Chapter 3

180 16 3
                                    

"FLASHBACK"

********************

18 tahun lalu, Hyunjin yang saat itu masih berusia 2 tahun duduk di depan ruang operasi. Sang bunda tengah berada di dalam ruang operasi mempertaruhkan hidup dan matinya untuk melahirkan adiknya. Hyunjin bersama nenek dan kakeknya menunggu diluar dengan kecemasan yang luar biasa. Sudah 3 jam dan belum ada tanda-tanda operasi selesai.

"Belum selesai juga bu?", tanya Jinyoung yang baru saja menyelesaikan operasinya. Iya ayah Hyunjin dokter bedah umum di Rumah Sakit ini. Ibu mertuanya hanya menggelengkan kepala. Jinyoung terlihat sangat khawatir, wajar jika khawatir. Setelah operasi sesar ini istrinya akan melakukan operasi pengangkatan tumor di rahimnya.

5 jam dan pintu ruang operasi terbuka. Dokter keluar dan melepas maskernya.

"Operasi berjalan lancar, namun kondisi bayi dan istrimu sangatlah lemah. Istrimu masih harus dirawat di ruang intensif, sementara bayimu harus masuk incubator selama beberapa hari ke depan." , jelas dokter Jaebum.

"Tumornya hyung? Apakah sudah diangkat?", tanya Jinyoung pada seniornya tersebut.

"Sudah, kita hanya perlu menunggunya pulih untuk melakukan kemoterapi terakhir untuk mematikan semua sel kankernya sudah mati", jelas Jaebum pada Jinyoung yang sedikit membuat mereka yang mendengar lega. Hyunjin hanya diam karna dia belum paham apa maksud semua ini.

Satu minggu telah berlalu, Jeongin sudah bisa dikeluarkan dari incubator dan Jisoo sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa. Jinyoung sangat bahagia tatkala melihat Jeongin mengedipkan kedua matanya. Sangat lucu dan menggemaskan. Hyunjin yang paling semangat menantikan kelahiran sang adik tak henti-hentinya menciumi sang adik. Membuat yang disana gemas akan tingkah Hyunjin ini.

"Ayah, bunda mau gendong adek dong", suara lembut Jisoo meminta sang suami memberikan bayi mereka. Jinyoung berjalan pelan menuju tempat tidur Jisoo dan menyerahkan Jeongin pada istri tercintanya.

"Uuu, anak bunda lucu sekali yaa.. Mirip sama abang ya yah", ucap Jisoo sembari menatap sang suami lembut. Jinyoung hanya terenyum dan mengangguk lalu mengecup kening sang istri mengucapkan terimakasih.

Kehidupan keluarga mereka sangatlah bahagia, sampai Jeongin berumur satu tahun. Rumah mereka terbakar akibat konsleting instalasi listrik. Saat itu Jeongin dan Jisoo sedang tertidur pulas di kamar mereka. Sampai Jisoo terjaga karna asap yang membuat sesak dadanya. Panik, gugup bingung itu yang dirasakan Jisoo. Berusaha menyelamatkan Jeongin dan nyawanya Jisoo nekat menerjang bulatan api di rumahnya.

Menahan sesak yang ada didadanya Jisoo berlari menuju pintu rumahnya. Namun belum sampai pintu rumahnya, balok atap rumah menimpa punggungnya, ia terjatuh namun masih menyelamatkan anaknya. Berusaha menyingkirkan kayu itu dan menyelamatkan Jeongin adalah tujuan Jisoo saat ini. Beruntung pintu didobrak seseorang. Iya dia Jinyoung bersama beberapa petugas pemadam kebakaran berusaha melakukan evakuasi ke dalam rumah besar itu.

Sebelumnya ada seorang tetangga yang mengetuk pintu rumah Jinyoung ketika api belum membesar karna tidak ada jawaban si tetangga langsung menghubungi Jinyoung dan pemadam kebakaran.

Jisoo tersenyum ketika Jinyoung menghampirinya, "Jeongin yah, selamatin Jeongin",kalimat terakhir Jisoo sebelum memejamkan matanya. Tepat saat Jisoo menutup matanya Jeongin menangis dengan sangat keras. Petugas pemadam kebakaran mengangkat tubuh Jisoo sementara Jeongin masih berada digendongan Jinyoung. Jisoo dilarikan ke Rumah Sakit terdekat namun belum sampai rumah sakit, Jisoo mengehmbuskan nafas terakhirnya.

Hancur, itu yang dirasakan Jinyoung. Wanita yang sangat dicintainya, ibu dari kedua anak-anak manisnya kini terkubur dalam tanah. Sudah tidak ada suara lembut, tatapan hangat, senyum manis sang istri dihidupnya. Jinyoung seperti tidak ada semangat hidup, ia hanya menangis dan mengurung diri. Bahkan Hyunjin dan Jeongin ia titipkan kepada mertuanya di Busan.

Let Me STAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang