BAGIAN 4

607 24 0
                                    

Ki Bargala cepat melompat bangkit dari pembaringan begitu matanya terbuka. Tampak seseorang yang mengenakan baju serba merah dengan seluruh kepala terselubung kain merah, berada di dekat pembaringan yang tadi ditidurinya. Dia cepat-cepat berlutut, lalu meletakkan tangan kanannya di depan dada.
"Bangunlah, Ki Bargala," ujar orang berbaju serba merah yang dikenal berjuluk Bayangan Setan Merah.
Perlahan Iblis Jubah Putih bangkit berdiri, sambil mencoba mengingat-ingat kejadian yang dialami ketika jauh meninggalkan puri di tengah hutan yang bersebelahan dengan Lembah Tangkar. Di tengah jalan, dia di hadang laki-laki bungkuk bermuka buruk yang dikenal berjuluk si Bongkok. Masih jelas dalam ingatannya saat bertarung dan hampir saja mati kalau tidak disambar bayangan merah. Dan tahu-tahu, dia sudah berada di dalam kamarnya, ditemani Bayangan Setan Merah. Ki Bargala cepat menyadari kalau nyawanya diselamatkan orang berbaju serba merah ini.
"Terima kasih, kau telah menyelamatkan nyawaku," ucap Ki Bargala seraya menjura memberi hormat.
"Jangan berterima kasih padaku, Ki Bargala. Pikirkan saja kejadian yang kau alami," elak Bayangan Setan Merah, datar nada suaranya.
"Aku tidak tahu, kenapa tiba-tiba saja Lembah Tangkar ini jadi menarik perhatian orang-orang rimba persilatan. Belum lama Pendekar Rajawali Sakti muncul, dan sekarang datang lagi si Bongkok yang langsung menyerangku," desah Ki Bargala agak menggumam, seperti bicara pada diri sendiri.
"Itu berarti, kau harus cepat mendapatkan Sudra, sebelum dia bertindak lebih jauh lagi. Terlebih lagi, mereka yang diundang Sudra bisa mencium maksud kita berada di Lembah Tangkar ini, Ki Bargala," tegas Bayangan Setan Merah.
"Aku sudah berusaha, tapi sampai sekarang belum juga bisa menemukan tempat persembunyiannya," sahut Ki Bargala.
"Si Sudra keparat itu pasti masih ada di Lembah Tangkar ini. Aku ingin kau dan semua orang-orangmu menggeledah setiap rumah yang ada di sini. Kalau perlu, gunakan kekerasan!"
"Mereka pasti tidak mau membuka mulut."
"Bunuh siapa saja yang membangkang. Kau harus mendapatkan secepatnya, sebelum orang-orang yang diundangnya bertambah banyak. Ini perintah langsung Prabu Cantraka, Ki Bargala. Lagi pula, kau tidak akan mampu menghadapi para pendekar yang berkepandaian tinggi. Terlebih lagi, Pendekar Rajawali Sakti. Bisa kau rasakan sendiri, baru menghadapi si Bongkok saja sudah hampir mati!" agak menggeram nada suara Bayangan Setan Merah.
"Aku akan laksanakan perintahmu, Bayangan Setan Merah," sahut Ki Bargala seraya menjura memberi hormat.
"Hm...."
Bayangan Setan Merah tidak berkata-kata lagi. Tubuhnya diputar dan seketika itu juga melesat cepat keluar dari ruangan ini melompati jendela. Begitu cepat gerakannya, sehingga dalam sekejap mata saja bayangan tubuhnya sudah lenyap tak terlihat lagi.
"Aku harus segera memberitahu hal ini pada Iblis Bunga Penyebar Maut. Mereka pasti senang mendengar perintah ini," desah Ki Bargala seraya bergegas meninggalkan ruangan itu.
"Ha ha ha...!" Mawar Merah tertawa terbahak-bahak begitu mendengar perintah Prabu Cantraka yang disampaikan Ki Bargala. Perintah itu memang sudah lama dinantikan. Terlebih lagi, Prabu Cantraka membebaskan mereka menggunakan segala cara untuk mendapatkan orang yang bernama Sudra. Tanpa menunggu waktu lagi, malam itu juga kedua wanita yang dikenal berjuluk Iblis Bunga Penyebar Maut segera mengobrak-abrik perkampungan di Lembah Tangkar ini.
Sementara itu, tidak berapa jauh dari Lembah Tangkar, tampak Rangga dan Pandan Wangi berdiri tegak memperhatikan lembah yang kini semakin terang benderang oleh api yang membakar beberapa rumah. Lembah yang semula begitu sunyi dan nampak tenang, malam ini benar-benar berubah menjadi sebuah neraka. Orang-orang yang semula tidak kelihatan, kini banyak terlihat berlarian serabutan berusaha menyelamatkan diri dari amukan iblis Bunga Penyebar Maut dan dua orang pembantu Iblis Jubah Putih.
"Neraka benar-benar sudah terjadi dilembah itu, Kakang," ujar Pandan Wangi perlahan, tanpa berpaling sedikit pun dari Lembah Tangkar.
Sedangkan Rangga hanya diam saja membisu. Api semakin terlihat membesar dari beberapa rumah yang terbakar. Meskipun jarak dari tempat ini cukup jauh dan tinggi, tapi cukup jelas untuk melihat ke arah lembah itu. Dan jeritan-jeritan melengking, serta teriakan-teriakan membentak terdengar jelas terbawa angin malam.
"Kakang, lihat...!" Tiba-tiba Pandan Wangi menunjuk kesatu arah. Rangga segera mengarahkan pandangan ke arah yang ditunjuk si Kipas Maut itu.
Tampak di sana dua orang tengah bertarung melawan seorang laki-laki yang kelihatannya bertubuh bungkuk. Mereka bertarung di antara orang-orang yang berlarian serabutan, berusaha menyelamatkan diri dari amukan dua orang wanita berbaju merah dan putih yang mengamuk tidak jauh dari pertarungan itu.
"Si Bongkok...," desis Rangga, langsung mengenali orang bertubuh bungkuk yang sedang bertarung melawan dua orang pembantu terbaik Iblis Jubah Putih.
"Hup...! Yeaaah...!"
Tanpa menunggu waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti cepat melesat menuruni lereng tebing Lembah Tangkar. Pandan Wangi juga tidak ingin ketinggalan. Gadis itu segera melesat mengikuti Pendekar Rajawali Sakti. Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki memang sudah mencapai tingkatan yang tinggi sekali. Sehingga mereka bisa bergerak cepat bagaikan angin. Tapak-tapak kaki mereka bagai melayang tak menyentuh tanah.
"Hup! Yeaaah...!"
Rangga cepat melentingkan tubuh begitu memasuki perkampungan di Lembah Tangkar itu. Gerakannya begitu ringan dan cepat luar biasa, sehingga Pandan Wangi agak kesulitan mengimbanginya. Dan gadis itu tertinggal cukup jauh di belakang. Sementara Rangga berlompatan dari satu atap rumah ke atap rumah lain. Kemudian, Pendekar Rajawali Sakti langsung meluruk turun begitu dekat dengan si Bongkok yang tengah bertarung melawan dua orang pembantu terbaik Iblis Jubah Putih.
"Hiyaaat..!"
Tanpa menunggu waktu lagi, Rangga langsung terjun ke dalam pertarungan itu. Segera dikerahkannya jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Kedua tangannya bergerak cepat berkelebatan menyambar dua orang laki-laki separuh baya yang pernah bertarung dengannya beberapa waktu lalu. Kemunculan Rangga yang begitu tiba-tiba, membuat dua orang pembantu Iblis Jubah Putih itu jadi terkejut. Mereka kelabakan setengah mati menghindari serangan-serangan cepat yang dilakukan Rangga. Begitu dahsyat, dan luar biasa. Menyadari kalau tidak bakal unggul menghadapi pemuda berbaju rompi putih itu, dua orang laki-laki separuh baya ini langsung melesat kabur.
"Kau tidak apa-apa, Paman Bongkok?" tanya Rangga begitu dua orang yang mengeroyok si Bongkok kabur.
"Tanpa campur tanganmu, aku masih bisa mematahkan leher mereka!" dengus si Bongkok.
"Mereka...."
"Aku tahu...!" selak si Bongkok cepat memotong ucapan Rangga. "Sebaiknya, kita segera menghentikan kerusuhan ini. Kau usir mereka, dan aku akan menyelamatkan orang-orang ini."
Pada saat itu, Pandan Wangi baru muncul. Rangga meminta gadis itu membantu si Bongkok menyelamatkan penduduk Lembah Tangkar dari amukan Iblis Bunga Penyebar Maut. Sementara Pendekar Rajawali Sakti cepat melompat menghampiri dua orang wanita yang masih saja mengamuk, membakar rumah-rumah, dan membantai orang-orang yang berada dekat disekitarnya.
"Hentikan...!" seru Rangga keras menggelegar.
Anggrek Putih dan Mawar Merah yang dikenal berjuluk Iblis Bunga Penyebar Maut jadi terkejut mendengar teriakan Rangga yang begitu keras menggelegar. Dan begitu mereka tahu siapa yang berteriak menghentikannya, seketika itu juga mereka melesat pergi cepat sekali. Begitu cepatnya lesatan kedua wanita itu, sehingga Rangga tidak sempat lagi mengejar. Terlebih lagi di sekitarnya begitu banyak orang yang berserabutan kalut, berusaha menyelamatkan diri masing-masing.
Malam itu Rangga, Pandan Wangi, dan si Bongkok jadi sibuk menenangkan penduduk Lembah Tangkar ini. Mereka dikumpulkan di sebuah lapangan yang cukup luas, ditengah-tengah perkampungan lembah itu. Sementara api terus berkobar melahap beberapa rumah yang tidak sempat lagi terselamatkan dari kehancuran. Memang sungguh dahsyat tindakan yang dilakukan Iblis Bunga Penyebar Maut.
Entah berapa rumah yang terbakar, dan berapa puluh orang yang terbantai tewas di tangan mereka. Untuk menjaga keselamatan mereka semua, Rangga, Pandan Wangi, dan si Bongkok malam itu terpaksa tinggal di perkampungan Lembah Tangkar ini. Sampai pagi hari, ketiga pendekar itu mengamankan perkampungan dari amukan Iblis Bunga Penyebar Maut dan orang-orangnya Iblis Jubah Putih.
Mereka yang rumahnya terbakar, terpaksa tinggal disekitar halaman rumah tetua perkampungan ini yang biasanya dipanggil Ki Kuwu. Dia adalah seorang laki-laki tua yang sekarang tinggal seorang diri di rumahnya yang cukup besar dan berhalaman luas. Beberapa pondok yang berdiri di bagian belakang rumahnya, direlakan untuk tempat tinggal beberapa keluarga yang rumahnya habis terbakar.
"Tidak kusangka mereka akan berbuat seperti ini...," desah Pandan Wangi, agak menggumam nada suaranya.
"Mereka memang sudah lama mengancam. Dan selama ini kami hidup dicekam rasa takut. Sehingga tak ada seorang pun yang berani keluar dari rumahnya," jelas Ki Kuwu.
"Siapa sebenarnya mereka itu, Ki?" tanya Rangga.
"Mereka orang-orang suruhan Prabu Cantraka," sahut Ki Kuwu.
"Prabu Cantraka...?"
"Benar. Dialah orang yang berada di belakang semua kekacauan ini. Sejak kedatangannya ke sini, Lembah Tangkar benar-benar menjadi sebuah neraka bagi penduduk lembah ini. Bencana selalu datang tanpa henti. Bahkan dia selalu mengambil anak-anak gadis kami untuk dijadikan tumbal. Kami sendiri tidak tahu, ke mana anak-anak gadis kami dibawa," jelas Ki Kuwu.
"Ki, bukankah Lembah Tangkar ini masih termasuk wilayah Kerajaan Karang Jati? Apakah Prabu Cantraka itu Raja Karang Jati?" tanya Pandan Wangi ingin memastikan.
"Bukan! Gusti Prabu Karang Jati sendiri tidak tahu kejadian di Lembah Tangkar ini," sahut Ki Kuwu.
"Hm.... Mengapa tidak diberi tahu, Ki?" tanya Pandan Wangi lagi.
"Tidak ada kesempatan bagi orang untuk keluar dari Lembah Tangkar ini. Jadi, tidak mungkin semua kejadian di sini dilaporkan. Mereka benar-benar menutup lembah ini," lagi-lagi Ki Kuwu memberi penjelasan keadaan di Lembah Tangkar ini.
Sementara itu si Bongkok masuk ke dalam ruangan ini, dan langsung duduk bersila di samping Pendekar Rajawali Sakti. Diambilnya cawan perak yang berisi arak di depan Pendekar Rajawali Sakti, langsung diteguknya hingga tandas tak tersisa lagi. Rangga hanya tersenyum saja minumannya ditenggak habis tanpa bilang dulu. Dan Pendekar Rajawali Sakti memang sudah kenal betul watak si Bongkok ini, meskipun di antara mereka jarang sekali bertemu.
"Bagaimana keadaan di luar, Paman Bongkok?" tanya Rangga.
"Mulai tenang," sahut si Bongkok. "Penduduk pun sudah ada yang membangun rumahnya kembali."
"Lalu, bagaimana dengan...?"
"Rumahnya kosong," si Bongkok cepat memutuskan pertanyaan Pandan Wangi yang belum selesai.
"Kosong...?!" Pandan Wangi mendelik.
"Hm.... Itu berarti mereka sudah pergi meninggalkan lembah ini," gumam Rangga perlahan seperti bicara pada diri sendiri.
"Tidak. Mereka pasti akan kembali lagi kesini," selak Ki Kuwu cepat.
"Bagaimana mungkin kau bisa memastikan begitu, Ki?" tanya Pandan Wangi.
"Mereka belum mendapatkan yang diinginkan. Jadi tidak mungkin mereka meninggalkan lembah ini tanpa mendapatkan yang diinginkan," jelas Ki Kuwu.
"Apa sebenarnya yang mereka inginkan disini, Ki?" tanya Rangga ingin tahu.
Ki Kuwu tidak langsung menjawab. Kepalanya tertunduk, seakan-akan menyimpan sesuatu yang begitu berat dalam hatinya. Perubahan wajah laki-laki tua itu sangat menarik perhatian Rangga, Pandan Wangi, dan si Bongkok. Mereka jadi saling berpandangan satu sama lain. Memang sulit dimengerti perubahan sikap Ki Kuwu yang begitu tiba-tiba setelah mendapat pertanyaan dari Pendekar Rajawali Sakti tadi.
"Apakah pertanyaanku tadi salah...?" desah Rangga seakan-akan bertanya pada diri sendiri.
Perlahan Ki Kuwu mengangkat kepala, langsung menatap bola mata Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan Pandan Wangi dan si Bongkok hanya diam saja memperhatikan. Di benak mereka juga bertanya-tanya atas sikap Ki Kuwu yang begitu tiba-tiba saja jadi berubah. Sinar mata laki-laki tua itu begitu jelas, bagai menyimpan suatu duka yang amat dalam. Bola mata yang semula begitu bening, kini terlihat berkaca-kaca.
"Kalian datang ke Lembah Tangkar ini tentu karena mendapat surat dari orang yang bernama Sudra...," ujar Ki Kuwu perlahan, seraya menatap Pendekar Rajawali Sakti.
"Bagaimana kau bisa tahu tentang surat itu, Ki?" tanya Rangga meminta penjelasan.
Bukan hanya Rangga yang terkejut mendengar ucapan Ki Kuwu tadi, tapi juga Pandan Wangi dan si Bongkok. Mereka sampai terlongong terkejut. Sungguh tidak disangka kalau Ki Kuwu mengetahui tentang surat yang mereka terima dari orang yang bernama Sudra.
"Ki Kuwu kenal orang yang bernama Sudra?" tanya Pandan Wangi melihat Ki Kuwu diam saja tidak menjawab pertanyaan Rangga tadi.
"Ya.... Aku kenal betul. Bahkan aku sudah mengenalnya sejak dilahirkan oleh ibunya," sahut Ki Kuwu perlahan.
Begitu pelannya suara laki-laki tua sesepuh perkampungan Lembah Tangkar itu, sehingga hampir tidak terdengar. Rangga, Pandan Wangi, dan si Bongkok jadi saling melemparkan pandang. Beberapa saat lamanya keadaan di ruangan depan rumah Ki Kuwu ini jadi hening. Tak ada seorang pun yang membuka suara. Ketiga pendekar itu memandang Ki Kuwu dengan sinar mata meminta penjelasan dari surat yang diterima, hingga mereka sampai ke Lembah Tangkar ini.
"Sebenarnya bukan hanya kalian saja yang dikirimi surat. Tapi sekitar dua puluh orang pendekar. Tapi entah kenapa, surat itu hanya sampai kepada kalian berdua saja. Sedangkan surat-surat yang lainnya... Ah, entahlah. Sampai di mana sekarang ini," ujar Ki Kuwu masih dengan suara pelan.
"Aku mendapatkan surat ini dari seorang kurir," sela si Bongkok seraya mengeluarkan selongsong surat yang tersimpan di balik lipatan bajunya.
"Aku juga," sambung Rangga juga mengeluarkan surat yang diterimanya.
"Aku tidak. Aku hanya ikut saja dengan Kakang Rangga," jelas Pandan Wangi menyambung berterus terang.
"Hm.... Berarti hanya dua pucuk surat yang sampai. Sedangkan delapan belas surat lagi tidak sampai," gumam Ki Kuwu seraya mengangguk-anggukkan kepala. "Itu berarti para kurir yang diutus tidak bisa kembali lagi ke Lembah Tangkar ini. Hhh.... Malang benar nasib mereka."
"Ki, siapa sebenarnya orang yang bernama Sudra itu?" tanya Rangga menyelak.
"Dia anakku," sahut Ki Kuwu perlahan.
"Jadi...?!"
Ketiga pendekar itu semakin bertambah bingung mendengar pengakuan Ki Kuwu yang begitu jelas dan berterus terang. Sungguh tidak disangka kalau orang yang bernama Sudra itu adalah putra Ki Kuwu. Tapi sayang, mereka tidak bisa bertemu orangnya sekarang ini. Sedangkan Ki Kuwu sendiri tidak tahu, untuk apa Sudra mengirim surat dan meminta mereka ke Lembah Tangkar ini. Sedangkan mereka sudah mengalami beberapa peristiwa di lembah ini. Bahkan peristiwa berdarah yang tidak bisa dicegah lagi.

***

Satu pekan sudah berlalu. Dan anak buah Iblis Jubah Putih tidak pernah lagi kelihatan. Bahkan mendengar nama mereka saja sudah tidak pernah lagi. Tapi yang membuat Rangga masih belum bisa tenang, sampai saat ini belum bisa bertemu orang yang bernama Sudra. Tapi ada satu yang membuat Pendekar Rajawali Sakti semakin tidak mengerti. Semua orang di Lembah Tangkar ini tidak ada seorang pun yang mau membicarakan tentang orang yang bernama Sudra. Bahkan sepertinya mereka tidak ingin memberitahukan siapa itu Sudra.
"Kapan kita akan meninggalkan Lembah Tangkar ini, Kakang?" tanya Pandan Wangi ketika sore itu mereka berada di tepi sungai yang mengalir di pinggir sebelah selatan Lembah Tangkar ini.
"Si Bongkok sudah dua hari yang lalu meninggalkan Lembah Tangkar ini. Katanya dia mau mencari si Iblis Jubah Putih yang masih punya urusan dengannya."
"Tampaknya keadaan di sini memang sudah tenang dan kembali seperti semula. Bahkan mereka telah mengangkat Ki Kuwu menjadi tetua perkampungan ini, yang sederajat dengan kepala desa di daerah lain. Tapi...," ucapan Rangga terputus.
"Tapi kenapa, Kakang?" tanya Pandan Wangi.
"Aku merasa persoalan di sini belum tuntas seluruhnya, Pandan."
"Maksudmu...?" Pandan Wangi tidak mengerti jalan pikiran Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku belum bertemu orang yang bernama Sudra. Dan ini membuatku jadi penasaran! Terlebih lagi, aku merasa kalau Iblis Jubah Putih, dan Iblis Bunga Penyebar Maut tidak jauh dari Lembah Tangkar ini. Mereka pasti menunggu kesempatan untuk kembali lagi ke sini. Bisa kau bayangkan, bagaimana jadinya jika kita meninggalkan Lembah Tangkar, sementara mereka masih mengincar lembah ini tanpa diketahui maksud yang sebenarnya," kata Rangga menguraikan jalan pikirannya.
Pandan Wangi mengangguk-anggukkan kepala. Bisa dimengerti semua yang dikatakan Rangga barusan. Memang kelihatannya tidak akan terjadi sesuatu lagi di Lembah Tangkar ini. Tapi di balik ketenangan dan kedamaian, tersembunyi suatu bara api yang setiap waktu bisa jadi berkobar. Sehingga membuat Lembah Tangkar menjadi sebuah neraka yang akan menghancurkan seluruh lembah yang indah ini.
"Lantas apa yang akan kita lakukan disini, Kakang?" tanya Pandan Wangi.
"Aku punya satu rencana...," sahut Rangga seraya bangkit berdiri.
"Apa...?" tanya Pandan Wangi ingin tahu.
Rangga tidak langsung menjawab keingintahuan Pandan Wangi terhadap rencana yang sudah tersusun di dalam kepalanya. Dipandangnya matahari yang hampir tenggelam dibalik cakrawala sebelah barat. Perlahan kakinya terayun, diikuti Pandan Wangi yang cepat mensejajarkan ayunan langkahnya disamping kanan Pendekar Rajawali Sakti.
Meskipun masih merasa penasaran atas rencana yang ada di kepala Rangga, tapi Pandan Wangi tidak mau bertanya lagi untuk mendesaknya. Mereka berjalan perlahan-lahan meninggalkan tepian sungai tanpa berbicara lagi.
Sementara, senja semakin jauh merayap turun. Beberapa rumah yang berdiri di Lembah Tangkar ini sudah ada yang menyalakan pelita. Saat kedua pendekar muda itu baru saja melewati beberapa rumah, mendadak saja terlihat sebuah bayangan berkelebat cepat menyelinap di antara rumah-rumah yang berdiri di Lembah Tangkar ini.
"Kau lihat itu tadi, Pandan?" tanya Rangga.
"Ya," sahut Pandan Wangi.
"Ayo kita kejar...!"
"Hup!" Pandan Wangi segera melesat cepat begitu Rangga melompat mengejar bayangan yang berkelebat begitu cepat di depannya tadi. Mereka melompat ke atas atap, dan terus berlompatan dari satu atap rumah ke atap rumah lainnya. Begitu ringan dan cepat sekali gerakan yang dilakukan, sehingga yang terlihat hanya dua bayangan putih dan biru yang berkelebat melompati atap rumah yang satu, keatap rumah lainnya.

***

60. Pendekar Rajawali Sakti : Badai Di Lembah TangkarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang