BAGIAN 5

572 23 0
                                    

Rangga berhenti berlari ketika sampai ditepi hutan agak ke luar dari Lembah Tangkar. Di sini masih sempat terlihat bayangan merah yang berkelebat cepat tadi menghilang. Saat itu Pandan Wangi baru sampai, dan langsung berdiri di samping kanan Pendekar Rajawali Sakti. Mereka mengedarkan pandangan berkeliling, tapi tidak juga melihat bayangan merah yang dikejar tadi.
"Siapa orang itu tadi, Kakang?" tanya Pandan Wangi.
Tapi belum juga Rangga membuka mulut menjawab pertanyaan Pandan Wangi, mendadak saja matanya menangkap secercah cahaya merah meluruk cepat bagai kilat kearah mereka.
"Awas...! Hup...!" seru Rangga memperingatkan.
Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melenting sambil mendorong tubuh Pandan Wangi ke samping. Begitu cepat gerakannya, sehingga Pandan Wangi terkejut, dan jatuh berguling-guling di tanah. Pada saat itu, cahaya merah yang dilihat Rangga menghantam tidak jauh dari Pandan Wangi yang bergulingan di tanah. Ledakan keras menggelegar seketika terdengar dahsyat begitu cahaya merah menghantam tanah.
Seketika itu juga tanah terbongkar menimbulkan kepulan debu yang membumbung tinggi ke angkasa. Pandan Wangi yang terkejut, cepat-cepat melompat bangkit berdiri. Matanya langsung terbeliak melihat tanah didekatnya terbongkar cukup besar bagai kubangan kerbau. Sementara Rangga sudah kembali menjejakkan kakinya sekitar beberapa batang tombak dari si Kipas Maut itu.
"Ha ha ha...!"
"Hup!" Pandan Wangi cepat melompat mendekati Rangga begitu tiba-tiba terdengar suara tawa keras menggelegar yang menggema, seakan-akan tawa itu datang dari segala penjuru. Kedua pendekar muda dari Karang Setra itu saling berpandangan, kemudian sama-sama mengedarkan pandangan berkeliling untuk mencari arah sumber suara tawa itu.
"Pindah ke belakangku, Pandan," ujar Rangga setengah berbisik.
Tanpa membantah sedikit pun, Pandan Wangi segera menggeser kakinya ke belakang Pendekar Rajawali Sakti. Sementara suara tawa itu semakin keras saja terdengar. Pandan Wangi merasakan suara tawa itu mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi, sehingga telinganya harus ditutupi disertai penyaluran hawa murni.
"Hm...," Rangga menggumam perlahan. Sorot mata Pendekar Rajawali Sakti demikian tajam, tertuju lurus ke depan. Perlahan kedua tangannya diangkat hingga terkepal menyilang di depan dada. Lalu kedua kakinya dipentang lebar-lebar ke samping sambil merendahkan tubuhnya dengan lutut tertekuk. Semakin tajam saja sorot mata Pendekar Rajawali Sakti, dan tiba-tiba saja...
"Yeaaah...!" Sambil berteriak keras, Rangga menghentakkan kedua tangannya ke depan sambil membuka lebar-lebar telapak tangannya. Dan seketika itu juga dari kedua telapak tangannya meluncur sinar merah. Pemuda berbaju rompi putih itu mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir yang begitu dahsyat. Sinar merah yang keluar dari kedua telapak tangannya, langsung meluruk bagaikan kilat menembus semak-semak yang berada sekitar tiga batang tombak didepannya.
Glarrr...! Ledakan keras menggelegar terdengar begitu sinar merah tadi menghantam sebongkah batu yang tersembunyi di balik semak belukar. Pecahan batu berpentalan ke udara, disertai kepulan asap tebal menggumpal dan debu akibat hantaman pukulan jarak jauh yang dilepaskan Rangga dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir.
Bersamaan dengan itu, terlihat sebuah bayangan merah melesat di antara kepulan debu dan pecahan batu serta asap yang menggumpal, membumbung tinggi ke angkasa. Di saat yang sama, Rangga cepat melentingkan tubuh ke udara mengejar bayangan merah itu. Cepat sekali tangannya dikibaskan disertai pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai taraf kesempurnaan dari jurus Sayap Rajawali Membelah Mega.
"Yeaaah...!"
Bet!
"Hap!"
Tampak bayangan merah itu berputaran diudara menghindari kebutan kedua tangan Rangga. Dan hampir bersamaan, mereka meluruk turun, lalu mendarat manis sekali ditanah. Kini di depan Pendekar Rajawali Sakti telah berdiri seseorang yang mengenakan baju merah menyala. Seluruh kepalanya juga terselubung kain merah. Hanya ada dua lubang kecil pada bagian matanya saja yang terlihat, memperlihatkan sorot sepasang mata yang tajam.
"Hm...," Rangga menggumam perlahan.
"He he he...! Tidak percuma kau dijuluki Pendekar Rajawali Sakti, Rangga," kata orang berbaju serba merah itu, dingin dan datar suaranya.
Rangga jadi berkerut keningnya. Matanya agak menyipit memperhatikan orang berbaju serba merah di depannya ini. Sungguh hatinya terkejut mendengar orang itu sudah mengetahui tentang dirinya. Bukan hanya nama julukannya, tapi juga nama aslinya.
"Siapa kau, Kisanak?" tanya Rangga yang langsung bisa mengetahui kalau orang itu adalah laki-laki dari nada suaranya.
"Aku sudah tidak ingat lagi siapa namaku yang sebenarnya, Rangga. Tapi orang-orang selalu menyebutku Bayangan Setan Merah," sahut orang berbaju serba merah itu memperkenalkan diri.
"Bayangan Setan Merah...," desis Rangga perlahan. Pendekar Rajawali Sakti merasa belum pernah mendengar julukan itu. "Apa keperluanmu disini...?"
"Kau sendiri, kenapa berada di sini...?" Bayangan Setan Merah malah balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Rangga.
"Aku memang sengaja datang ke sini, karena ada sesuatu yang perlu kuselesaikan," sahut Rangga.
"Jadi, kau tidak senang aku berada disini...?"
"Tergantung dari apa yang kau lakukan, Bayangan Setan Merah."
"Ha ha ha...! Jawaban yang bagus, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi aku tidak percaya pada semua omong kosong tentang dirimu. Kau boleh bangga dengan julukanmu, tapi bagiku tidak berarti apa-apa!"
"Hm...," Rangga hanya menggumam kecil.
Sudah bisa ditangkap arti dari kata-kata si Bayangan Setan Merah barusan. Kata-kata itu jelas sekali mengandung tantangan yang tidak mungkin bisa dielakkan lagi. Bayangan Setan Merah sudah memberikan tantangan secara terbuka, meskipun diucapkan dengan kata-kata halus. Dan Rangga menyadari kalau tidak mungkin lagi bisa menangkis tantangan yang sudah terucapkan itu.
Sementara si Bayangan Setan Merah menatap tajam Pandan Wangi. Rangga juga melirik sedikit ke arah gadis berbaju biru muda yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu.
"Aku minta kau jangan ikut campur, Kipas Maut. Kau boleh saksikan kematian kekasihmu ini!" ujar si Bayangan Setan Merah, dingin dan tegas suaranya.
"Hhh...! Melawanku saja kau belum tentu mampu. Apalagi menantang Kakang Rangga," desis Pandan Wangi sinis.
"Kau akan mendapat giliran, Kipas Maut!" dengus Bayangan Setan Merah dingin.
"Bagianku mengeluarkan jantungmu!" balas Pandan Wangi tidak kalah dinginnya.
"Phuih!" Bayangan Setan Merah kelihatan gusar mendengar kata-kata Pandan Wangi yang membakar dadanya, tapi perhatiannya cepat dialihkan pada Pendekar Rajawali Sakti. Dan memang, dalam hal permainan kata-kata untuk memanasi lawan, Pandan Wangi lebih pandai dari Pendekar Rajawali Sakti. Tidak heran kalau dalam beberapa kata saja, si Bayangan Setan Merah sudah terbakar amarahnya. Tapi, tampaknya laki-laki berbaju serba merah itu tidak ingin melayani si Kipas Maut terus-menerus, sehingga perhatiannya cepat dialihkan pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Kita mulai sekarang, Pendekar Rajawali Sakti...!" desis Bayangan Setan Merah dingin.
"Boleh," sambut Rangga kalem diiringi senyuman tersungging di bibir.
"Bersiaplah! Hiyaaat...!"
"Hup! Yeaaah...!"
Tanpa menunggu waktu lagi, Bayangan Setan Merah melompat cepat bagai kilat menerjang Rangga. Tapi bersamaan dengan itu, Rangga juga melesat ke udara menyambut serangan yang dilancarkan laki-laki berbaju serba merah itu. Secara bersamaan, mereka sama-sama menghentakkan kedua tangannya ke depan. Sehingga, satu benturan keras diudara tidak dapat dihindari lagi.
Glarrr...! Ledakan keras terdengar menggelegar memecah udara di keheningan malam yang sudah merambat turun ini. Tampak mereka sama-sama terpental kebelakang dan berputaran di udara sebelum sama-sama menjejakkan kaki ditanah. Sebentar mereka berdiri saling berhadapan dengan sorot mata yang begitu tajam menusuk, kemudian...
"Hiyaaat..."
"Hih!"
Bayangan Setan Merah berlari cepat dengan tangan kiri tertuju lurus ke depan. Dan begitu dekat dengan Rangga, langsung tangan kirinya ditarik diikuti gerakan tangan kanan yang melepas satu pukulan keras bertenaga dalam tinggi. Rangga bergegas menarik tubuhnya ke kanan, menghindari pukulan yang dilepaskan si Bayangan Setan Merah. Sedikit sekali Rangga memiringkan tubuhnya agak merunduk.
Dan begitu pukulan tangan kanan si Bayangan Setan Merah lewat di samping tubuhnya, cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti memberi satu sodokan tangan kiri ke arah lambung. Tapi serangan balasan yang diberikan rupanya sudah terbaca lebih dahulu oleh si Bayangan Setan Merah. Sehingga tubuhnya cepat-cepat ditarik ke belakang. Maka, sodokan tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti tidak sampai mengenai sasaran.
"Hup! Yeaaah...!"
Bagaikan kilat, si Bayangan Setan Merah melesat ke udara hingga melewati kepala Rangga. Dan bersamaan dengan itu, kakinya bergerak cepat menghentak ke arah kepala Pendekar Rajawali Sakti. Tak ada waktu lagi bagi Rangga untuk berkelit. Cepat-cepat tubuhnya dibanting ke kanan, dan bergulingan beberapa kali. Kembali serangan yang dilancarkan Bayangan Setan Merah luput dari sasaran. Dia mendengus kesal begitu melihat Rangga kembali berdiri tegak seperti menunggu serangan berikut. Tapi Bayangan Setan Merah malah diam dengan mata tajam menusuk langsung ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku bosan bertarung seperti anak ingusan. Sebaiknya kita segera tuntaskan permainan ini, Pendekar Rajawali Sakti," desis Bayangan Setan Merah dingin menggeletar.
"Akan kuturuti keinginanmu," sambut Rangga diiringi senyum tipis tersungging dibibir.
"Bersiaplah menerima aji pamungkasku, Pendekar Rajawali Sakti."
"Hm...."
"Hap...!" Bayangan Setan Merah segera merapatkan kedua telapak tangannya didepan dada. Kemudian kedua kakinya direntangkan lebar-lebar ke samping.
Sementara Rangga terus memperhatikan setiap gerak yang dilakukan laki-laki berbaju serba merah itu. Tampak seluruh tubuh Bayangan Setan Merah bergetar ketika kedua tangannya yang merapat ke atas kepala diangkat. Dari sela-sela telapak tangannya yang merapat, terlihat asap tipis kemerahan mengepul dan menggumpal menjadi satu membentuk bulatan seperti bola.
"Yeaaah...!" tiba-tiba saja Bayangan Setan Merah berteriak nyaring menggelegar. Dan seketika itu juga tangannya cepat ditarik ke depan dada. Lalu, secepat itu pula tangannya dihentakkan ke depan. Gumpalan asap kemerahan di kedua telapak tangannya seketika itu juga melesat cepat bagai kilat kearah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat-cepat Rangga melompat ke udara menghindari serangan Bayangan Setan Merah. Bulatan asap kemerahan itu seketika menghantam tanah tempat Pendekar Rajawali Sakti berpijak tadi. Satu ledakan keras terdengar dahsyat menggelegar ketika bulatan asap kemerahan itu menghantam tanah. Sementara Rangga berjumpalitan beberapa kali di udara, dan manis sekali mendarat di atas sebongkah batu yang cukup besar.
"Hiyaaa...!" Saat itu Bayangan Setan Merah sudah menghentakkan kedua tangannya kembali kedepan. Dan bulatan asap kemerahan kembali melesat cepat bagai kilat ke arah Pendekar Rajawali Sakti yang baru saja menjejakkan kakinya di atas batu.
"Yeaaah...!" Kembali Rangga harus melentingkan tubuhnya ke udara menghindari serangan Bayangan Setan Merah. Seketika ledakan dahsyat kembali terdengar menggelegar begitu gumpalan asap kemerahan menghantam batu yang besarnya dua kali lipat dari seekor kerbau jantan dewasa.
Beberapa kali Rangga harus berjumpalitan di udara, sebelum mendarat manis di atas tanah berumput lunak yang basah oleh embun. Saat itu, Bayangan Setan Merah sudah kembali melancarkan serangan lagi. Dan kembali pula Pendekar Rajawali Sakti terpaksa harus berjumpalitan menghindari serangan-serangan dahsyat yang dilancarkan Bayangan Setan Merah. Sedikit pun Rangga tidak diberi kesempatan untuk balas menyerang.
Bahkan kini sama sekali mengalami kesulitan untuk menjejakkan kakinya di tanah. Begitu ujung kakinya menyentuh tanah, Bayangan Setan Merah langsung menyerang dengan gumpalan-gumpalan asap merahnya yang dahsyat luar biasa. Sementara itu Pandan Wangi yang menyaksikan dari tempat cukup jauh, jadi merasa cemas melihat Rangga dipaksa berjumpalitan menguras tenaga menghadapi serangan-serangan si Bayangan Setan Merah.
"Hiyaaa...!"
"Hap!" Rangga cepat merapatkan kedua tangannya di depan dada begitu kakinya menjejak tanah. Pada saat itu, Bayangan Setan Merah sudah melontarkan serangan lagi. Cepat-cepat Rangga menarik rubuhnya ke kanan, sehingga gumpalan asap kemerahan itu lewat disamping tubuhnya. Lalu, Pendekar Rajawali Sakti cepat-cepat menarik tubuhnya ke kiri, kemudian sedikit membungkuk sambil merentangkan kaki kesamping lebar-lebar.
"Yeaaah...!
"Aji 'Cakra Buana Sukma'...! Hiyaaa...!"
Tepat ketika Bayangan Setan Merah melepaskan serangannya, Rangga segera menghentakkan kedua tangannya yang sudah terselimut cahaya biru berkilau menyilaukan mata. Seketika itu juga, bulatan asap kemerahan beradu keras dengan cahaya biru dari aji 'Cakra Buana Sukma' yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti diudara.
Glarrr!
"Akh!"
"Hup!"
Rangga cepat-cepat melentingkan tubuh berputaran ke belakang. Sementara Bayangan Setan Merah terpental sekitar dua batang tombak. Dua batang pohon seketika tumbang terlanda tubuh laki-laki berbaju serba merah ini. Tampak dari kain merah yang menyelubungi wajahnya, cairan merah merembes membasahi kain merah itu. Dia berusaha bangkit berdiri, tapi....
"Uhk...!"
Dari mulut yang tertutup kain merah, menyembul darah berwarna agak kehitaman. Sementara Rangga yang sudah menjejakkan kakinya kembali ke tanah, bergegas berlari menghampiri Bayangan Setan Merah yang berlutut tak berdaya lagi. Pendekar Rajawali Sakti merenggut bagian kepalanya, lalu melepaskan kain merah yang menyelubungi kepala orang berbaju serba merah itu.
"Heh...?! Kau...?" Rangga terkejut setengah mati begitu berhasil melepaskan kain merah yang menyelubungi seluruh kepala dan wajah orang itu. Di balik kain merah, ternyata tersembunyi seraut wajah tampan dan berkulit putih bersih, bagai kulit seorang wanita. Pendekar Rajawali Sakti terkejut, karena mengenali laki-laki muda berusia sebaya dengan dirinya.
"Raden Suryapati...," desis Pandan Wangi yang tahu-tahu sudah berada di samping Rangga. Gadis itu juga terkejut dan mengenali raut wajah pemuda yang tersembunyi di balik selubung kain merah itu. Betapa tidak...?
Mereka mengenal betul pemuda yang tadi mengaku berjuluk Bayangan Setan Merah itu. Pemuda itu memang bernama Raden Suryapati, salah seorang putra Adipati Pangkara di Kadipaten Bararaja. Dan memang, Lembah Tangkar ini masih termasuk ke dalam wilayah Kadipaten Bararaja.
"Suryapati...? Apa maksud semua ini...?" tanya Rangga meminta penjelasan dari semua peristiwa ini.
Pemuda yang kini dikenali bernama Raden Suryapati itu tidak langsung menjawab. Perlahan wajahnya diangkat, dan langsung menatap Pendekar Rajawali Sakti. Sebentar kemudian tatapannya berpindah kepada Pandan Wangi yang berdiri disamping Pendekar Rajawali Sakti, lalu kembali beralih pada Rangga yang masih menatap meminta penjelasan dari pertanyaannya.
"Kau tidak akan mendapatkan apa-apa dariku, Rangga," desis Raden Suryapati dingin menggeletar. Dan setelah berkata begitu, dirogohnya lipatan bajunya. Lalu cepat dimasukkan suatu benda kecil berbentuk bulat dan berwarna merah kehitaman ke dalam mulutnya. Langsung ditelannya benda itu.
"Heh...?!" Rangga jadi terkejut bukan main. Pendekar Rajawali Sakti berusaha mencegah, tapi gerakannya terlambat.
Benda kecil bulat berwarna merah kehitaman itu sudah tertelan ke dalam tenggorokan Raden Suryapati. Dan akibatnya sungguh cepat. Pemuda yang semula dikenal berjuluk Bayangan Setan Merah itu tiba-tiba saja mengejang. Dari mulutnya mengeluarkan busa berwarna kuning kehijauan. Lalu, dia ambruk menggelepar. Tak lama kemudian seluruh tubuhnya mengejang kaku, dan diam tak bergerak-gerak lagi.
Rangga cepat cepat memeriksa urat nadi dibagian leher. "Dia sudah mati," desah Rangga, hampir tak terdengar suaranya.
Perlahan Rangga bangkit berdiri. Sebentar dipandanginya pemuda berbaju merah yang bunuh diri dengan menelan pil beracun. Kakinya melangkah mundur beberapa tindak menjauhi tubuh Raden Suryapati yang sudah terbujur kaku tak bernyawa lagi.
Sementara Pandan Wangi terus mendampingi Pendekar Rajawali Sakti. Beberapa saat lamanya mereka hanya terdiam membisu memandangi jasad Raden Suryapati yang terbujur kaku.
"Hhh...! Kenapa perbuatan bodoh begitu dilakukannya...? Apa sebenarnya yang terjadi disini?" desah Rangga bernada mengeluh.
"Kakang...," lembut sekali Pandan Wangi menyentuh pundak Pendekar Rajawali Sakti.
Perlahan Rangga menatap Pandan Wangi. Sinar matanya kelihatan begitu redup. Pandan Wangi bisa merasakan apa yang kini ada di hati Pendekar Rajawali Sakti. Memang sulit menerima kenyataan seperti ini. Adipati Pangkara adalah sahabat dekat Arya Permadi, ayah kandung Pendekar Rajawali Sakti. Dan Rangga sendiri sudah menganggap Raden Suryapati sebagai adiknya. Kini, pemuda itu tewas bunuh diri setelah dilumpuhkannya. Sungguh suatu kenyataan yang teramat pahit, yang harus ditelan Pendekar Rajawali Sakti di Lembah Tangkar ini.
"Ayo kita pergi, Kakang," ajak Pandan Wangi lembut.
Rangga tidak berkata apa-apa, lalu mengayunkan kakinya perlahan mengikuti Pandan Wangi meninggalkan tempat ini.

***

60. Pendekar Rajawali Sakti : Badai Di Lembah TangkarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang