Chapter 4

188 17 0
                                    

I am back guys~
Well dont get bored too early ~
I will work hard to make it better~
Please enjoy 😘

--------------

"Menyembunyikan perasaan sungguh melelahkan"

********************

Sudah seminggu Jeongin tinggal di rumah Irene. Tidak ada yang berubah dari anak itu, hanya saja dia semakin manja kepada mamanya. Mungkin ia merindukan kasih sayang orang tua, atau ia hanya menyamankan perasaan sedihnya dipelukan sang mama.

"Ma....", ucap Jeongin pelan.

"Iya dek. Ada apa?", jawab Irene sembari mengelus rambut hitam Jeongin.

"Besok ayah berangkat ke Jepang. Adek boleh nganter sampai bandara?", cicit Jeongin takut, mengingat beberapa hari lalu sang mama melarangnya mendekati rumah Jinyoung atau menemuinya. Meskipun menemui yang dimaksud adalah melihatnya dari kejauhan. Irene menghela nafas pelan.

"Dek, mau sampai kapan kamu nyakitin perasaan kamu sendiri kaya gini?", tutur Irene menatap mata berair Jeongin. "Kamu enggak capek dek? Kamu enggak sakit? Mama sakit lihat kamu selalu kayak gini, Mama ngerasa gagal jadi mama kamu.", lirih Irene dengan air mata yang sudah membasahi pipi mulusnya itu. Jeongin duduk, ia menghapus air mata Mamanya dan tersenyum.

"Maa.. Jeongin ngga akan ke bandara kok besok. Dan Maa, Mama nggak pernah gagal jadi mama hebat buat kak Riri, bang Hyunjin, buat Jeongin mama adalah orang tua yang sangat hebat. Wonder Woman~," tutur Jeongin dengan senyum lebarnya dan sedetik kemudian ia memeluk Mamanya. "Jeongin sayang ayah, tapi Jeongin cinta sama Mama Papa. Jeongin nggak akan ke bandara ma..", ucap Jeongin lalu Irene memeluk anak bungsunya itu dan menangis terisak dalam pelukan itu. Jeongin jelas menitikkan air matanya, ia ingin melihat keberangkatan ayahnya, namun ia tidak ingin menyakiti hati Mamanya.

Dari luar rumah Riri mengusap punggung Hyunjin menenangkan sang sahabat agar tidak sedih mendengar perbincangan Mama dan adiknya. Pintu dibuka, Hyunjin merubah wajah sedihnya menjadi cengiran konyolnya menghampiri Jeongin dan Irene yang sedang berpelukan.

"Dih, manja banget lu dek meluk-meluk Mama mulu", celetuk Hyunjin sembari menepuk pelan ujung kepala adiknya. Jeongin melepas pelukan sang Mama dan memberikan death glare kepada Hyunjin.

"Ya biarin orang mama ga keberatan, ribet banget idup lu", cibir Jeongin sembari membenarkan posisi duduknya. Irene hanya tersenyum dan berdiri memberikan pelukan hangat kepada Hyunjin, ia juga sadar bagaimana perasaan Hyunjin saat ini. Ia sama hancurnya seperti Jeongin. Irene terisak pelan membisikkan kata-kata hangat untuk Hyunjin. Mungkin hanya Hyunjin yang mendengarnya, Hyunjin membalas pelukan Irene dan menenggelamkan wajahnya dibahu sang mama.

.

.

Esok harinya Hyunjin memberikan kabar kepada Jeongin bahwa ia dan ayahnya sedang menuju bandara, Jeongin hanya membalas ia tidak akan ikut mengantar sang ayah. Hyunjin hanya mengiyakan jawaban Jeongin. Jelas Jeongin ingin sekali melihat sang ayah sebelum kembali ke Jepang dan tidak tahu kapan akan pulang ke Korea lagi. Namun ia tidak ingin menyakiti perasaan mamanya. Dan Jeongin memutuskan untuk pergi ke tempat yang selalu ia kunjungi saat sedang sedih.

"Hai nek, hallo kakek.. Bagaimana kabar kalian? Baik-baik sajakan? Aku merindukan kalian", Jeongin berbicara di depan makam sang nenek dan kakek. Iya ia mendatangi tempat peristirahatan orang-orang yang disayanginya. Ia menceritakan bagaimana sekolah, bagaimana keadaannya sekarang.

"Aku sudah baik-baik saja sekarang nek, sekarang Mama Irene sudah mengetahui semuanya. Tapi aku melarangnya memberitahu siapapun, termasuk bang Hyunjin. Mama udah janji jadi nggak mungkin diingkari nek.", cicitnya ceria di depan pusara sang nenek. Setelahnya ia berpindah menuju pusara wanita yang bahkan ia tidak ingat bagaimana parasnya.

Let Me STAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang