Sangat Gila!

110 10 10
                                    

"Biarkan aku masuk maka Kau akan aman."

John menundukkan kepalanya. "Maaf Nona, tapi saya ditugaskan untuk menjaga pintu ini dan tidak ada yang boleh memasukinya kecuali atas seizin Tuan."

Aletta berdecak. "Sungguh tidak bisa diajak kompromi," gumamnya. Ia menggigit bibir bawahnya, kemudian mendekat dan berbisik, "Kalau begitu jangan salahkan aku."

CUP!!

Satu kecupan mendarat di pipi John. Pria itu membulatkan matanya seraya memegang pipi kanannya.

"No-nona..."

PLAKK!!

Aletta memukul leher belakang pria itu hingga tak sadarkan diri. "Selamat malam, bangsat!"

Ia tak mengira bahwa ruangan ini mengarah ke bawah tanah.

Aletta menuruni tangga dengan perlahan. Baru setengah undakan namun bau anyir darah sudah tercium. Semakin lama semakin pekat hingga ia sampai di ujung tangga.

Mencekam.

Ruang bawah tanah ini hampir mirip dengan yang ada di film horror. Sepi dan sunyi serta lampu yang menyala remang-remang.

Aletta mengedarkan pandangannya hingga perhatiannya tertuju pada seseorang yang berada di dalam sel layaknya tahanan.

"Hei," panggil Aletta pada pria itu.

Pria tersebut mendongak.

Tampan.

Aletta bisa melihat ketampanannya walaupun tertutupi goresan luka.

"Aku biasanya tak sebaik ini, tapi kurasa tak masalah."

Aletta mengeluarkan pistol dari balik bajunya dan mengarahkannya ke gembok yang mengunci sel.

DOR!!

Gembok itu seketika hancur.

"Kau sudah berapa lama di sini?" tanya Aletta seraya memerhatikan tubuh kurus pria itu. "Mereka memberimu makan berapa kali? Tubuhmu hampir mirip dengan lidi."

Pria itu tak menjawab. Matanya masih meneliti wajah gadis mungil di hadapannya ini.

Aletta menghela napas panjang. "Sejujurnya aku tak suka diabaikan," ujarnya sambil mengangkat dagu pria itu. "Sayang sekali ya, padahal Kau cukup tampan."

Netra mereka bertemu. Aletta baru menyadari bahwa pria asing itu memiliki sepasang mata biru yang indah.

Entah dorongan darimana, tapi seakan tertarik gravitasi, Aletta memajukan wajahnya dengan perlahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah dorongan darimana, tapi seakan tertarik gravitasi, Aletta memajukan wajahnya dengan perlahan.

Ia ingin melihat lebih dalam ke mata biru itu.  Bahkan jarak mereka sekarang tak lebih dari sepuluh sentimeter.

"Matamu mengagumkan," lirih Aletta.

Pria itu menelan ludah, gugup, ia bahkan bisa merasakan aroma strawberry dari hembusan napas gadis tersebut.

DUG!!

Aletta mengaduh kesakitan ketika dahinya menabrak sesuatu yang keras setelah tubuhnya diputar oleh seseorang. Ia mendongak dan melihat rahang Raga yang mengeras.

"Bawa dia ke tempat pengasingan," perintah Raga yang langsung dipatuhi oleh bawahannya. Ia menunduk, menatap gadis yang saat ini ada dalam dekapannya. "Dan Kau, sebaiknya menyiapkan alasan yang bagus untuk semua ini."

***

TUK... TUK... TUK...

Ketukan berirama pada meja itu semakin membuat nyali Aletta turun. Apalagi saat ini ia sedang dihadapkan dengan tatapan mengintimidasi dari Raga meskipun jarak mereka terbilang tidak dekat.

"Sudah punya jawaban?" tanya Raga sambil mengangkat sebelah alisnya.

Aletta berdehem. "Memangnya Kau bertanya?"

Raga terdiam sejenak sebelum terkekeh selama 0,01 detik. "Kau pandai melawak, sayang."

Aletta menggembungkan pipinya, lalu menatap kedua kakinya, kebiasaanya ketika gugup.

Raga berdiri dan melangkah menuju gadisnya.  "Kesalahanmu kali ini sungguh keterlaluan," ujarnya sambil mengusap pelan kepala Aletta.

Aletta mendongak. "Apanya yang keterlaluan?"

Raga mengecup kilat bibir gadisnya. "Dimulai dari Kau membohongi pengawalku."

"Bukan aku yang menipu, tapi mereka saja yang bodoh!" cibir Aletta.

"Lalu mencium salah satunya."

Aletta menelan ludah. Terkutuk Kau pengawal sialan! Seharusnya'kan pengawal itu yang terkena amukan dan bukannya Aletta.

Raga menangkup kedua pipi Aletta. "Kenapa diam hm?"

"Itu... Bukan salahku."

Raga mengangkat sebelah alisnya. "Bukan salahmu hm?"

Aletta berdecak kesal. "Dia sudah kuberi penawaran. Jika saja dia membiarkan aku masuk maka kejadiannya tidak akan seperti itu!" Ia membulatkan matanya saat menyadari kesalahannya.

Bodoh, itu sama saja dengan bunuh diri!

Raga terkekeh pelan, kemudian menyatukan dahi mereka. "Penawaran apa hm?"

Aletta menggeleng. "Bukan apa-apa." Ia tiba-tiba merangkul mesra leher Raga. "Jangan marah ya," ujarnya, lalu mengecup lama bibir Raga.

"Hm."

"Aku mencintaimu," ujar Aletta dengan senyum manisnya.

"Tidak untuk kali ini, Letta."

"Jadi Kau tak mencintaiku?" tanya Aletta seraya memasang mata berkaca-kaca, tapi kemudian ia tertawa. "Kalau begitu aku akan mencari pria lain yang lebih perhatian."

Ia berbalik. Namun saat ingin melangkah, tubuhnya diputar dan ia mendapatkan hujaman kecupan pada wajahnya.

"Aku cinta." Raga mencium dahi Aletta.

"Sayang." kemudian mencium pucuk hidung gadisnya.

"Tergila-gila." dan mencium lama bibir manis Aletta.

Gadis itu diam-diam tersenyum. Ini sebuah kejutan dari sikap Raga yang berbeda dari biasanya.

"Jangan mencari pria lain! Kau tahu apa yang terjadi dengan pengawal itu hm?" tanya Raga.

"Mungkin mati."

"Tepat sekali. Gadisku memang pintar," bisik Raga.

Aletta mengulas senyuman. "Aku tahu Kau akan melakukannya."

My ProtectorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang