulu.
Dan kesempatan itu dipakai baik oleh Humaira, ia menyimpan kotak kecil itu dilemari suaminya, tempat yang mudah dilihat oleh Doyoung.

Tak lama kemudian Doyoung selesai, kemudian mengajak istrinya untuk menunaikan ibadah sholat maghrib berjamaah.

Setelah sholat Humaira dan Doyoung memutuskan untuk makan malam terlebih duhulu, tepat sebelum Doyoung membacakan Al-Qur'an untuk dirinya.

"Mas, anter aku ke kamar ya."

"Iya, sini aku bantu."

Al-Qur'an Doyoung, sudah ia simpan dilemari.
Maka suaminya itudapat melihat kotak kecil berwarna biru yang sudah ia letakkan disamping Al-Qur'annya dengan mudah.

"Al-Qur'an aku, kamu taruh dimana Ra?" tanya Doyoung setelah membuka laci meja, namun Al-Qur'annya tidak ada didalam sana.

"Aku taruh dilemari, Mas."

"Tumben ditaruh disana." tanya Doyoung sambil berjalan menuju lemari pakaiannya.

"Nanti juga kamu bakal tahu."

Doyoung menatap istrinya sebentar, jujur saja ia penasaran arti dari kalimat istrinya tersebut.
Meski penasaran, ia tetap membuka lemarinya. Ia menemukan kotak kecil berada disamping Al-Qur'an nya, dengan pelan Doyoung mengambil Al-Qur'annya, kemudian mengambil kotak kecil itu.

"Ini punya siapa?" tanya Doyoung sambil duduk ditepi kasur, kemudian meletakkan Al-Qur'annya di meja.

"Coba dibuka dulu."

Doyoung menuruti perkataan istrinya, ia membuka kotak itu secara perlahan.
Didalam kotak itu terdapat surat dengan gambar berbentuk bayi, serta tulisan istrinya.
Doyoung menatap istrinya sebentar, sedangkan Humaira menyuruh Doyoung untuk segera membacanya.

Setelah membaca surat itu, Doyoung merasa sangat bahagia. Ia menatap Humaira dengan mata berkaca-kaca, ia tidak bisa berkata apa-apa lagi selain bersyukur dan berterimakasih kepada Allah SWT. karena telah mempercayakan mereka untuk menjadi orangtua.

Doyoung memeluk istrinya dengan erat, tangisnya tumpah. Iya, dia sangat bahagia mendengar kabar baik ini.

"Mas, udah jangan nangis." ucap Humaira sambil mengusap rambut suaminya.

Humaira tersenyum ketika Doyoung mengeratkan pelukan mereka.

"Aku bahagia Ra." ucap Doyoung dengan perasaan tulus.

"Iya, aku juga."

"Kamu kenapa gak bilang sama aku?" tanyanya sambil melepaskan pelukan mereka.

"Kalo aku bilang bukan kejutan dong namanya." ujar Humaira sambil terkekeh.

"Terus keadaan kamu gimana?" tanyanya khawatir.

"Aku baik-baik aja, aku buat prank tadi."

"Jahil nya kumat."

Humaira tertawa, kemudian menangkup pipi Doyoung hingga tatapan mereka bertemu.

"Mas, makasih ya udah bimbing aku dengan sabar. Aku bakal jadi istri dan ibu yang baik, aku gak akan buat kau sedih, khawatir, marah, atau kecewa. Aku cuma mau liat kamu bahagia." ucap Humaira tulus, ia tersenyum ketika melihat wajah suaminya.

"Ra, aku sayang sama kamu." ucap Doyoung cepat dan pelan. Meski begitu, Humaira dapat mendengarnya.

"Apa? Gak kedengeran Mas!" seru Humaira pura-pura tak mendengar ucapan suaminya barusan.

"Gak ada pengulangan."

"Tadi ngomong apa sih?" tanya Humaira jahil.

"Aku tahu kamu denger, jangan buat aku nambah malu kenapa sih." ucap Doyoung sambil menatap istrinya dengan tatapan sebal.

Humaira tertawa kemudian memeluk suaminya.
Ia senang ketika melihat respon Doyoung yang diluar dugaannya, ia tidak pernah melihat Doyoung menangis karena bahagia seperti ini.
Itu semua berkat calon anak mereka, anak yang sudah mereka tunggu-tunggu selama empat bulan pernikahan mereka.

____________________________________

Hai, balik lagi nih.
Tinggal beberapa chapter lagi, setelah itu selesai.
Makasih banyak buat kalian yang udah mau baca cerita ini❤

Btw, sampai bertemu di part selanjutnya yaa🧡

Mashaallah, Calon Imamku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang