Bayangan

109 7 6
                                    

Kejadian sore hari ketika hujan itu agak menggangguku. Entah mengapa rasanya seperti menahan kata-kata yang akan keluar dari mulut namun tak tersampaikan. Sangat mengganjal.

Aku berbaring di kasurku lalu mengangkat payung abu-abu yang telah kukeringkan dan kulipat rapi. Tatapanku tak lepas dari benda ini. Aku hanya tidak tahu apakah benda ini yang membuatku tak nyaman atau tidak. Yah.. Rasanya aku harus menjaga benda ini dan memulangkannya dengan selamat tanpa robek dan patah.

Ingatanku berkelana menuju hari itu. Hari dimana aku terserang flu yang mengganggu karena kehujanan dan kau meminjamkanku jaket abu-abumu.

Kita menunggu hujan di depan poli klinik dan suasananya sangat sepi juga dingin.

"Kau kan juga kehujanan," kataku parau saat itu. "Aku sudah sakit, jadi kuharap kau jangan sakit." Kuakui, suaraku saat itu tak menarik untuk didengar.

"Kita sakit bersama, bagaimana?" Kau tertawa dan itu membuatku bingung. Tetapi saat itu aku tahu kau tak membutuhkan jawabanku. Aku sangat tahu dirimu.

"Ah, dasar." Senyum, hanya itu yang bisa kutunjukkan padanya.

Aku pun mengangguk ketika kau melepas jaketmu dengan segera. Kau memakaikanku dengan hati-hati dan jaket itu sudah memeluk sekeliling tubuhku. Aroma parfum dan feromonmu mengudara bercampur dengan aroma tanah yang basah karena hujan. Aku tahu aku ini lancang, aku sangat suka wangi feromonmu. Aku sangat suka dirimu. Sampai aku tak sadar mengacak rambutmu yang senada dengan kayu eboni.

Netra berwarna cokelat gelapmu menyihirku berkali-kali. Menatapku dengan teduh dan hangat seolah aku paling istimewa di muka bumi ini. Kau memang tak berani menyentuhku apalagi memelukku, tetapi aku merasa sangat aman dan nyaman berada di dekatmu. Entah sudah berapa kali hormon endorfin terlepas dalam tubuhku, sampai aku lupa rasanya tersiksa karena flu yang mengganggu saluran pernafasanku.

Kau dan aku bersitatap cukup lama, kemudian tertawa bersama di hari yang sejuk itu.

Aku tak tahu apakah saat itu wajahku masih menarik, mengingat saat itu sehabis pulang kuliah, kehujanan, dan terkena flu. Pipiku yang memanas entah memerah karena sakit atau karenamu. Aku tak tahu dan rasanya tak mau tahu. Aku senang, bersamamu itu cukup.

Dan di hari-hari berikutnya, aku dapat dengan mudah mengembalikan jaket itu. Sekarang, pertanyaannya adalah.. Bagaimana aku bisa menyerahkan payung ini padamu dengan mudah? Sedangkan rasanya sangat sulit untuk bertatap mata lagi denganmu.

When The Moon Knows HerselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang