03 [Pelukan]

33 5 0
                                    

Malam ini langit terlihat kelam dan pekat tanpa ada nya bintang dan bulan yang biasa hadir menyapa gadis itu. Aura duduk di teras depan rumahnya sembari menatap langit dengan pandangan yang kosong. Pikirannya pergi jauh entah kemana menyelami memori masa lalunya di rumah lama-nya ini.

Setelah ayah Aura memutuskan untuk tinggal di Amerika untuk urusan pekerjaan, hanya Aura yang tersisa di rumah ini. Awalnya rumah ini akan dijual saja dan Aura ikut ayahnya ke Amerika memulai hidup baru. Tetapi terlalu banyak memori yang ditinggalkan dirumah ini, yang membuat dirinya tak rela jika bangunan ini ditempati orang lain selain keluarganya. Walau keinginnanya itu bersebrangan dengan Sang ayah yang lebih memilih melupakan segala hal tentang ibunya dan memulai hidup yang baru. Aura memutuskan untuk tetap tinggal dan menjaga segala kenangan itu di rumah ini.

Gadis itu menyesap teh beraroma cinammon itu sesekali menghirup uapnya. Ketenangan malam ini sangat tak biasa untuknya, bahkan serangga pun enggan untuk bersuara. Ada apa?

Gluduk ... Gludukk ....

Keheranan Aura pun terjawab seiring gemuruh yang berasal dari langit dan rintik hujan yang perlahan turun ke bumi. Aura beranjak dari kursinya dan masuk kedalam. Menutup semua pintu dan menguncinya, gadis itu menuju kamarnya di lantai dua, mencoba untuk tidur dan melewati hujan dan berharap tak ada badai.

Namun, sayang harapan itu tak terwujud karena baru saja gadis itu membaringkan badannya di kasur, kilat dan gemuruh datang saling bersahutan menambah keganasan malam itu. Aura membelalakan matanya, tubuhnya gemetar hebat, melihat kilatan cahaya dan angin kencang dari jendela kamarnya. Trauma dan ketakutan itu kembali lagi. Namun kini Aura hanya sendirian.

Ibunya yang selalu memeluk dan menenangkannya saat badai datang kini telah berada di tempat lain. Ayahnya pun sudah tak lagi bersamanya. Air matanya turun bersamaan dengan tubuhnya yang bergetar hebat.

Mama ... Aura takut ....

Gadis itu menyembunyikan diri dibalik selimutnya menutup telinganya dengan bantal agar tak bisa mendengar suara nyaring petir yang menyabar dengan ganas di luar.

Tenang ... Semua akan baik-baik aja. Lo kuat Aura.

Suara masa lalunya bicara padanya, namun tak bisa menenangkan gadis yang sedang ketakutan setengah mati itu.

Situasi malam itu kembali hening, hanya ada suara hujan dan angin yang terus menari-nari di luar. Ketukan terdengar dari jendela di balkon kamarnya, Aura yang mendengar suara samar-samar itu mengintip dari balik selimutnya. Tubunya gemetar ketakutan, ia tak percaya hantu, namun ada yang lebih menyeramkan daripada hantu itu sendiri.

Bayangan pemuda berbadan tegap terlihat di luar kamarnya, Aura kenal sosok itu. Gadis itu langsung bangkit dan membuka pintu balkon itu dan memeluk pemuda itu dengan tangis yang sudah pecah.

"Aura takut ... Hazel," lirih gadis itu.

Pemuda bernama Hazel itu menutup telinga gadis itu dan menuntunnya masuk tanpa banyak bicara. Tubunya basah kuyup karena berlari menerobos badai dan memanjat hingga ke balkon kamar gadis itu. Hazel sudah menduga kalau Aura pasti akan seperti ini, gadis itu sangat takut dengan petir dan badai, terlebih jika ia sendirian.

Gadis itu duduk di sofa panjang di kamarnya dengan Hazel yang berjongkok di hadapannya menggenggam tangan Aura, garis wajah yang tegas dan mata yang kelam itu tampak teduh menatap Aura, Hazel tak tersenyum ia hanya diam mengamati Aura yang sudah lebih tenang.

Suara petir kembali terdengar, Aura tersentak menutup matanya. Napasnya menderu dan keringat dingin membanjiri tubuhnya.

"Tenang Aura," ucap Hazel lembut, ia mengusap rambut Aura menyampirkan anak rambut itu ke telinga.

"Aura takut ...," gumamnya, air matanya perlahan turun. "Aura mau dipeluk mamah sama papah lagi kayak dulu."

Hazel beranjak memeluk gadis itu. Aura menangis sesenggukan terkadang terkejut saat mendengar suara petir dari luar. Pemuda itu senantiasa mengusap rambut gadis itu menenangkannya. "Hazel gak bisa selalu ada saat Aura ketakutan, Aura harus jadi lebih kuat lagi."

"Hazel jangan pergi ...." lirih gadis itu ada ketakutan yang terbesit di benaknya. Hazel mengusap surai panjang gadis itu tersenyum tipis.

"Hazel gak akan kemana-mana," jawab pemuda itu.

"Jangan pulang, di sini aja," pinta gadis itu manja. Terkadang Aura menjadi sosok yang menggemaskan di mata Hazel. Hazel mengangguk dan pelepaskan pelukannya. Pemuda itu duduk di sebelah gadis itu menepuk pahanya. Aura berbaring di sofa panjang itu dengan paha Hazel sebagai bantalnya.

"Hazel nyanyiin lagu biar Aura tidur ya?" tawar pemuda itu, Aura mengangguk dan memejamkan matanya mendengar suara bass pemuda itu yang sangat merdu juga usapan di kepalanya yang menenangkan.

Aura hanya ingin waktu berhenti sesaat, ia ingin tetap terjaga dan menikmati waktunya dengan Hazel. Karena, hanya saat badai Hazel memunculkan diri di hadapannya, pemuda misterius yang selalu muncul di balkon kamarnya saat hujan turun di malam hari.

"Hazel?"

"Hmm?"

"Jangan hilang ...," gumam gadis itu sebelum benar-benar terlelap dalam mimpi.

Hazel mematung menatap Aura sendu. "Hazel gak akan hilang, Aura. Hazel hanya akan menjaga Aura dari jauh, memastikan kalau Aura bahagia. Oleh karena itu, jangan menangis lagi."

****

Pagi harinya, Aura terbangun di kasurnya dengan selimut yang menyelimuti gadis itu. Malam itu seperti mimpi, namun terasa sangat nyata.

Hazel ....

Pemuda misterius yang selalu datang saat badai. Entah gadis itu sedang bermimpi atau tidak, Aura tetap meyakini keberadaan Hazel itu nyata dan bukan semata-mata karena skizofrenia yang dideritanya.

Aura membuka jendela kamarnya dan mempersilahkan sinar mentari pagi menyapanya hangat. Gadis itu mengamati tetesan air yang turun dari daun di pohon mangga depan rumahnya dan jalanan yang basah dan becek karena hujan tadi malam. Ia menghela napas pelan, berbalik menuju kamar mandi untuk bersiap pergi ke kampus.

Ia melirik ponselnya yang semalam ini belum ia sentuh. Ada 34 missed call dari teman-temannya dan 153 chat yang belum sempat ia baca. Aura lupa mengabari puput dan sahabatnya ini sedang uring-uringan mengkhawatirkan dirinya.

****

Yah cukup sekian ... Aku tahu ini singkat bgt ....

Pokoknya Aw-thor gak jadi hiatus yeey

AurasentrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang