06 [Masih marah]

29 5 3
                                    

Aura termenung dalam pikirannya. Ia mengingat kembali pembicaraannya dengan Neta di samping aula FSRD tadi. Gadis itu diam-diam melirik Panca, namun segera ketahuan oleh pemuda itu. "Lo di sebelah gue aja. Jangan kemana-mana. Bentar lagi Marcel tampil," ucap pemuda itu sambil menatap lurus ke depan, tak menghuraukan Aura yang masih menantapnya bingung. Sena sedang menemui teman-temannya dan Marcel di backstage, alhasil mereka hanya berdua di tengah-tengah keramaian itu.

"Lo suka Putri sejak kapan?"

Panca refleks menengok terkejut, "Apaan sih, nggak. Kita kan sahabatan."

"Cih, yaudah kalau gitu gue mau ngenalin Puput ke temen gue yang anak psikologi. Lumayan tinggi, putih, ganteng dan ramah, tipe Puput banget, kan?"

"Ra, plis. Jangan bahas soal perasaan gue di saat mood gue yang kayak gini. Jangan bikin gue semakin menginginkan hal yang lebih dari teman ke Puput," ucap Panca memelas.

"Kenapa?" tanya Aura. "Lo bukannya dari dulu udah bersikap lebih dari teman ya? Anter-jemput tiap hari, punya helm khusus Puput, jahilin cowok-cowok yang mau ngedeketin Puput. Bahkan mantan Sena yang udah lama ninggalin Sena lo benci sampe sebegitunya, apalagi kalo bukan soal pembullyan yang dia lakukan ke Puput."

Panca tersentak, sebenarnya ia sadar kalau perasaannya memang sudah jatuh terlalu dalam kepada sahabatnya, ia merasa itu semua bukan sebuah penghianatan, kan? Selagi Panca tak mengungkapkan perasaannya pada Putri, semua akan tetap baik-baik saja. Tetapi melihat kehadiran Neta kembali membuatnya khawatir, Neta sangat membenci Puput. Gadis ular itu hanya ingin mendekatinya dan Sena untuk sebuah pengakuan dari teman-temannya. Neta tidak akan pernah berubah.

"Gue gak paham, lo sebegitu bencinya sama Neta dan gak bisa memaafkan dia, padahal urusan Sena dan Neta aja belum benar-benar tuntas."

"Lo cuma denger cerita versi dia doang. Lo gak tau apa yang sebenarnya terjadi," tukas Panca. Aura semakin tak mau kalah. "Kalo begitu, kasih tau gue."

Panca mengusap wajahnya gusar. Ia mengajak Aura ke tempat yang sedikit sepi. "Neta pacaran sama Sena buat deket sama gue dan ninggalin Sena saat gue udah buka hati ke dia. Dia juga yang pertama kali sadar kalo gue sebenarnya suka sama Puput. Karena itu, dia berniat ngejauhin Gue dan Sena dari Puput dan buat Puput semakin dikucilkan di sekolah, yah walaupun rencananya gagal karena ada Zalfa."

"Sena itu udah bucin banget sama Neta. Karena hal itu, gue semakin ngerasa bersalah sama dia saat tiba-tiba aja Neta nembak gue padahal dia masih jadian sama Sena. Gue sampah, Ra. Gue berasa ngehianatin sahabat gue sendiri." Panca mengacak rambutnya.

"Sebelum semakin jauh, gue harus bertindak tegas ke dia. Akhirnya, gue nolak dia gitu aja dan lo tau yang lebih gilanya?" Panca menjeda ucapannya, memastikan lawan bicaranya benar-benar mendengarkan.

"Neta hampir mau nyium gue. Dia itu cewek yang udah gila sama perasaannya." Aura menutup mulutnya tak percaya. Neta tak menceritakan hal ini padanya.

"Terus, kalian ciuman?"

"Yah nggak lah. Gila aja! Gue masih SMA kelas 10." Panca melotot.

"Sesuka itu Neta sama Lo? Gue jadi kasian sama Sena," kata Puput.

"Bisa gak respon lo yang lebih bagusan dikit?" dengus Panca.

"Lo ngerasa bersalah sama Sena kan?" tanya Aura mengiraukan perkataan Panca barusan. Pemuda itu mengangguk tak bersemangat.

"Kalau gitu selesain urusan mereka. Buat Sena tahu gimana Neta sebenarnya dan biarin mereka berdua bicara."

"Gila ya lo, Ndro?" ia sungguh spechless dengan ide brillian Aura.

AurasentrisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang